Rahasia Jogja yang Selalu Langganan Juara Balap Motocross

Konten Media Partner
29 Agustus 2021 14:13 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
“Rahasia Jogja itu mandiri, tidak bergantung pada bantuan pemerintah.” Irwan Ardiansyah, salah seorang living legend motocross Indonesia yang telah menyabet tujuh gelar nasional.
Erwin Ardiansyah. Foto: Widi Erha Pradana
Belasan pembalap motocross muda memacu sepeda motornya di sirkuit Sultan Agung, Bantul. Meski banyak di antara mereka masih anak-anak, bahkan ada yang masih berusia empat tahun, namun mereka sama sekali tak ragu untuk menarik gasnya. Tikungan tajam mereka sikat, table top juga mereka terjang hingga membuat mereka terbang di udara dalam beberapa detik.
ADVERTISEMENT
Suara mesin motor terus meraung. Sementara debu-debu berterbangan setiap dilalui para pembalap. Setelah beberapa lap memutari sirkuit sepanjang 1,3 kilometer itu, satu per satu dari mereka menepi ke pit stop untuk sejenak beristirahat. Raungan mesin motor yang cukup memekakan telinga, sesaat lenyap.
Dari belasan pembalap, ada satu orang yang sangat familiar dalam dunia motocross. Dia adalah Irwan Ardiansyah, salah seorang living legend motocross Indonesia yang telah menyabet tujuh gelar nasional. Dian, sapaan akrabnya, memang sudah sejak 2017 lalu pensiun sebagai seorang crosser profesional, tapi itu tak berarti membuatnya berhenti menggeber motor trailnya di lintasan sirkuit.
“Saya memang sudah pensiun, tapi masih tetap rutin latihan buat olahraga juga,” kata Irwan Ardiansyah sesaat setelah melepas helmnya, Selasa (24/8) sore.
ADVERTISEMENT
Meski sudah pensiun, tapi latihan bagi Ardiansyah, tetap menjadi sesuatu yang sangat penting. Sebab, saat ini dia memiliki puluhan anak didik yang memiliki mimpi untuk menjadi atlet motocross profesional dengan segudang prestasi sepertinya, atau bahkan bisa melebihi dirinya.
Apalagi zaman berjalan begitu cepat, pun dengan dunia balap motocross. Modal pernah jadi juara nasional, tak cukup untuk melahirkan calon-calon juara baru. Karena itu, sebagai pelatih dia juga mesti terus berlatih dan mengikuti semua perkembangan yang ada.
“Semuanya sudah berbeda dengan era saya. Beda total, dari karakter sirkuit, karakter motor, teknologi motor, tekniknya, semua beda, jadi kalau kita enggak belajar pasti ketinggalan,” ujarnya.
Karena selama pandemi ini sama sekali tak ada turnamen atau kejuaraan, hari-harinya dan anak-anak didiknya hanya diisi dengan latihan dan latihan. Jangan sampai keterampilan mereka nantinya menjadi tumpul karena tak pernah diasah. Sehingga nanti jika sudah ada kejuaraan lagi, mereka siap untuk kembali bertarung di lintasan sirkuit.
ADVERTISEMENT
“Sama sekali enggak ada kejuaraan, jadi kita fokus untuk latihan terus, benahi tekniknya, kita adakan simulasi balap,” ujar Dian.
Rahasia Jogja
Irwan Ardiansyah di atas motor trailnya sedang mencoba lintasan. Foto: Widi Erha Pradana
Sudah bertahun-tahun lamanya Jogja memang selalu memiliki prestasi cemerlang di dunia balap motor. Banyak sekali pembalap-pembalap motor ternama dengan segudang prestasi yang lahir dari Jogja. Selain memiliki Irwan Ardiansyah, Jogja juga punya Hendriansyah, Gupita Kresna, Sudarmono, dan Sigit PD.
Salah satu alasan selalu ada pembalap-pembalap baru berprestasi yang lahir dari Jogja tentu faktor turun temurun. Banyak pembalap-pembalap yang kemudian menurunkan bakatnya kepada sang anak, misalnya Ardiansyah yang juga mendidik kedua anaknya untuk meneruskan prestasinya.
Kendati demikian, faktor keturunan bukan satu-satunya alasan. Sebab, banyak juga pembalap-pembalap muda yang lahir tidak dari keluarga pembalap. Kunci kesuksesan lain menurut Ardiansyah adalah kemandirian klub-klub atau akademi yang ada di Jogja. Misalnya Ardiansyah dan rekan-rekannya yang membangun sirkuit Sultan Agung secara mandiri tanpa bantuan pemerintah, khususnya dalam hal materi.
ADVERTISEMENT
“Rahasia Jogja itu mandiri, tidak bergantung pada bantuan pemerintah,” ujarnya.
Kemandirian itu, justru membuat mereka semakin keras untuk berlatih. Karena jangan sampai semua pengorbanan yang dikeluarkan baik materi, tenaga, maupun waktu, sia-sia begitu saja. Sehingga secara tidak langsung memberikan semacam semangat untuk mereka.
