Peringati Hari Primata, Aktivis Yogya Desak Pemerintah Lindungi Monyet dan Beruk

Konten Media Partner
31 Januari 2023 19:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi teatrikal dari Aksi Peduli Monyet (Aipom) memperingati Hari Primata Nasional untuk mendesak monyet dan beruk jadi satwa dilindungi. Foto: Widi RH Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Aksi teatrikal dari Aksi Peduli Monyet (Aipom) memperingati Hari Primata Nasional untuk mendesak monyet dan beruk jadi satwa dilindungi. Foto: Widi RH Pradana
ADVERTISEMENT
Sejumlah aktivis pembela satwa di Yogya melakukan aksi teatrikal di Tugu Golong-Gilig atau Tugu Pal Putih Yogya pada Selasa (31/1) sore untuk memperingati Hari Primata Nasional. Para aktivis yang tergabung dalam Aksi Peduli Monyet (Aipom) itu mendesak supaya pemerintah menjadikan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina) sebagai satwa yang dilindungi.
ADVERTISEMENT
Salah satu relawan Aipom, Wanggi, mengatakan bahwa desakan kepada pemerintah untuk menjadikan monyet dan beruk sebagai satwa dilindungi karena makin maraknya eksploitasi terhadap dua satwa tersebut, mulai dari perburuan, perdagangan, menjadikannya sebagai hewan peliharaan, hingga penggunaan sebagai objek penelitian biomedis.
Eksploitasi itu juga telah mengakibatkan populasi monyet ekor panjang menurun hingga 40 persen hanya dalam empat dekade. Imbasnya, organisasi konservasi internasional (IUCN) telah menaikkan status monyet dari rentan menjadi terancam punah pada awal 2022 silam.
Yogya menurut Wanggi juga menjadi salah satu daerah dengan kasus eksploitasi monyet yang cukup tinggi. Terlebih dengan semakin banyaknya konflik yang terjadi antara monyet ekor panjang dengan masyarakat terutama di Kabupaten Gunungkidul.
“Yang paling ramai kan kekerasan yang dilakukan saat penangkapan monyet di Gunungkidul pada tahun 2021 untuk dijadikan objek penelitian biomedis, itu sampai disoroti oleh dunia internasional,” kata Wanggi, Selasa (31/1).
Salah satu relawan Aipom yang melakukan aksi teatrikal pada Hari Primata Nasional di Tugu Pal Putih Yogya. Foto: Widi RH Pradana
Wanggi juga mengungkapkan alasan mereka menolak menjadikan monyet dan beruk sebagai objek penelitian biomedis karena monyet-monyet yang jadi objek penelitian tidak diperhatikan kesejahteraannya. Menurut dia banyak monyet yang mendapat siksaan tidak langsung, seperti disuntik dengan zat kimia yang mengakibatkan kerusakan pada organ tubuhnya hingga mengakibatkan kematian.
ADVERTISEMENT
“Itu mengapa kami menolak monyet dan beruk dijadikan sebagai objek penelitian. Harus ada opsi lain, jangan hanya demi kepentingan manusia tapi kita mengorbankan mereka,” ujarnya.
Dijadikannya monyet sebagai objek penelitian biomedis memang sedang menjadi isu hangat di tengah para pembela satwa. Meski dalam dua tahun terakhir pemerintah Indonesia tidak mengeluarkan kuota tangkap monyet dan beruk di alam liar untuk kepentingan biomedis, namun tanpa dijadikannya monyet dan beruk sebagai satwa dilindungi maka belum ada jaminan ke depan monyet tidak dieksploitasi lagi.
“Dengan dijadikannya monyet dan beruk sebagai satwa dilindungi, maka perlindungannya akan lebih mudah karena dilindungi undang-undang, sehingga orang yang melakukan eksploitasi bisa dijerat hukum. Tapi tanpa ada perlindungan, maka posisi mereka jadi sangat rentan,” kata Wanggi.
ADVERTISEMENT