Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Petani Itu Sekolahnya di Ladang, Kalau Pemimpin (Nasional) Sekolahnya di Wadas
4 Juni 2023 18:43 WIB
·
waktu baca 8 menitADVERTISEMENT
Ada evaluasi bersama yang intinya, kalau petani itu sekolahnya di ladang, kalau pemimpin ya sekolahnya di Wadas.
Fuad Rofiq, 30-an tahun, mengaku sebagai kelompok kedua dari warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang akhirnya menerima penambangan quary di desa mereka untuk kebutuhan pembangunan bendungan Bener.
ADVERTISEMENT
Mula-mula, semua warga Wadas satu padu menolak penambangan sebab pendekatan yang dilakukan pemerintah, menurut Rofiq, tidak ada kulonuwun dan tidak ada penjelasan soal Undang-undang tentang Proyek Strategi Nasional (PSN) terkait pembangunan bendungan dan penambangan quarry batu andesit di desa mereka.
“Sampai kemudian chaos pada 8 Februari 2022 itu dengan pengepungan, ribuan aparat itu, (kami) dikepung. Paska chaos ini, saya akui muncul 3 kelompok di Wadas, nah saya kelompok kedua,” kata Rofiq, di sela Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Optimalisasi Koperasi untuk Penanggulangan Kemiskinan" di Hotel Manohara, Magelang, Kamis (25/5), pekan lalu.
Kelompok pertama adalah kelompok yang sedari awal menerima proyek bendungan Bener dan penambangan batu andesit. Rofiq menerangkan kelompok pertama ini didominasi oleh para pemilik tanah di Desa Wadas namun tinggalnya di luar Desa Wadas.
ADVERTISEMENT
Rofiq menjadi kelompok kedua yang tak lama paska kejadian pengepungan menjadi kelompok kedua, yakni dari semula menolak kemudian menjadi menerima. Kelompok ketiga adalah kelompok yang masih kukuh menolak penambangan.
Rofiq menggambarkan perubahan sikapnya bersama puluhan warga lainnya dimulai dengan sejumlah rapat yang membahas perkembangan situasi. Termasuk syarat-syarat yang harus dipenuhi pemerintah untuk membebaskan lahan milik mereka di luar uang ganti rugi (UGR).
“Situasinya sebenarnya warga yang menolak tahu jika 50 persen warga sudah menerima. Jadi kami realistis, ini Proyek Strategis Nasional (PSN) yang susah untuk dicabut. Tapi sekaligus kami menuntut pemerintah untuk bekerja dengan benar memikirkan masyarakatnya,” jelas Rofiq.
Dari total 114 hektar lahan yang akan dibebaskan, menurut informasi dari warga yang diterima Rofiq, masih ada sebesar 20-an hektar yang pembebasannya ditolak oleh warga. Luasan lahan itu terdiri dari 617 bidang lahan atau kepemilikan yang diklaim pemerintah sebelum terjadinya bentrok, warga di 346 bidang sudah menerima, 113 menolak, dan sisanya belum memutuskan.
ADVERTISEMENT
“Setelah gelombang kelompok kedua menerima lalu kemudian disusul kelompok ketiga yang menerima. Dan masih ada kelompok keempat yang sampai sekarang masih menolak, kabarnya sekitar 20-an hektar,” kata Rofiq.
Koperasi di Greenbelt di Kecamatan Kepil, Wonosobo
Mengutip keterangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak (SO) sebagai pengelola bendungan, Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener membutuhkan pengadaan lahan dengan total luasan 592,08 hektare. Lahan itu terletak di dua Kabupaten, tiga kecamatan, dan 11 desa. Rinciannya, 3.096 bidang tanah masuk wilayah Purworejo dan 1.210 bidang lainnya di Kabupaten Wonosobo.
Di Kabupaten Purworejo sebanyak dua kecamatan yakni Bener dan Gebang. Dari dua kecamatan itu, sebanyak tujuh desa diantaranya berada di Kecamatan Bener yakni, Wadas, Bener, Karangsari, Kedungloteng, Nglaris, Limbangan, dan Guntur. Sementara itu di Kecamatan Gebang hanya satu desa yang terdampak yakni Desa Kemiri.
