news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner

Pengamat: 3 Syarat Danantara Bisa Dipercaya, Termasuk Hukuman Mati bagi Koruptor

10 Maret 2025 16:18 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho menyoroti UU No. 1 Tahun 2025 yang membatasi kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengaudit BPI Danantara, kecuali atas permintaan DPR. Ia menegaskan, jika Danantara ingin dikelola seperti Temasek di Singapura, maka standar penegakan hukum dan etika pejabat juga harus mengikuti negara maju.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, korupsi harus diberantas secara tegas agar indeks persepsi korupsi Indonesia meningkat dan rakyat bisa percaya bahwa Danantara dikelola secara profesional. Ia melihat masalah utama Indonesia adalah korupsi yang masih mendarah daging, dengan kasus-kasus bernilai fantastis yang terus berulang.
"Korupsi harus diberantas, indeks persepsi korupsi Indonesia harus naik hingga setara dengan negara maju. Hanya dengan itu rakyat bisa percaya bahwa Danantara benar-benar akan dikelola secara profesional," ujar kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dalam rilis pers yang diterima redaksi, Senin (10/3).
Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
Menurut Hardjuno langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset, karena tanpa regulasi ini, negara akan kesulitan merebut kembali uang hasil korupsi yang telah disembunyikan para pelaku. Ia juga menekankan pentingnya penerapan pembuktian terbalik bagi pejabat negara, BUMN, serta pegawai Danantara, agar siapapun yang memiliki harta di luar kewajaran wajib membuktikan keabsahannya.
ADVERTISEMENT
"Kalau ingin meniru negara maju, buktikan keseriusan dalam menindak para pejabat yang hidup di luar batas kewajaran," katanya. Baginya, hukuman mati bagi koruptor adalah langkah yang perlu diambil untuk menciptakan efek jera, terutama bagi mereka yang merampok dana publik dalam jumlah besar.
Ia mengkritik kondisi saat ini, di mana UU BUMN yang baru telah ditetapkan dan kewenangan BPK dipangkas, namun masyarakat diminta percaya begitu saja bahwa audit independen bisa menjamin keamanan keuangan Danantara yang mencapai Rp 14 ribu triliun.
"Saat BPK kehilangan kewenangannya lalu rakyat diminta percaya begitu saja, itu sama saja dengan menaruh nasib mereka di mulut buaya," tegasnya.
Sebagai perbandingan, ia menyoroti bagaimana Temasek Holdings di Singapura menerapkan transparansi tinggi dengan audit tahunan yang dilakukan oleh KPMG LLP sejak 2008. Namun, ia menegaskan bahwa perbedaan mendasar terletak pada konteks pengawasan dan etika pejabat di Singapura yang jauh lebih ketat dibandingkan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Singapura dikenal dengan indeks persepsi korupsi yang tinggi serta sistem hukum yang tegas terhadap koruptor. Pejabat publik di sana tunduk pada standar etika yang ketat dengan pengawasan menyeluruh dan ancaman hukuman berat bagi pelanggar hukum.
Di sisi lain, Indonesia masih bergulat dengan korupsi yang meluas dan sistem pengawasan yang lemah. Ia melihat berbagai kasus korupsi besar dalam beberapa tahun terakhir sebagai bukti bahwa penegakan hukum belum efektif dalam memberikan efek jera.
"Kita ingin Danantara dikelola secara profesional seperti Temasek, tetapi jika korupsi masih merajalela dan tidak ada ketegasan dalam pemberantasannya, maka ini hanya akan menjadi celah baru bagi oligarki untuk menggerogoti uang rakyat," tutupnya.