Padahal, secara fasilitas tidak banyak sirkuit di Jogja yang memenuhi standar untuk latihan meliputi panjang dan lebar lintasan, desain lintasan, fasilitas penyiraman, dan sebagainya. Dan sirkuit Sultan Agung yang dibangun oleh Dian menjadi satu dari sedikit sirkuit yang telah memenuhi standar tersebut.
Kejayaan Jogja dalam dunia motocross juga tidak lepas dari pembalap-pembalap senior yang terus berusaha untuk melahirkan pembalap-pembalap muda baru untuk melanjutkan prestasi mereka.
“Banyak yang sudah pensiun kemudian menjadi pelatih atau membuka sekolah-sekolah balap,” kata Ardiansyah
ADVERTISEMENT
Dukungan Mekanik Andal
OM Gandhos. Foto: Widi Erha Pradana
Selain soal pendidikan pembalap-pembalap muda yang ada di Jogja sehingga terus melahirkan regenerasi pembalap berprestasi, atmosfer juara Jogja juga didukung oleh mekanik-mekanik andal. Tanpa mekanik-mekanik yang andal, maka sehebat apapun skill para crosser tidak akan optimal ketika bertanding di lintasan.
Mekanik motor balap senior, Om Gandhos, mengatakan saat ini cukup banyak mekanik andal yang ada di Jogja. Misalnya ada Ibnu Sambodo, Haris Sakti Prabowo, Widya Krida Laksana, serta Mitayanto SP. Merekalah orang-orang di balik layar yang berperan besar dalam prestasi-prestasi yang diraih oleh para pembalap Jogja.
“Tenaga mekanik dan pembalap itu dua hal yang tidak bisa dipisahkan,” ujar Om Gandhos.
Menjadi mekanik bukan hanya bertugas menyetel mesin motor supaya bisa melaju kencang. Mereka juga mesti bisa menyetel mesin yang sesuai dengan karakter pembalap, sehingga hasilnya bisa lebih optimal. Mekanik-mekanik inilah yang membuat kecepatan dan tenaga mesin motor bisa lebih optimal, meskipun dengan CC yang sama.
ADVERTISEMENT
Ada tiga bagian utama yang menjadi kunci motor bisa melaju lebih kencang, yakni sistem kompresi, bahan bakar, serta pengapian.
“Itu intinya, jadi kalau ketiganya bagus nanti semuanya bakal mengikuti,” ujarnya.
Mengingat pentingnya tenaga mekanik dalam dunia balap, maka regenerasi mekanik juga sama pentingnya dengan regenerasi atlet-atlet balap. Menurutnya, saat ini regenerasi tenaga mekanik di Jogja juga sudah cukup baik, apalagi sudah mulai banyak bengkel-bengkel untuk kursus mesin motor balap.
Butuh Dukungan Lebih Besar
Foto: Widi Erha Pradana
Meski selama ini telah menjadi kawah candradimukanya atlet balap, khususnya motocross, namun menurut Ardiansyah, Jogja tidak boleh puas begitu saja. Jangan sampai Jogja terlena dengan zona nyaman dan nama besar yang dimiliki saat ini. Pembinaan dan penyediaan fasilitas mesti terus diperbaiki sehingga bisa terus melahirkan atlet-atlet balap berprestasi.
ADVERTISEMENT
“Jika tidak dibina serius bahaya, karena daerah lain sudah latihan serius juga, latihannya juga bagus, sebagian malah sudah didukung pemerintah dalam penyediaan sirkuit untuk latihan,” kata Irwan Andriansyah.
Karena itu, dia juga berharap pemerintah DIY ikut berkontribusi dalam pembinaan atlet-atlet balap, khususnya dalam penyediaan fasilitas latihan seperti sirkuit yang standar. Sebab selama ini, sirkuit yang ada dibangun secara mandiri sehingga tidak banyak yang memenuhi standar.
Dalam proses pembangunan sirkuit motocross Sultan Agung, sebenarnya pemerintah DIY telah ikut membantu untuk urusan prosedur seperti kemudahan perizinan. Namun untuk biaya pembangunan maupun sewa lahan masih ditanggung secara mandiri.
Meski kemandirian para pelaku balapan profesional sangat besar, Ardiansyah selalu membayangkan adanya kolaborasi banyak pihak termasuk pemerintah untuk mekin membawa Jogja melahirkan top pembalap Indonesia bahkan dunia.
ADVERTISEMENT
Ia mengingatkan atlet-atlet balap Jogja telah banyak menyabet gelar juara dan mengharumkan nama DIY di tingkat nasional. Misalnya dalam PON, atlet balap Jogja hampir tak pernah absen dalam meraih medali emas.
“Cukup fasilitas olahraganya saja. Sirkuit kan enggak lebih mahal dari stadion sepak bola,” ujarnya.