ADVERTISEMENT
Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo terdampak proyek ini karena digunakan sebagai tambang quarry batu andesit yang diperuntukkan bagi pembangunan tapak atau landasan bendungan.
Kemudian di Kabupaten Wonosobo ada satu kecamatan yakni Kepil, dengan tiga desa yang terdampak. Ketiga desa itu adalah, Gadingrejo, Bener, dan Burat.
Berbeda dengan peristiwa penolakan warga di Wadas, pembebasan lahan di Wonosoba relatif berjalan dengan lancar.
Ada sekitar 600 warga pemilik total 1.010 hektar lahan yang dibebaskan untuk sabuk hijau (greenbelt/area resapan) dan 300-an lagi petani penggarap (tidak memiliki lahan) yang terdampak pembebasan lahan tersebut.
Berada di hulu Sungai Bogowonto yang merupakan aliran sungai utama bagi Bendungan Bener, warga 3 desa di Kecamatan Kepil sedari awal memberikan syarat utama pembebasan lahan yakni keterlibatan warga dalam pengelolaan kawasan paska pembebasan lahan.
ADVERTISEMENT
“Gubernur Jateng Pak Ganjar Pranowo ternyata memenuhi prasyarat dari kami. Lahan yang sudah dibebaskan diberikan lagi pada kami untuk dikelola. Kami sempat bingung juga. Termangu-mangu. Bagaimana mengelola lahan yang diberikan ini?,” kata salah satu pengurus Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto, Aufa Mujtahid, ditemui di sela acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Optimalisasi Koperasi untuk Penanggulangan Kemiskinan di Hotel Manohara, Magelang, Kamis (25/5), pekan lalu.
Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto diresmikan pada 11 Juni 2022 sebagai lembaga yang berhubungan dengan BBWS SO untuk melakukan penandatanganan pengelolaan kawasan Greenbelt.
Saat itu, dalam peresmian, Ganjar mengatakan,”kerja sama dengan BBWS harus detil. Ini bukan cerita iba, tapi dilibatkan secara profesional. Mereka mengelola kawasan greenbelt ini, siapkan design pengelolaan yang profesional, libatkan perguruan tinggi untuk jadi yang diinginkan. Apakah menjadi destinasi wisata dengan beragam produk turunannya. Kami siap bantu.”
ADVERTISEMENT
Di acara FGD di Hotel Manohara yang dihadiri warga Purworejo dan Wonosobo serta Ganjar Pranowo, perwakilan dari BBWS SO, Dinas Koperasi Kabupaten Wonosobo dan Purworejo, dan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Aufa meminta pendampingan lebih intensif agar koperasi benar-benar bisa memanfaatkan lahan Greenbelt sebagai lahan yang produktif bagi warga.
“Masyarakat memang pegang uang tapi uang kalau tidak dikelola akan habis. Dan ada buruh tani yang butuh pekerjaan. Jadi koperasi ini nanti benar-benar didampingi dari mulai budidaya buah misalnya sampai pengelolaan paska panen dan penjualannya agar bisa jadi contoh nasional juga,” papar Aufa.
Aufa menjelaskan, hak kelola atas perjanjian kerjasama BBWS SO dengan warga terdampak PSN Bendungan Bener ini merupakan suatu berkah, akan tetapi di satu sisi ini menjadi satu tantangan bagi warga, yakni bagaimana warga yang ada di Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto dalam hal ini sebagai warga terdampak Bendungan bener ini punya tanggung jawab yang lebih untuk bisa menjalankan kelembagaan koperasi dengan tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
“Saya kira diskusi hari ini, dari yang sudah saya diskusikan panjang lebar di sini, goalnya adalah bagaimana nanti pemerintah dalam mendampingi Koperasi ini betul-betul bisa berjalan sesuai apa yang dicita-citakan bersama,” kata Aufa.
