Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten Media Partner
Perdagangan Elang Lewat Sosmed, Kita Bisa Apa?
27 Agustus 2021 14:02 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Perdagangan ilegal elang di medsos sulit dihentikan karena BKSDA kekurangan SDM. Netizen diminta ikut turun tangan
Penembakan elang di Kabupaten Gunungkidul menyita perhatian publik Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam sepekan terakhir. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY dan polisi dibantu lurah-lurah di tempat ditemukannya elang tertembak langsung turun tangan.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata, BKSDA DIY saat ini juga tengah gelisah dengan maraknya perdagangan online satwa liar dilindungi, termasuk elang. Perdagangan satwa liar dilindungi ini terutama banyak terjadi di media sosial. Di grup-grup Facebook misalnya, kita akan sangat mudah menjumpai perdagangan elang bido, sikep madu asia, alap jambul atau crested goshawk (CG), bahkan elang jawa.
Namun perdagangan ini sulit dihentikan, pertama karena banyak kasus penjual satwa dilindungi di forum jual beli Jogja, namun ternyata dia tinggal di luar DIY, misalnya di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Hal ini menjadi sulit diatasi karena wilayah tersebut bukan menjadi kewenangan BKSDA DIY.
Selain itu, sulitnya menghentikan perdagangan satwa liar dilindungi melalui internet ini juga karena mudahnya semua orang dalam mengunggah dan mengakses situs online dengan identitas palsu. Sementara itu, pengawasan yang diberlakukan oleh media sosial masih sangat longgar.
ADVERTISEMENT
“Kami juga terkendala SDM yang minim, sehingga untuk perdagangan online lebih banyak ditangani oleh Cyber Crime dari Polda,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA DIY, Untung Suripto, Kamis (26/8).
Maraknya perdagangan satwa liar ilegal ini salah satunya juga dipengaruhi oleh semakin menjamurnya komunitas-komunitas penghobi satwa liar. Ketika masih ada penghobi satwa liar dilindungi, artinya masih selalu ada pasar untuk para penjual satwa liar tersebut.
“Di dalam komunitas itu juga menjadi celah terjadinya transaksi jual beli satwa liar dilindungi,” terang Untung.
Untung berharap netizen membantu melawan perdagangan satwa liar di media sosial ini dengan hukuman sosial yakni ikut menyuarakan ketidaksetujuan dan bahkan membantu melaporkan ke Facebook untuk menutup grup-grup terlarang tersebut.
ADVERTISEMENT