PPNI Yogya soal RUU Kesehatan: Tambah Nakes Bukan dengan Pangkas Prosesnya

Konten Media Partner
9 Mei 2023 10:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ribuan tenaga kesehatan yang tergabung ke dalam sejumlah organisasi profesi kesehatan melakukan aksi damai penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan, di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (8/5). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ribuan tenaga kesehatan yang tergabung ke dalam sejumlah organisasi profesi kesehatan melakukan aksi damai penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan, di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (8/5). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Yogyakarta ikut menolak pengesahan draf RUU Kesehatan yang merupakan bagian dari Omnibus Law. PPNI Yogya, dan sejumlah organisasi kesehatan di Kota Yogya bahkan ikut mengirim dua bus kontingen untuk ikut demonstrasi menolak RUU Kesehatan di Jakarta pada Senin (8/5).
ADVERTISEMENT
Ketua PPNI Kota Yogya, Subworo Hadi, mengatakan bahwa ada sejumlah poin yang masih bermasalah dalam draf RUU Kesehatan, namun terus dipaksakan untuk segera disahkan di DPR. Misalnya terkait dengan nakes fungsional seperti dokter, perawat, bidan, atau apoteker yang tidak harus memperpanjang Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) yang saat ini harus terus diperpanjang dan diperbarui tiap lima tahun sekali.
Woro mengatakan, cara itu memang akan memudahkan nakes untuk praktik dan dapat menggenjot jumlah nakes di Indonesia. Namun dengan memangkas proses-proses tersebut, dia khawatir nantinya kualitas nakes di Indonesia akan menurun.
“Kalau mau memperbanyak jumlah nakes, caranya ya bukan dengan memangkas prosesnya, mungkin jumlah nakes kita akan bertambah, tapi bagaimana dengan kualitasnya? Yang jadi korban nanti adalah masyarakat yang dilayani oleh nakes yang tidak kompeten,” kata Subworo Hadi saat dihubungi, Senin (8/5).
Ribuan tenaga kesehatan yang tergabung ke dalam sejumlah organisasi profesi kesehatan melakukan aksi damai penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan, di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (8/5). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Woro menjelaskan bahwa pembaruan STR dan SIP merupakan cara untuk menjaga kualitas nakes supaya tetap sesuai standar. Nantinya, dalam proses perpanjangan STR dan SIP itu, para nakes akan diminta untuk mengikuti berbagai seminar supaya para nakes bisa mengikuti ilmu dan teknologi yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT
“Ada proses update ilmu, karena kita tahu ilmu pengetahuan saat ini berkembang sangat pesat, termasuk di dunia kesehatan,” ujarnya.
Woro menegaskan, bahwa untuk menggenjot jumlah nakes, maka caranya bukanlah dengan memangkas proses-proses tersebut yang akhirnya malah akan mengorbankan sisi kualitasnya. Memang, di sejumlah profesi, proses perpanjangan STR dan SIP ini kerap memakan biaya yang cukup besar. Hal inilah yang sering dikeluhkan dan jadi kendala para nakes untuk membuka praktik.
Masalah inilah yang menurut Woro harus diselesaikan oleh pemerintah. Pemerintah menurut dia mesti mengawasi tiap organisasi profesi agar tidak menarik biaya terlalu tinggi dalam proses pengurusan STR dan SIP tersebut.
“Itu yang harusnya diluruskan, diatur, diberi standar alur, SOP, atau mungkin peraturan. Kalau ada yang melanggar, ya diberi sanksi, bukan kemudian malah dipangkas pangkalnya,” tegas Subworo Hadi.
ADVERTISEMENT