Konten Media Partner

Rancang Sumbu Filosofi, Pangeran Mangkubumi Disebut Setara Napoleon Bonaparte

20 September 2023 15:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kolase foto Pangeran Mangkubumi (kiri) dan Napoleon Bonaparte (kanan). Foto: Wikipedia | Google Arts & Culture
zoom-in-whitePerbesar
Kolase foto Pangeran Mangkubumi (kiri) dan Napoleon Bonaparte (kanan). Foto: Wikipedia | Google Arts & Culture
ADVERTISEMENT
Kelengkapan atribut yang melekat pada sosok Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I, Raja pertama Kasultanan Yogyakarta, disebut setara dengan Kaisar pertama Prancis, Napoleon I atau Napoleon Bonaparte.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh arsitek sekaligus pengajar di Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, Gregorius Sri Wuryanto atau Greg Wuryanto.
Sebagai raja, Pangeran Mangkubumi juga seorang politikus ulung sekaligus jenderal perang dengan strategi yang jitu. Ia juga seorang penguasa dengan jiwa seni yang tinggi, terbukti ada sejumlah karya seni yang dia ciptakan seperti tarian Wayang Wong Lakon Gondowerdaya, Tarian Eteng, Joged Mataram, hingga Seni Wayang Purwo.
Pangeran Mangkubumi juga seorang sastrawan, ia menciptakan Serat Wulangreh, Serat Wedhatama, dan Serat Nitisastra. Dia bahkan juga seorang arsitek dan ahli perencanaan kota. Salah satu karyanya di bidang ini adalah Tamansari, yang disebut oleh Denys Lombard sebagai salah satu taman terbaik di dunia.
Arsitek dan Dosen UKDW Yogyakarta, Gregorius Sri Wuryanto. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Dan kemarin, Senin (18/9), salah satu mahakarya-nya, Sumbu Filosofi yang mengusung konsep hamemayu hayuning bawana, ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
ADVERTISEMENT
Sumbu Filosofi adalah garis lurus yang menghubungkan tiga elemen utama, yakni Panggung Krapyak di sisi selatan, Keraton Yogyakarta di tengah, dan Tugu Golong Gilig atau Tugu Yogya di utara. Elemen-elemen ini membentuk garis imajiner yang lurus dengan Laut Selatan Jawa di sisi selatan, dan Gunung Merapi di utara.
“Kalau dalam konteks pemimpin, sulit untuk mencari sosok yang sepadan dan selengkap Pangeran Mangkubumi. Beliau itu termasuk the only one (satu-satunya),” kata Gregorius Sri Wuryanto, saat ditemui di kantornya pada Selasa (19/9).
Satu tokoh yang mungkin sejajar dengan sosok Pangeran Mangkubumi menurut Greg adalah Napoleon Bonaparte, Kaisar pertama Prancis yang berkuasa pada tahun 1805 sampai 1814. Napoleon Bonaparte juga memiliki atribut yang mirip dengan Mangkubumi, sebagai penguasa, ahli strategi perang, politikus, perencana kota, juga memiliki jiwa seni yang cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
“Napoleon Bonaparte itu termasuk figur yang komplit, dia jenderal perang, politisi, juga punya jiwa seni yang dahsyat juga. Dia mungkin bukan arsitek langsung, tapi beberapa selera dia tentang istana itu cukup bagus,” paparnya.
Plengkung Nirbaya (Plengkung Gading) diambil dari sisi selatan. Foto: Tepas Tandha Yekti Karaton Ngayogyakarta
Jika ditarik lebih jauh lagi, sosok Julius Caesar, Kaisar Romawi yang berkuasa pada tahun 49 SM sampai 44 SM, disebut-sebut juga sebagai sosok yang setara dengan Pangeran Mangkubumi. Julius Caesar, selain sebagai Kaisar, juga merupakan ahli strategi perang dan politikus andal, dan dia menghasilkan banyak karya arsitektur megah.
“Mungkin Julius Caesar itu cukup setara. Dia kan banyak menghasilkan arsitektur megah, dan dia seorang panglima perang, ahli strategi tempur, dan politikus. Romawi itu pusat peradaban juga, walaupun dia merampok dari Yunani,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun yang membuat Pangeran Mangkubumi berbeda adalah, dia tidak hanya merancang kota dengan bangunan-bangunan fisik saja. Konsep hamemayu hayuning bawana yang digunakan dalam merancang Sumbu Filosofi juga perwujudan dari hubungan antara manusia dengan semesta, baik alam maupun Tuhan.
Bird-eye-view Sumbu Filosofi Yogyakarta. Foto: Tyas A. Putra | Copyright: © Management Unit for the Cosmological Axis of YogyakartaSource: Nomination dossier
Misalnya terkait dengan pemilihan pohon atau tanaman yang ada di kawasan Sumbu Filosofi, di mana tidak ada pohon yang ditanam tanpa memiliki filosofi.
Konsep hamemayu hayuning bawana ini kemudian dikenal oleh dunia Barat, sekitar 200 tahun kemudian, sebagai sustainable development atau pembangunan yang berkelanjutan. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa Pangeran Mangkubumi memiliki pemikiran yang jauh lebih maju dari zamannya.
“Ternyata visi Pangeran Mangkubumi ini sangat melampaui zamannya, melihat Sumbu Filosofi ini tidak hanya sebagai karya arsitektur berupa bangunan semata, tapi juga mengartikulasikan relasi antara hubungan manusia dengan Yang Maha Tinggi, kemudian relasi sosial horizontal manusia dengan sesamanya dan dengan alam,” ujar Gregorius Sri Wuryanto.
ADVERTISEMENT