Konten Media Partner

Ruang Publik-Sampah, PR Yogya Usai Sumbu Filosofi Jadi Warisan Dunia UNESCO

21 September 2023 11:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Di tengah gegap gempita ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, ada pekerjaan rumah besar yang sudah menanti.
Keraton Yogyakarta, salah satu bagian utama dari Sumbu Filosofi Yogyakarta. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Keraton Yogyakarta, salah satu bagian utama dari Sumbu Filosofi Yogyakarta. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia oleh UNESCO menjadi sejarah baru bagi Yogya. Proses pengajuan yang memakan waktu selama tiga tahun, akhirnya berbuah manis.
ADVERTISEMENT
Tapi status warisan dunia ini sekaligus juga memberikan pekerjaan rumah bagi Yogya untuk mengelolanya lebih baik ke depan.
“Ini adalah tantangan, PR, bagi kita semua, bahkan ujian bagi kita semua, supaya penetapan UNESCO itu kita tunjukkan dengan pengelolaan kawasan yang lebih baik ke depan,” kata Bakti Setiawan, Selasa (19/9).
Bakti Setiawan adalah Guru Besar Bidang Perencanaan Kota Universitas Gadjah Mada (UGM), yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pendidikan DIY. Tak cuma itu, kini dia juga menjabat sebagai Presiden Asosiasi Sekolah Perencanaan se-Asia sekaligus Komite Eksekutif Asosiasi Sekolah Perencanaan se-Dunia.
Guru Besar bidang Ilmu Perencanaan Kota UGM, Bakti Setiawan. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Karena itu, pemerintah DIY menurutnya jangan sampai tenggelam dan terlena pada status ini. Pemerintah DIY harus menyusun management plan atau perencanaan manajemen yang jelas, akan dikelola seperti apa Sumbu Filosofi Yogya ke depan.
ADVERTISEMENT
Yang tidak kalah penting adalah, bagaimana masyarakat mendapatkan manfaat dari ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia.
“Karena konsep Sumbu Filosofi ini kan hamemayu hayuning bawana, manusia, lingkungan, alam semesta, harus menjadi perhatian,” kata dia.
Pakar Manajemen Pariwisata Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Ika Jenita Dewi. Foto: Istimewa
Hal sama disampaikan oleh Pakar Manajemen Pariwisata dari Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Ike Janita Dewi. Pemda DIY, harus segera mensosialisasikan perencanaan manajemen Sumbu Filosofi setelah jadi warisan dunia kepada masyarakat.
Sebagai tuan rumah, sangat penting bagi warga Yogya untuk mengetahui visi bersama dari ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia, apa yang harus mereka lakukan setelah ini, serta apa saja tahapan-tahapannya.
“Kalau enggak, yang terjadi adalah ekspektasi seperti tiba-tiba mendapat durian runtuh, atau ada kekhawatiran akan berlangsung pada penggusuran, kan tidak seperti itu. Jadi management plan-nya itu harus sudah disampaikan kepada masyarakat supaya tidak jadi spekulasi yang liar,” kata Ike Janita Dewi.
ADVERTISEMENT
Arsitek dan Dosen UKDW Yogyakarta, Gregorius Sri Wuryanto. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Arsitek dan pengajar di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, Gregorius Sri Wuryanto, juga mengatakan bahwa dampak-dampak ini harus dipikirkan dengan matang oleh Pemda DIY.
“Ada pertanyaan, lalu bagaimana selanjutnya? So what? Apa yang menjadi dampak?,” kata Gregorius Wuryanto.
Jangan sampai dengan status ini Pemda DIY justru ke depan hanya fokus memoles kawasan Sumbu Filosofi saja. Sebab, DIY juga memiliki wilayah yang masih butuh perhatian seperti Gunungkidul dan Kulon Progo.
“Bagaimana Sumbu Filosofi ini menjadi engine yang menggerakkan dinamika di sekitarnya,” ujarnya.
Satu hal yang juga penting jadi perhatian pemerintah menurut Greg Wuryanto adalah ketersediaan ruang publik yang ada di wilayah Yogya. Sebab, sebagai salah satu kota wisata terbesar di Indonesia, sangat minim ruang publik yang bisa dijadikan sebagai ruang berekspresi warga Yogya.
ADVERTISEMENT
“Karena kita merindukan ruang publik, enggak ada kita ruang publik,” ujarnya.
Satu lokasi yang berpotensi menjadi ruang publik adalah Lapangan Kridosono yang menjadi pusat Kota Baru, tak jauh dari Sumbu Filosofi. Lapangan Kridosono ini bisa dibangun menjadi urban park, di mana masyarakat bisa melakukan berbagai kegiatan di sana.
Dijadikannya Kota Baru sebagai ruang publik sekaligus juga akan memecah kepadatan di Malioboro, sebagai satu-satunya ruang publik representatif yang tersedia saat ini.
“Kota Baru itu masih menjadi raksasa yang diam. Ketika Kridosono dieksekusi menjadi urban park, ada alternatif selain Malioboro. Sehingga Malioboro akan menjadi heritage city yang lebih hening, karena sekarang soundscape di Malioboro itu masih crowded,” ujarnya.
Bird-eye-view Sumbu Filosofi Yogyakarta. Foto: Tyas A. Putra | Copyright: © Management Unit for the Cosmological Axis of YogyakartaSource: Nomination dossier
Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, salah satu masalah paling penting yang mesti segera diselesaikan Pemda DIY adalah sampah. Sebab, di sirip-sirip kawasan Sumbu Filosofi, bahkan di Alun-Alun Selatan Yogya, masih banyak terdapat sampah.
ADVERTISEMENT
“Di daerah itu harus bebas dari sampah. Karena permasalahannya kan sampah, di pinggir-pinggir jalan banyak sampah. Ini jangan sampai merusak apa yang sudah kita dapatkan,” kata Deddy Pranowo Eryono.