Konten Media Partner

Rahasia Petani di Sleman, Bikin Modal Rp 2 Juta Jadi Rp 30 Juta dalam 6 Bulan

14 Desember 2022 19:55 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suyudi, petani asal Caturharjo yang menerima manfaat dari dana keistimewaan. Foto: Widi RH Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Suyudi, petani asal Caturharjo yang menerima manfaat dari dana keistimewaan. Foto: Widi RH Pradana
ADVERTISEMENT
Suyudi adalah satu dari sedikit petani yang masih bisa berjalan dengan kepala tegak di lahan cabai yang dia garap di Desa Caturharjo, Sleman. Musim hujan yang datang terlalu dini membuat sebagian besar petani di Caturharjo gigit jari. Tanaman mereka ludes terserang busuk batang.
ADVERTISEMENT
“Untung saya tanam cabai rawit, jadi lebih tahan. Kalau yang tanam cabai keriting, 80 persen itu gagal,” kata Suyudi saat ditemui di ladang cabainya, beberapa waktu lalu.
Tanaman cabainya memang belum siap panen. Umurnya baru menginjak 3 bulan. Jika semua berjalan sesuai rencana, sebentar lagi ya panen.
“Kalau harganya normal di angka Rp 30 ribuan, harusnya bisa dapat Rp 30 juta,” katanya berharap.
Suyudi saat menggarap kebun cabai yang digarap di tanah kas desa Caturharjo, Sleman. Foto: Widi RH Pradana
Suyudi menanam cabai di lahan seluas 1.500 meter. Lahan itu sebenarnya bukan lahan miliknya, dia sewa dari tanah kas desa dengan biaya Rp 750 ribu per tahun. Satu tahun, dia bisa panen dua kali. Musim tanam lalu, Suyud untung besar karena harga cabai sempat menyentuh angka Rp 80 ribu per kilogram. Sedikitnya, Rp 40 juta masuk ke kantongnya.
ADVERTISEMENT
Modal yang Suyudi keluarkan tak terlampau besar. Untuk menggarap lahan 1.500 meter, biaya yang diperlukan sekitar Rp 6 juta. Tapi tahun ini dia cukup mengeluarkan biaya Rp 2 juta.
“Kemarin dapat bantuan dari BKK (Bantuan Keuangan Khusus) danais (dana keistimewaan), jadi saya cuma nambahin kurangnya,” ujarnya.
Dari program itu, Suyudi mendapat bantuan berupa bibit, plastik mulsa, lanjaran, pupuk, dan berbagai jenis obat-obatan yang dibutuhkan untuk merawat tanaman cabai. Bantuan itu sebenarnya cukup untuk menggarap lahan seluas 1.000 meter. Tapi karena dia menggarap 1.500 meter lahan, maka sisanya harus dia tanggung sendiri.
“Jadi ngirit banyak banget. Kalau lahan 1.000 meter ya cuma tinggal modal tenaga,” kata Suyudi.

107 Hektar Tanah Kas Desa, Nyaris Semua Digarap Warga

Salah seorang petani di Kalurahan Caturharjo, Sleman, yang menggarap tanah kas desa sedang panen. Foto: Widi RH Pradana
Desa Caturharjo adalah satu dari tiga kalurahan di DIY yang mendapat sokongan BKK Dana Keistimewaan. Pemanfaatan tanah kas desa untuk memberdayakan petani setempat jadi alasan utama kenapa Caturharjo terpilih untuk mendapatkan bantuan Danais.
ADVERTISEMENT
Lurah Caturharjo, Agus Sutanto, mengatakan total ada sekitar 107 hektar tanah kas desa yang dimiliki Caturharjo.
“Semuanya sudah disewa untuk digarap petani,” kata Agus Sutanto.
Dengan rata-rata per orang menyewa tanah seluas 2.000 meter, maka ada 500 petani lebih yang kini menggarap tanah kas desa. Ongkos sewa yang murah memungkinkan masyarakat yang tak punya lahan, yang sebelumnya hanya menjadi buruh tani di lahan orang, kini bisa menyewa tanah kas desa untuk digarap sendiri.
“Banyak buruh tani yang dulu cuma kerja di lahan orang, terus dia sewa tanah kas desa sekarang dia malah sudah bisa beli tanah sendiri dan disewakan ke orang lain,” lanjutnya.
Karena tanah kas desa yang bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para petani itulah Caturharjo terpilih menjadi desa percontohan yang mendapatkan sokongan danais melalui program BKK. Total, tahun ini Caturharjo menerima bantuan danais sebesar Rp 154 juta.
ADVERTISEMENT
“Dana itu kita salurkan ke 49 petani dalam bentuk mulsa, pupuk, lanjaran, benih, dan sebagainya untuk membantu operasional mereka,” kata Agus Sutanto.

