Konten Media Partner

Perlu Langkah Konkret Integrasi Teknologi dan Budaya untuk Hapus Mental Korup

4 November 2024 20:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pegawai Komdigi yang ditangkap terkait dengan kasus judi online di Bekasi pada Jumat (1/11).  Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pegawai Komdigi yang ditangkap terkait dengan kasus judi online di Bekasi pada Jumat (1/11). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Penangkapan pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang diduga melindungi situs judi online mengejutkan publik. Judi online telah menjadi masalah besar, menyebabkan banyak kasus kekerasan, bahkan bunuh diri.
ADVERTISEMENT
“Ironis, aparatur yang harusnya memberantas konten ilegal malah diduga melindungi situs yang merusak masyarakat,” ungkap pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho dalam rilis pers yang diterima redaksi Senin (4/11).
Hardjuno menyebut, kasus ini menjadi bukti mental korup yang masih mengakar di birokrasi Indonesia. Menurutnya, perlu adanya pembenahan besar dalam etika dan budaya kerja di lingkungan pemerintah untuk mengatasi masalah ini. “Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan publik,” tegas Hardjuno.
Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
Ia menilai, lemahnya pengawasan internal di Kemenkominfo memungkinkan adanya penyimpangan seperti ini. Untuk mencegah kejadian serupa, Hardjuno mengusulkan penggunaan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dapat memantau aktivitas internal secara otomatis. “Dengan teknologi, aktivitas mencurigakan dapat terdeteksi sejak dini, sehingga penyalahgunaan kekuasaan lebih sulit dilakukan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ia menyarankan adanya mekanisme pelaporan yang aman bagi pegawai dan publik. “Pegawai dan masyarakat harus memiliki saluran aman untuk melaporkan pelanggaran tanpa takut konsekuensi negatif,” tambah Hardjuno, menekankan pentingnya keterbukaan dalam pengawasan.
Lebih lanjut, Hardjuno menilai bahwa penguatan etika kerja dan pelatihan anti-korupsi perlu dilakukan secara berkelanjutan. “Membangun karakter pegawai yang anti-korupsi memerlukan edukasi dan penerapan teknologi yang transparan,” paparnya.
Menurut Hardjuno, ke depan, tantangan terbesar adalah mengubah budaya kerja di kementerian menjadi lebih transparan dan akuntabel. “Indonesia memerlukan birokrasi yang bersih dan berintegritas untuk menjamin pelayanan publik yang berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan pribadi.”