Konten Media Partner

Ponpes di Jogja Ini Olah Sampah Jadi Biogas, Tak Lagi Bayar Rp12 Juta tiap Bulan

16 September 2025 15:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Konten Media Partner
Ponpes di Jogja Ini Olah Sampah Jadi Biogas, Tak Lagi Bayar Rp12 Juta tiap Bulan
Ponpes Ali Maksum Krapyak, dulu harus bayar Rp12 juta per bulan untuk membuang sampah ke TPA. Kini, mereka sudah mengolah sampahnya sendiri, salah satunya jadi biogas. #publisherstory #pandanganjogja
Pandangan Jogja
Santri Ponpes Ali Maksum Krapyak, Bantul, DIY, saat mengolah sampah organik menjadi biogas. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Santri Ponpes Ali Maksum Krapyak, Bantul, DIY, saat mengolah sampah organik menjadi biogas. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dulu harus mengeluarkan biaya hingga Rp12 juta setiap kali membuang sampah ke TPST Piyungan setiap bulan. Kini, para santrinya menemukan solusi dengan memilah dan mengolah sampah organik menjadi biogas yang bisa digunakan untuk memasak di dapur pondok.
ADVERTISEMENT
Rino, salah satu santri penggerak komunitas Krapyak Peduli Sampah, mengatakan beban biaya besar itu mendorong mereka mencari jalan keluar.
“Setiap bulan, sampah kami diambil ke Piyungan pakai truk kuning. Biayanya sekitar Rp12 juta sekali angkut. Saya dan teman-teman mikir, kalau begini terus enggak akan ada yang berubah,” kata Rino saat dihubungi Pandangan Jogja, Senin (15/9).
Santri Ponpes Ali Maksum Krapyak, Bantul, DIY, saat mengolah sampah organik menjadi biogas. Foto: Dok. Istimewa
Kesadaran itu muncul pada Juli 2023 ketika Yogyakarta dilanda krisis sampah. Sejumlah santri mulai memilah sampah di kompleks sekolah dan asrama. Dukungan datang dari Pemerintah Kalurahan Panggungharjo yang mengalokasikan dana Rp143 juta pada Oktober 2023 untuk membangun mesin biodigester.
“Akhirnya kami menemukan solusi, mesin biodigester yang bisa mengubah sampah organik jadi biogas. Dana Rp143 juta dari kelurahan turun tanggal 2 Oktober 2023 untuk membangun mesin itu,” jelas Rino.
Santri Ponpes Ali Maksum Krapyak, Bantul, DIY, saat mengolah sampah. Foto: Dok. Istimewa
Sejak saat itu, sampah organik pondok tidak lagi dibuang ke Piyungan, melainkan diolah di Patmasuri, basecamp utama Krapyak Peduli Sampah. Setiap hari, rata-rata 80 kilogram sampah organik digiling dan dimasukkan ke biodigester. Dari proses ini, ada tiga produk utama: biogas untuk memasak, limbah cair sebagai pupuk alami, dan sisa padatan untuk campuran media tanam.
ADVERTISEMENT
“Kalau sampah organik terus masuk dan kami olah, kompor bisa menyala terus. Kemarin bahkan sudah seminggu penuh kompor nyala tanpa mati,” ujar Rino.
Dengan cara ini, pondok tidak hanya terbebas dari biaya angkut sampah, tetapi juga bisa mengurangi pemakaian LPG. “Sekitar separuh kebutuhan dapur sudah bisa ditutup pakai biogas. Karena dapur ada dua, yang selatan pakai biogas, yang utara masih LPG,” jelasnya.
Kompor gas berbahan biogas di dapur Ponpes Ali Maksum, Krapyak, Bantul. Foto: Dok. Istimewa
Pemanfaatan biogas saat ini memang masih terbatas di internal pondok. Namun tim santri sedang menguji coba jaringan pipa sederhana untuk menyalurkan biogas ke rumah warga sekitar.
Program ini juga membuat santri Krapyak dipercaya menjadi motor penggerak kebersihan di pesantren-pesantren lain di DIY, bahkan sempat diundang dalam forum pembahasan Raperda Sampah di Yogyakarta bersama GKR Hemas.
ADVERTISEMENT
Awalnya hanya digerakkan tiga orang, kini Krapyak Peduli Sampah melibatkan sekitar 30 santri. Selain mengolah sampah organik jadi biogas dan produk lain, para santri juga memilah sampah-sampah anorganik yang memiliki nilai jual.