Konten Media Partner

Rektor UII Jogja Tolak Kampus Kelola Tambang: Integritas Akademik Jadi Taruhan

26 Januari 2025 11:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor UII Yogyakarta, Fathul Wahid. Foto: Dok. Fathul Wahid
zoom-in-whitePerbesar
Rektor UII Yogyakarta, Fathul Wahid. Foto: Dok. Fathul Wahid
ADVERTISEMENT
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, dengan tegas menolak wacana pemberian izin pengelolaan tambang kepada kampus. Ia menilai gagasan tersebut bertentangan dengan nilai utama lembaga pendidikan dan berpotensi merusak integritas akademik serta kepercayaan publik terhadap kampus.
ADVERTISEMENT
“Industri ekstraktif telah terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan. Aktivitas pertambangan juga sering menyebabkan konflik, penggusuran, dan dampak negatif pada masyarakat lokal. Jika kampus terlibat dalam sektor ini, integritas akademiknya akan menjadi taruhan,” kata Fathul saat dihubungi Pandangan Jogja, Sabtu (25/1).
Ia juga memperingatkan bahwa izin semacam itu dapat membuat kampus kehilangan suaranya dalam menghadapi ketidakadilan. “Jika izin ini dianggap sebagai hadiah dari pemerintah, sangat mungkin kampus sebagai rumah intelektual akan semakin parau suaranya ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan,” tambahnya.
Fathul menegaskan bahwa fokus kampus harus tetap pada pendidikan dan penelitian, bukan pada kegiatan komersial yang mengejar keuntungan. Menurutnya, terlibat dalam industri tambang hanya akan menjauhkan kampus dari misinya yang utama.
ADVERTISEMENT
“Orang Jawa menyebutnya sebagai ‘milik nggendong lali’. Keinginan untuk menggapai sesuatu yang lain dapat melupakan misi awalnya. Kampus harus fokus menghasilkan karya akademik yang bermanfaat, mencetak generasi pemikir kritis, dan agen perubahan, bukan justru terjebak dalam korporatisasi dan menjadi entitas bisnis semata,” ujarnya.
Ia juga mengkritik logika bisnis yang dominan dalam industri tambang, yang menurutnya tidak sejalan dengan prinsip nirlaba yang dijunjung tinggi oleh lembaga pendidikan.
“Logika kampus yang sejatinya dijalankan dengan prinsip nirlaba berpotensi dirusak dengan logika bisnis,” kata Fathul. “Melibatkan diri dalam industri kontroversial akan mencoreng reputasi kampus yang selama ini dibangun,” tambahnya.
Selain itu, ia menilai klaim bahwa keterlibatan kampus dalam bisnis tambang dapat menurunkan biaya pendidikan sangat diragukan. Menurutnya, pemerintah masih memiliki banyak alternatif untuk membantu pendanaan kampus tanpa harus melibatkan mereka dalam sektor tambang.
ADVERTISEMENT
“Jika memang pemerintah ingin membantu kampus dalam pendanaan, masih banyak cara lain yang bisa dipilih, termasuk dengan meniadakan pajak lembaga dan mempermudah kampus membuka usaha yang bersih lain,” kata Fathul.