Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
PUKAT UGM: Kasus Firli Bisa Jadi Pelanggaran Pimpinan KPK Terberat dalam Sejarah
11 April 2023 18:12 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Sejumlah mantan pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta aktivis antikorupsi melakukan demonstrasi di depan Gedung Merah Putih KPK pada Senin (10/4). Mereka mendesak supaya Ketua KPK, Firli Bahuri, dicopot dari jabatannya setelah diduga membocorkan dokumen hasil penyelidikan di Kementerian ESDM.
ADVERTISEMENT
Sejumlah mantan pimpinan KPK yang hadir dalam demonstrasi tersebut di antaranya Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Saut Situmorang. Ada juga mantan pegawai KPK lain seperti Novel Baswedan, Aulia Postiera, M. Praswad Nugraha, Lakso Anindito, dan Roland Paul Sinval.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga ikut turun dalam aksi tersebut, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), Indonesia Memanggil (IM57+), Amnesty International Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan sejumlah LSM lain.
Menanggapi situasi KPK yang tengah bergejolak, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengatakan bahwa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Firli Bahuri merupakan kasus yang serius.
Menurutnya, jika dugaan tersebut benar terbukti, maka kasus ini akan menjadi pelanggaran paling berat yang dilakukan oleh pimpinan KPK sejak berdirinya KPK.
ADVERTISEMENT
“Iya (akan menjadi pelanggaran paling berat dalam sejarah KPK). Apalagi dugaan kebocoran hasil penyelidikan ini didukung oleh alat bukti yang sangat kuat berupa video pengakuan oleh salah seorang yang mengatakan memiliki dokumen tersebut dari orang lain, orang lain mendapatkannya dari Firli Bahuri,” kata Zaenur Rohman saat dihubungi, Selasa (11/4).
Zaenur mengatakan, masalah pembocoran hasil penyelidikan ini bukan hanya menyalahi kode etik KPK, tapi juga bisa menjadi kasus pidana. Apa yang diduga dilakukan oleh Firli menurutnya merupakan tindakan obstruction of justice atau kegiatan menghalang-halangi proses hukum yang melanggar Pasal 21 UU Tipikor.
Tindakan ini juga melanggar Pasal 6 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK jo. Pasal 65 UU Nomor 19 tahun 2019 karena telah menjalin komunikasi dengan pihak yang sedang berperkara.
ADVERTISEMENT
“Tindakan ini juga melanggar Undang-Undang Informasi Publik, karena informasi yang dikecualikan ternyata diberikan kepada pihak yang lain,” ujarnya.
Adanya potensi unsur pidana dalam kasus ini menurut Zaenur memungkinkan bagi penyidik dari Polri untuk menindaklanjuti dugaan tersebut. Sebab, kasus ini tidak termasuk delik aduan sehingga Polri bisa mulai mengumpulkan alat bukti untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
“Apakah optimis? Tidak. Karena selama ini hubungan KPK dan Polri itu dijaga sedemikian rupa dan tidak menunjukkan mengedepankan sisi profesionalitas, tapi lebih mengutamakan sisi hubungan harmonis antarlembaga,” kata Zaenur Rohman.