Pengusaha Ogah Pasok Batu Bara ke PLN, Pengamat UGM: Beri Sanksi Larangan Ekspor

Konten Media Partner
3 Agustus 2022 20:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pertambangan batu bara. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pertambangan batu bara. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengusaha batu bara ramai-ramai menghentikan pasokan batu baranya kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Penghentian suplai itu disebabkan oleh wacana pemerintah terkait dengan pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) pemungut iuran batu bara.
ADVERTISEMENT
Karena wacana itu, para pengusaha memilih untuk menahan pasokannya ke PLN sampai pemerintah resmi mengaktifkan BLU tersebut. Pasalnya, BLU dinilai akan menjadi solusi atas disparitas harga batu bara yang dijual ke PLN saat ini dengan harga pasar global.
Situasi itu membuat stok batu bara yang dimiliki oleh PT PLN saat ini semakin kritis. Padahal, saat ini batu bara masih menjadi bahan bakar utama dalam produksi listrik oleh PLN.
“Hal ini berpotensi menyebabkan krisis batubara PLN jilid kedua,” kata pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, Rabu (3/8).
Karena itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menurut Fahmy harus tegas memberikan sanksi kepada para perusahaan yang menahan pasokan batu baranya ke PLN. Dengan sanksi itu, harapannya tak ada lagi perusahaan-perusahaan batu bara yang menahan pasokannya ke PLN.
ADVERTISEMENT
“Kementerian ESDM harus tegas memberikan sanksi larangan ekspor dan penghentian produksi bagi pengusaha batu bara yang membangkang terhadap ketentuan DMO,” lanjutnya.
Ilustrasi pertambangan batu bara. Foto: Pexels
Fahmy juga menekankan supaya pemerintah membatalkan rencana pembentukan BLU batu bara. Sebab, penerapan BLU batu bara tersebut menurutnya melanggar Pasal 33 UUD 1945 karena batu bara merupakan kekayaan alam yang dikuasai negara dan mesti dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Alih-alih menerapkan sistem BLU, menurutnya mekanisme DMO (Domestic Market Obligation) jauh lebih tepat untuk saat ini. DMO sendiri merupakan kebijakan tentang pengutamaan pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri.
“DMO merupakan implementasi Pasal 33 UUD 1945,” ujarnya.
Dengan diberlakukannya BLU, nantinya harga batu bara akan mengikuti harga pasar dunia yang saat ini hampir mencapai angka 400 dolar AS per ton. Sementara saat ini, harga dalam negeri yang ditetapkan pemerintah hanya sebesar 70 dolar AS per ton. Disparitas harga inilah yang membuat para pengusaha enggah memasok batu baranya ke PLN dan lebih memilih memasoknya ke pasar ekspor atau menunggu pemerintah memberlakukan BLU.
ADVERTISEMENT
Sebab, ketika BLU nanti sudah diterapkan, selisih harga antara harga pasar dengan harga yang dibayar PLN, akan dibayarkan oleh BLU kepada pengusaha. Adapun uang yang digunakan untuk menambal disparitas itu berasal dari tarikan iuran batu bara dari setiap transaksi penjualan.