Konten Media Partner

Pengamat Ingatkan Potensi Konflik Kepentingan Rangkap Jabatan BPI Danantara

25 Februari 2025 21:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hardjuno Wiwoho saat mengisi sebuah acara di Jakarta. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Hardjuno Wiwoho saat mengisi sebuah acara di Jakarta. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
JAKARTA – Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menegaskan bahwa seluruh pengurus dan Dewan Pengawas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) harus mematuhi ketentuan larangan rangkap jabatan. Menurutnya, beban tanggung jawab yang besar dalam mengelola dana investasi hingga US$20 miliar atau sekitar Rp360 triliun (kurs Rp16.000/US$) memerlukan fokus penuh dari para pengurusnya.
ADVERTISEMENT
“Modalnya berasal dari APBN, dan 70 persen APBN itu bersumber dari pajak rakyat yang hidupnya sudah kesulitan. Ini bukan sesuatu yang bisa dikelola dengan setengah hati,” ujar Hardjuno dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (25/2).
Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang dalam Pasal 23 menyatakan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris atau direksi di perusahaan negara maupun swasta, serta pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN atau APBD.
“Jelas dalam undang-undang bahwa seorang menteri tidak boleh rangkap jabatan, apalagi dalam posisi strategis seperti ini,” tambahnya.
Hardjuno menekankan bahwa desakan ini bukan soal meragukan kompetensi para pengurus BPI Danantara, melainkan agar mereka bisa lebih optimal dalam mengelola investasi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
ADVERTISEMENT
“Saya yakin mereka adalah orang-orang kompeten. Bahkan, CEO BPI Danantara sebelumnya juga bukan Pak Rosan. Namun, banyak di antara mereka yang saat ini masih memegang jabatan strategis lain. Ini yang berpotensi menimbulkan conflict of interest,” ujarnya.
Berdasarkan data yang ada, beberapa pengurus BPI Danantara diketahui masih menjabat sebagai Menteri dan Wakil Menteri di Kabinet Merah Putih (KMP), termasuk Rosan P. Roeslani (Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM), Dony Oskaria (Wakil Menteri BUMN), Erick Thohir (Menteri BUMN), dan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan).
“Struktur BPI Danantara harus jelas dan tidak boleh ada rangkap jabatan. Ini menyangkut dana publik yang bersumber dari efisiensi anggaran, sehingga transparansi dan akuntabilitas menjadi hal utama,” tegas Hardjuno.
ADVERTISEMENT
Ia juga menyoroti perlunya audit yang ketat dan berlapis untuk memastikan pengelolaan BPI Danantara berjalan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik. Sebagai super holding, BPI Danantara memiliki karakter yang berbeda dibandingkan dengan Temasek atau Khazanah, yang dibiayai dari profit BUMN dalam jangka panjang.
“Jika dikelola dengan benar, BPI Danantara bisa menjadi game changer bagi investasi BUMN. Selama ini, investasi BUMN masih belum optimal, padahal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen, dibutuhkan investasi dalam jumlah besar. Danantara bisa menjadi solusi agar investasi lebih berkualitas dan berdampak luas bagi ekonomi nasional,” pungkasnya.