Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Profesor Tata Kota UGM: di Depan Dunia Saya Bangga Jogja Punya Sumbu Filosofi
20 September 2023 13:22 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Guru Besar bidang Ilmu Perencanaan Kota Universitas Gadjah Mada (UGM), Bakti Setiawan, sangat gembira mendengar kabar ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada Senin (18/9).
ADVERTISEMENT
“Sejak dulu saya memang mendukung Sumbu Filosofi dinominasikan sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO,” kata Bakti Setiawan saat ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (19/9).
Bobi, sapaan akrabnya, bukan hanya guru besar di bidang perencanaan kota. Dia saat ini juga menjabat sebagai Presiden Asosiasi Sekolah Perencanaan se-Asia sekaligus Komite Eksekutif Asosiasi Sekolah Perencanaan se-Dunia. Di lingkup daerah, saat ini dia menjabat sebagai Ketua Dewan Kebudayaan DIY.
Dengan ditetapkannya sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, kini dia bisa semakin membanggakan Sumbu Filosofi Yogya yang dirancang oleh Pangeran Mangkubumi di hadapan dunia.
“Saya bangga ketika bertemu dengan seluruh member sekolah perencanaan se-Asia, saya bisa bangga mengatakan, aku presidenmu, dan aku punya kasus Yogyakarta contoh penataan kota yang skalanya dunia, di dunia pun juga begitu,” ujarnya.
Sumbu Filosofi juga menjadi bukti bahwa perencanaan kota di Yogyakarta sebenarnya sudah memiliki perencanaan kota yang sangat canggih. Sumbu Filosofi ini dirancang oleh Raja pertama Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Pangeran Mangkubumi pada tahun 1755 dengan mengusung konsep hamemayu hayuning bawana: memperindah dunia yang sudah indah.
ADVERTISEMENT
“Sementara orang-orang Barat punya tata kota baru di akhir abad 19 atau awal abad 20 dengan munculnya beberapa konsep seperti garden city, smart city, eco city, green city, dengan model urban planning,” kata dia.
Pangeran Mangkubumi saat merancang Kasultanan Yogyakarta pada 1755 menurutnya sudah menerapkan apa yang belum lama oleh Barat agung-agungkan sebagai konsep tata kota yang ideal.
“Kota ini ditata dengan inti bahwa semuanya tentang perjalanan manusia sejak lahir sampai menjadi manusia mulia. Seluruh konsepnya supaya manusia ingat dilahirkan untuk apa dan akan kembali ke mana,” ujar Bakti Setiawan.