Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Ramai soal Angklung Dilarang di Malioboro karena Bukan Alat Musik Yogya
21 Maret 2023 18:33 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Jogja trending di media sosial Twitter pada Selasa (21/3) siang. Salah satu yang tengah ramai dibahas oleh warganet tentang Jogja adalah larangan pengamen angklung untuk tampil di Malioboro karena dinilai bukan alat musik tradisional Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Peneliti etnomusikologis dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang meneliti tentang alat musik bambu, Aris Setyawan, mengatakan bahwa angklung yang banyak dimainkan oleh kelompok pengamen di Yogya ini memang bukan berasal dari Yogya.
“Angklung dan calung berkembangnya memang di wilayah-wilayah selatan seperti Banyumas, Cilacap, dan Purbalingga,” kata Aris Setyawan saat dihubungi, Selasa (21/3).
Berkembangnya angklung dan calung di kawasan tersebut menurut Aris disebabkan karena masyarakat luar keraton zaman dulu tidak bisa mengakses alat musik gamelan yang berkembang di dalam keraton.
Mahalnya harga satu perangkat gamelan serta rumitnya ilmu karawitan untuk memainkan gamelan membuat mereka kemudian mengembangkan alat musik sendiri dari bambu yang kemudian berkembang menjadi angklung dan calung.
“Akhirnya mereka bikin alat sendiri dari bahan yang paling mudah ditemukan, yaitu bambu. Mereka bikin terus dibikin larasnya juga, kemudian berkembang jadi angklung yang kita kenal sekarang,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Karena itu, bagaimanapun angklung menurut Aris tetaplah alat musik tradisional Jawa, meskipun tidak berasal dari Yogya. Dari segi laras, alat musik angklung menurut dia juga memiliki laras yang sama dengan gamelan, yakni menggunakan laras pelog dengan tangga nada pentatonis.
“Meskipun sekarang banyak berkembang angklung digunakan untuk memainkan musik diatonis seperti dangdut koplo karena untuk mengikuti keinginan pasar. Tapi bukan berarti dengan begitu bisa menyebut kalah angklung itu bukan alat musik tradisional,” kata Aris Setyawan.