Konten Media Partner

PHRI DIY: 40 Persen Reservasi Hotel di Jogja Dibatalkan Imbas Efisiensi APBN

31 Januari 2025 16:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kamar hotel. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kamar hotel. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY menyatakan bahwa kebijakan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD berdampak pada sektor perhotelan dan restoran.
ADVERTISEMENT
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengatakan kebijakan yang membatasi perjalanan dinas serta penyelenggaraan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) ini telah menyebabkan 40 persen reservasi hotel dari pemerintah untuk tahun 2025 dibatalkan.
“Inpres Nomor 1/2025 sangat bikin ketar-ketir kita. PAD terdampak akan ada penurunan dari pajak hotel dan resto itu sekitar 45 persen mengisi okupansi kita,” kata Deddy dihubungi Pandangan Jogja, Kamis (30/1).
“Setelah ada Inpres tersebut, pembatalan reservasi dari pemerintahan di tahun 2025 ini ada sekitar 40 persen, yang masih sisa dari swasta saja sekitar 5 sampai 15 persen,” tambahnya.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono. Foto: ES Putra/Pandangan Jogja
Menurutnya, mengubah segmen pasar bukan hal yang mudah. Jika pemerintah mengharapkan pelaku usaha hotel dan restoran menyesuaikan diri, mereka memerlukan waktu dan investasi besar.
ADVERTISEMENT
“Bila kita harus merubah segmen pasar tidak semudah pemerintah mengeluarkan Inpres tersebut karena kita merubah infrastruktur hotel/resto (ruang rapat) jadi kamar atau yang lainnya. Itu butuh waktu lama serta biaya yang tinggi,” tegasnya.
Saat ini, Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI telah mengirimkan surat ke Presiden dan kementerian terkait untuk meminta kebijakan ini ditinjau kembali. Namun, hingga saat ini mereka belum menerima tanggapan dari pemerintah.
“Kita berharap kebijakan ini bisa ditinjau kembali. Kami melalui BPP PHRI sudah mengirim surat ke Presiden dan kementerian terkait tentang hal ini, tapi di saat ini belum ada tanggapan,” ujar Deddy.
Selain industri perhotelan dan restoran, kebijakan ini juga berdampak pada sektor ekonomi lainnya, termasuk UMKM, event organizer (EO), agen perjalanan, serta pemasok barang di sektor pertanian dan peternakan.
ADVERTISEMENT
“Mata rantai kita banyak ada UMKM, EO, travel agen, supplier yang otomatis ada di peternakan, pertanian, dan lain-lain serta ancaman PHK,” kata Deddy.