Punya Banyak Talent, Yogya Dinilai Berpotensi Jadi Kota Violin di Indonesia

Konten Media Partner
13 Maret 2023 18:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak pemain biola yang tergabung dalam Komunitas Biola Jogja saat mengisi acara Jogja Violin Festival 2023 di Tebing Breksi. Foto: Widi RH Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak pemain biola yang tergabung dalam Komunitas Biola Jogja saat mengisi acara Jogja Violin Festival 2023 di Tebing Breksi. Foto: Widi RH Pradana
ADVERTISEMENT
Yogya dinilai punya potensi yang besar untuk menjadi kota violin atau biola di Indonesia. Pasalnya, Yogya memiliki banyak sekali talenta muda yang berbakat untuk menjadi musisi-musisi biola andal.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh pendiri sekaligus guru biola di Komunitas Biola Jogja, Ucok Hutabarat. Dia mengatakan bahwa murid yang berada di bawah bimbingannya saat ini mencapai sekitar 350 orang dari usia anak sampai remaja.
“Anak-anak di Jogja sangat luar biasa. Peminatnya, semangatnya, keinginan untuk belajar biola itu keren-keren,” kata Ucok Hutabarat setelah mendampingi murid-muridnya tampil di Jogja Violin Festival 2023 di Tebing Breksi pada Sabtu (11/3) malam.
Besarnya minat anak-anak di Yogya pada biola juga didukung dengan banyaknya tempat-tempat belajar biola, dari yang berbayar sampai yang gratis seperti Komunitas Biola Jogja yang dijalankan Ucok.
“Di Jogja ini banyak banget, tempat-tempat belajar biola sangat banyak,” lanjutnya.
Guru biola dan pendiri Komunitas Biola Jogja, Ucok Hutabarat. Foto: Widi RH Pradana
DIbandingkan kota-kota lain di Indonesia, Yogya menurutnya memiliki energi positif untuk melakukan kerja-kerja kreatif termasuk biola. Hal itu salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya komunitas atau sanggar-sanggar yang memberikan pelatihan biola secara gratis. Hal inilah yang menurut dia tidak dimiliki oleh banyak kota lain di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Ada sesuatu yang spesial. Segala hal itu bisa, walaupun tidak money oriented. Kalau Jakarta money oriented pasti, semuanya harus pakai uang,” ujarnya.
Yang kurang dari Yogya menurut Ucok adalah minimnya ruang-ruang terbuka yang aman dan nyaman untuk belajar biola, terutama bagi anak-anak. Selama ini Ucok dan murid-muridnya seringkali memanfaatkan tempat-tempat seadanya untuk berlatih seperti halaman rumah.
Untungnya, ruang latihan seadanya tak jadi kendala serius anak-anak di Yogya karena tingginya semangat belajar yang mereka miliki.
“Memang kalau ada fasilitas itu akan semakin baik, yang penting ada tempat terbuka yang ramah dan aman untuk anak dan tidak bising saja. Kalau ruang-ruang tersebut tersedia, makin kuat bekal Jogja jadi kota violin, dan aku senang banget kalau Jogja menjadi kota violin,” kata Ucok Hutabarat.
Salah satu anak pemain biola yang tampil di Jogja Violin Festival 2023. Foto: Widi RH Pradana
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, mengatakan bahwa ekosistem violin di Yogya dikelola bersama antara Dinas Kebudayaan dengan pihak lain seperti Dinas Pendidikan yang ikut mengelola pendidikan non-formal mulai dari kursus, pelatihan, diklat, serta ekstrakurikuler biola yang disediakan beberapa sekolah di Yogya.
ADVERTISEMENT
“Para penggiat dan pelaku seni musik violin kemudian bergabung membentuk komunitas yang cukup banyak di Jogja, penyedia barang atau toko-toko alat musik violin juga lumayan tersedia di Jogja, ada sekitar 5 toko atau mungkin lebih,” kata Dian Laksmi saat dihubungi, Senin (13/3).
Dinas Kebudayaan dalam rangka mengelola bakat-bakat pemain violin muda di Yogya menurut Dian juga telah menyediakan kursus gratis seni musik di Taman Budaya Yogyakarta dalam Art for Children. Selain itu, pemerintah juga memberi ruang untuk mempresentasikan hasil belajar anak-anak melalui event-event di DIY maupun luar DIY.
Anak-anak pemain biola dari Komunitas Biola Jogja saat tampik di Jogja Violin Festival 2023. FotoL Widi RH Pradana
Terkait dengan keterbatasan ruang terbuka, hal itu menurut Dian memang menjadi kendala yang dialami DIY saat ini. Namun, proses latihan dan pembelajaran biola menurut dia bisa memanfaatkan ruang-ruang serbaguna milik pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Memang keterbatasan ruang menjadi masalah bersama, tapi bisa juga diatasi dengan berkomunikasi dan bekerja sama dengan ruang-ruang serba guna milik pemerintahan, atau lembaga pendidikan, bahkan milik masyarakat,” kata Dian Laksmi Pratiwi.
Hal sama juga disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo. Dia juga mengatakan bahwa anak-anak atau komunitas biola bisa memanfaatkan ruang-ruang milik pemerintah untuk latihan, misalnya balai-balai budaya yang dimiliki oleh tiap kalurahan.
“Kalau di sektor pariwisata sendiri kami ingin mengaktualisasikan latihan sekian lama ini untuk dipentaskan, apalagi kalau kemudian bisa diapresiasi oleh para wisatawan melalui berbagai event seperti Jogja Violin Festival,” kata Singgih Raharjo.