Tebing Breksi di Ex Tambang Quary
Dalam FGD tersebut juga terungkap bahwa ex tambang quarry batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo juga akan dikembalikan ke warga untuk dikelola.
Dari total 114 hektar lahan yang dibebaskan untuk Quarry, 64 hektar akan ditambang dengan kedalaman maksimal 60 persen dari total kandungan andesit dan ada 50 hektar yang tidak ditambang.
Lahan yang tidak ditambang dijanjikan BBWS bisa digunakan untuk agro wisata dan yang ditambang bisa mencontoh pembangunan wisata ex tambang seperti di Tebing Breksi, Prambanan, Sleman, DIY.
ADVERTISEMENT
“Dan semuanya tidak ada bagi hasil. Semua diserahkan pada masyarakat,” kata perwakilan dari BBWS-SO, Andi Arwik, saat menjadi salah satu pembicara di FGD tersebut.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Wakil Presiden, Imam Azis, yang sejak awal mendorong resolusi konflik di Desa Wadas mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh BBWS SO sudah mulai mendekati apa yang diharapkan masyarakat.
“Tadi gambaranya sudah jelas untuk wisata, tapi Warga Wadas nambahi Agro Wisata yang di situ sudah ada pohon-pohon, buah-buahan, lalu ada embung yang bisa mengairi sekitarnya juga untuk wisata air. Menurut saya sudah agak lumayan jelas, ya tinggal nanti bagaimana mekanisme yang dilakukan BBWS SO di Kepil, Wonosobo, itu juga bisa diterapkan di Wadas, yaitu Hak Pengelolaan Lahan,” papar Imam Aziz, di sela FGD.
Mengenai bentuk pelembagaan di Wadas, Imam Aziz mengatakan bisa apa saja dan tidak musti koperasi karena bisa juga berbentuk BUMDes dan yang paling penting apapun bentuknya, dalam sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN), masyarakat masih bisa ikut memiliki tidak hanya secara fisik tapi juga kultur, ekonomi, dan budayanya.
ADVERTISEMENT
“Dengan begini, Wadas menurut saya adalah satu-satunya proyek nasional yang berhasil membuka dialog yang produktif, Sehingga proyek berhasil, masyarakat juga mendapatkan manfaat dari proyek itu.”
Lebih jauh, bagi Imam Aziz, model penyelesaian konflik di pembangunan Bendungan Bener oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bisa menjadi prototipe pembangunan pada masa yang akan datang.
“Inilah yang menjadi pemikiran bahwa untuk ke depan model ini dapat di insert ke dalam peraturan. Jadi pemerintah mewajibkan dirinya sendiri agar dalam setiap proyek masyarakat terlibat secara aktif dan mendapat manfaat meski itu bukan tujuan dari proyek itu, tapi manfaat yang diperoleh masyarakat itu bisa sangat banyak tanpa mengganggu proyek itu sendiri, ini luar biasa, win win solution,” papar Imam Aziz.
Bagi warga Wadas yang menyebut dirinya sebagai kelompok kedua warga Wadas, Fuad Rofiq, Wadas kini telah menjadi salah satu titik atau desa yang mendapat perhatian publik secara nasional karena peristiwa pengepungan oleh polisi pada 8 Februari 2022 sempat viral. Dan menurutnya, dari 1001 cerita di Wadas, selalu ada hikmah, sebab berdasar keyakinannya, hikmah adalah harta yang hilang dari orang mukmin.
ADVERTISEMENT
“Makanya hikmah harus selalu dicari. Hari ini kita sedang mengikuti FGD yang diadakan oleh Kyai Imam Aziz selaku Stafsus Wapres.”
“Ada evaluasi bersama yang menurut saya intinya, kalau petani itu sekolahnya di ladang, kalau pemimpin nasional ya sekolahnya di Wadas. Artinya, apa yang terjadi di Wadas harus jadi evaluasi bersama dan solusinya musti jadi contoh nasional, jadi role model proyek strategis nasional,” kata Fuad Rofiq.