Ingin Buruh Tani Tak Miskin Lagi

Lurah Caturharjo, Sleman, Agus Sutanto. Foto: Widi RH Pradana
Penentuan petani yang menerima bantuan danais melewati proses yang ketat. Apalagi jumlah petani di Caturharjo ada sekitar 2.300 orang. Ada beberapa indikator yang digunakan oleh pemerintah desa saat menentukan nama-nama petani penerima bantuan danais.
Pertama, petani yang dipilih harus menggarap tanah kas desa.
“Karena program ini kan tujuannya memang bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan tanah kas desa untuk menekan angka kemiskinan,” kata Agus.
Syarat kedua adalah petani-petani miskin yang kurang mampu. Dengan diberi bantuan Danais ini, harapannya mereka bisa mentas dari kemiskinan dan menjadi petani yang mandiri.
ADVERTISEMENT
Namun, miskin saja tidak cukup. Pemerintah desa juga hanya mau menyalurkan bantuan kepada mereka yang mau berusaha keras. Misalnya, mereka harus mau menggarap lahan dengan tenaganya sendiri, bukan malah mempekerjakan orang lain.
“Kita bentuk tim, yang isinya bapak dan ibu dukuh untuk memverifikasi, apakah orang itu layak diberi bantuan, mau berusaha keras apa enggak,” lanjutnya.
Lurah Caturharjo, Sleman, Agus Sutanto. Foto: Widi RH Pradana
Sebagian besar petani yang diberi bantuan juga usianya masih relatif muda, di kisaran 40-an tahun. Tak sekadar untuk regenerasi, harapannya setelah mendapatkan bantuan, lima tahun ke depan mereka juga akan jadi petani-petani penggerak yang bisa membimbing petani lainnya.
Bantuan juga sengaja tidak disalurkan dalam bentuk uang. Hal ini supaya bantuan yang disalurkan bisa tepat sasaran. Sehingga, dalam kurun waktu tertentu akan ada tim dari desa yang menyurvei ke lapangan.
ADVERTISEMENT
“Misal lahannya udah siap, baru kita salurkan plastik mulsa, atau kebunnya sudah perlu diberi pupuk, baru kita salurkan bantuan pupuk. Jadi bertahap sesuai progress mereka, tidak langsung kita kasih semua di awal,” ujarnya.
Pada periode pertama ini, bantuan dari Danais difokuskan untuk mengembangkan pertanian cabai. Alasannya karena tanaman cabai dinilai yang paling menjanjikan secara ekonomi ketimbang komoditas lain.
“Sehingga kita support selama tiga tahun, setelah itu harapannya mereka sudah bisa mandiri, bisa tanam sendiri,” kata Agus Sutanto.
Sayangnya pada tahun pertama ini, petani terkendala oleh tingginya curah hujan yang terjadi sepanjang tahun. Hal itu mengakibatkan sebagian besar petani, termasuk yang disokong bantuan danais, mengalami gagal panen. Padahal, sesuai jadwal harusnya bulan ini mereka sudah bisa panen raya.
ADVERTISEMENT

Tak Berhenti di Bantuan, Petani Akan Dibuatkan Koperasi

Seorang petani di Caturharjo yang menggarap tanah kas desa sedang memanen cabai. Foto: Widi RH Pradana
Akhir yang diharapkan dari program ini menurut Agus adalah bisa membuat petani-petani di Caturharjo mandiri dan mengentaskan mereka dari kemiskinan. Pasalnya, jumlah kemiskinan di Desa Caturharjo hari ini masih cukup tinggi. Dari total penduduk sekitar 20.000 jiwa, saat ini masih ada di angka 1.900-an penduduk miskin atau sekitar 9,5 persen.
Dia berharap, petani-petani yang telah mendapatkan bantuan danais nantinya bisa ikut berkontribusi mengatasi masalah kemiskinan. Karena itu, para petani tersebut nantinya akan dikumpulkan untuk mendirikan sebuah koperasi.
“Harapannya, beliau-beliau yang sekarang dapat bantuan ini bisa menyuplai yang belum dapat lewat koperasi ini,” kata Agus.
Prinsip kerjanya, para petani yang tergabung dalam koperasi ini, setelah panen dan memiliki penghasilan akan ditarik sejumlah uang sebagai uang pokok atau modal awal koperasi. Uang yang terkumpul nantinya bisa dipinjamkan kepada petani-petani lain yang membutuhkan, misalnya karena gagal panen.
Kebun cabai milik Suyudi yang digarap di tanah kas desa dan masih selamat dari serangan hama. Foto: Widi RH Pradana
Pasalnya, selama ini di Caturharjo menurut dia masih banyak rentenir atau bank plecit yang berkeliaran. Mereka biasa menyasar petani-petani yang butuh uang cepat, salah satunya karena gagal panen, namun bunga yang dikenakan sangat tinggi sehingga malah bikin petani makin susah.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya koperasi petani, maka petani tak perlu lagi pinjam ke rentenir. Mereka bisa meminjam modal ke koperasi dengan bunga rendah.
“Sebutlah dari 49 petani itu, dari yang menggarap 1.000meter dapat untung Rp 10 juta, sisakan Rp 2 juta saja itu kan sudah hampir Rp 100 juta. Perputaran uangnya nanti akan sangat besar,” ujarnya.
Koperasi petani ini diharapkan juga bisa membuat pemanfaatan danais lebih luas dan berkelanjutan, tak hanya terbatas pada 49 petani yang jadi penerima manfaat langsung. Masyarakat lain juga bisa menerima manfaat tidak langsung.
“Sehingga kemiskinan sedikit demi sedikit bisa kita kurangi,” kata Agus Sutanto.