Konten Media Partner

Petani: Penghasilan Petani di DIY Cuma Cukup Penuhi 20 Persen Kebutuhan Hidup

21 Oktober 2023 18:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani di DIY sedang memanen padi. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Petani di DIY sedang memanen padi. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penghasilan petani di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ternyata belum bisa mencukupi kebutuhan petani, baik untuk biaya produksinya maupun untuk konsumsi rumah tangganya.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh petani yang juga pendiri Sekolah Tani Muda (Sekti Muda), Qomarun Najmi.
Ia mengatakan bahwa dengan rata-rata luas lahan pertanian yang digarap petani di DIY antara 2.000 sampai 3.000 meter persegi, hasilnya hanya cukup untuk memenuhi 20 persen dari kebutuhannya.
"Lahan kita rata-rata hanya 2.000 sampai 3.000 meter, rata-rata petani bisa memenuhi 20 persen dari kebutuhan dia," kata Qomarun Najmi saat dihubungi Pandangan Jogja, Selasa (17/10) kemarin.
Sementara untuk memenuhi 80 persen kebutuhannya, petani di DIY harus mencari pekerjaan lain.
"Kita mesti harus punya pekerjaan yang lain untuk bisa memenuhi kebutuhan kita, apapun itu, ada yang di proyek bangunan, tukang ojek, macam-macam," jelasnya.
Pendiri Sekolah Tani Muda (Sekti Muda), Qomarun Najmi. Foto: Dok. Istimewa
Dari segi harga, harga jual produk pertanian di DIY sebenarnya cukup bagus. Sebab, jarak antara petani dan pasar sangat dekat, nyaris tak berjarak.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi masalah adalah di wilayah produksi. Selama ini, biaya produksi pertanian di wilayah DIY menurutnya memang cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain.
"Biaya produksi untuk kita yang di Jogja memang lebih mahal dari sisi tenaga kerja, kemudian sewa lahan, itu memang lebih mahal, itu yang jadi pembeda dengan teman-teman di daerah lain," ujarnya.
Ongkos tenaga kerja misalnya, rata-rata upah tenaga kerja pertanian di DIY saat ini di kisaran Rp 100 ribu per hari. Tak cuma itu, petani juga masih harus mengirimkan makan, minum, dan rokok kepada pekerja.
"Di sekitar Jogja kisarannya juga Rp 100 ribu sehari, tapi sudah enggak ngirim makan dan rokok," kata dia.
Salah satu bidang sawah yang ada di DIY. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Tapi, yang paling mahal dan berat buat petani adalah biaya sewa lahan yang lebih mahal dari daerah lain di sekitarnya. Untuk sewa lahan, rata-rata di DIY kini biayanya sekitar Rp 15 juta sampai Rp 25 juta per hektare per tahun, tergantung pada kondisi dan lokasinya.
ADVERTISEMENT
Dengan biaya sewa sebesar ini, sewa lahan memakan biaya produksi terbesar dalam usaha pertanian di DIY.
Di DIY sebenarnya ada tanah-tanah milik Kasultanan ataupun Tanah Kas Desa (TKD) yang bisa dimanfaatkan petani dengan harga sewa yang lebih murah. Namun untuk mengakses tanah-tanah tersebut juga tidak gampang.
"Harus mengurus izin buat kekancingan, banyak banget lah yang harus dilalui, sedangkan petani kita kan kebanyakan sudah berumur jadi sulit juga untuk ngurus-ngurus izin itu," kata dia.
Najmi khawatir, jika kondisi ini tak menjadi perhatian pemerintah maka akan semakin sedikit masyarakat yang mau jadi petani. Apalagi lahan pertanian di DIY yang sudah sempit masih terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun, yang tentu akan membuat ongkos sewa lahan pertanian semakin mahal.
ADVERTISEMENT
"Petani itu kan pelaku usaha utama untuk produksi pangan, sedangkan pangan menjadi kebutuhan pokok kita. Kalau pelaku usaha utama ini tidak kita beri perhatian khusus, kita khawatir orang enggak tertarik untuk menjadi petani lagi," ujar Qomarun Najmi.