Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Penglihatan Badak Sangat Buruk, Burung Pelatuk Menyelamatkannya dari Bahaya
8 Oktober 2021 19:02 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Burung pelatuk yang hobi bertengger di punggung dan kepala badak akan menuntun badak untuk menjauhi ancaman yang mendekat.
Badak memang memiliki pendengaran dan penciuman yang tajam, tapi dia tidak bisa melihat jauh. Ahli Perilaku Ekologi di Universitas Victoria di Melbourne, Australia, Roan Plotz, mengatakan penglihatan badak sangat buruk mendekati buta. Hal itu membuat badak kesulitan untuk melihat bahaya meski jaraknya dekat dengan dirinya.
ADVERTISEMENT
Nah, oxpecker atau burung pelatuk yang hobi bertengger di punggung dan kepalanya dapat dengan mudah melihat bahaya itu. Burung pelatuk inilah yang akan menuntun badak untuk menjauhi ancaman yang mendekat.
Pemandangan burung pelatuk paruh merah yang menumpang di punggung badak hitam memang telah menjadi pemandangan umum di semak-semak Afrika. Mereka tak sekadar menumpang, mereka juga memakan kutu dan parasit yang ada pada kulit badak. Hubungan ini dikenal dengan simbiosis mutualisme.
Tapi ternyata penelitian terbaru menunjukkan bahwa hubungan badak dan burung pelatuk ternyata lebih mutualistik dari itu. Burung pelatuk yang berteriak dan melengking juga dapat berfungsi sebagai bel alarm untuk memperingatkan badak hitam akan kehadiran manusia. Hal itu dilaporkan para ilmuwan di jurnal Current Biology pada 9 April lalu.
ADVERTISEMENT
“Itu bisa membantu badak yang terancam punah untuk menghindari pemburu liar,” kata Plotz seperti dikutip dari Science News .
Di Taman Nasional Hluhluwe-iMfolozi Afrika Selatan, Plotz dan rekannya Wayne Linklater dari Universitas California mendekati 11 badak hitam (Diceros bicornis) dengan berjalan kaki di dataran terbuka sebanyak 86 kali. Tim tersebut menemukan bahwa badak dengan pelatuk paruh merah (Buphagus erythrorhynchus) yang mengikutinya jauh lebih baik dalam mendeteksi keberadaan para peneliti daripada mereka yang tanpa pelatuk.
“Badak tanpa pelatuk di punggungnya mampu mendeteksi pendekatan kami hanya 23 persen, sedangkan badak dengan pelatuk mendeteksi mereka setiap saat,” ujarnya.
Mereka mencatat, badak yang mendengarkan suara burung pelatuk dapat mendeteksi keberadaan para ilmuwan hingga pada jarak 61 meter, lebih dari dua kali lipat lebih jauh ketika badak itu sendirian.
ADVERTISEMENT
Semua badak menanggapi panggilan alarm dari burung pelatuk dengan menjadi waspada, mereka akan langsung berdiri dari posisi istirahat mereka dan berbalik menghadap arah angin yang menjadi titik buta sensoriknya. Badak itu kemudian akan melarikan diri atau berjalan melawan arah angin untuk menyelidiki potensi bahaya di sekitarnya.
Badak hitam pernah menjadi spesies badak paling banyak di dunia, namun perburuan badak untuk dijadikan pengobatan tradisional Tiongkok telah menurunkan populasinya secara drastis. Meski perburuan badak hitam telah melambat sejak puncaknya terjadi pada 2015, namun saat ini hanya ada sekitar 5.500 individu badak hitam di alam liar, dan para konservasionis sedang mencari solusi yang dapat melindunginya dari kepunahan permanen.
Hubungan mutualistik itu menurut para ilmuwan bisa membantu menyelamatkan badak dari kepunahan karena perburuan liar. Namun saat ini populasi burung pelatuk paruh merah juga telah menurun.
ADVERTISEMENT
Selain memakan kutu dan parasit pada kulit badak, mereka juga melakukan hal yang sama pada hewan ternak seperti sapi. Celakanya, dalam beberapa dekade terakhir para peternak merawat ternak mereka dengan pestisida kimia untuk membunuh parasit. Secara tidak langsung, hal ini juga mentransfer racun ke burung pelatuk dan menyebabkan banyak di antara mereka mati di beberapa daerah Afrika.
Pada akhirnya, banyak badak hitam harus menavigasi lanskap tanpa teman burung mereka. Melihat besarnya peran pelatuk paruh merah terhadap keselamatan hidup badak, Plotz berpikir bahwa para konservasionis harus mempertimbangkan penggunaan pelatuk ke dalam habitat badak.
“Pelatuk jelas menambahkan kedalaman dan dimensi baru pada tingkat kesadaran badak,” kata ahli ekologi hewan sekaligus Manajer Program Badak Afrika di World Wildlife Fund Afrika Selatan, Jo Shaw.
ADVERTISEMENT
Namun, ahli ekologi satwa liar yang juga Ketua International Union for Conservation of Nature's (IUCN) African Rhino Specialist Group, mengatakan bahwa banyak perburuan justru dilakukan pada malam hari ketika burung pelatuk tidur. Hal itu membuat fungsi pelatuk paruh merah menjadi tidak terlalu banyak membantu. (Widi Erha Pradana / YK-1)