Saat Cuaca Memanas, Tubuh Gajah Kehilangan Air Dua Bak Mandi Penuh dalam Sehari

Konten dari Pengguna
30 November 2020 19:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gajah. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gajah. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Ketika datang cuaca panas, gajah bisa kehilangan sampai 10 persen air di tubuh mereka hanya dalam satu hari. Jumlah itu setara dengan hampir dua bak mandi penuh, volume kehilangan air harian tertinggi yang pernah tercatat pada hewan darat.
ADVERTISEMENT
Hal ini diketahui dari sebuah penelitian baru yang diterbitkan di Royal Society Open Science, yang mengamati lima gajah sabana Afrika di Kebun Binatang Carolina Utara.
Kendati demikian, penemuan ini tidak berlaku untuk para gajah di kebun binatang yang secara umum menjalani kehidupan yang dimanjakan.
Yang mengalami masalah serius adalah para gajah di alam liar, terutama ketika dunia semakin memanas. Baptiste Mulot, seorang peneliti perilaku gajah di ZooParc, sebuah taman zoologi di Prancis, dalam laporan Christa Leste-Lasserre yang dimuat laman Asosiasi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Amerika (AAAS), mengatakan bahwa bagi spesies yang sudah berisiko punah, kurangnya akses ke air dapat menyebabkan tingkat kelahiran yang lebih rendah.
Tak hanya itu, masalah tersebut juga akan memicu berkurangnya susu untuk bayi gajah serta kematian terkait dehidrasi. “Gajah membutuhkan ratusan liter air setiap hari. Tetapi tidak jelas bagaimana perubahan iklim akan mengubah kebutuhan air mereka,” kata Mulot pekan kemarin.
ADVERTISEMENT
Corinne Kendall, pemimpin proyek penelitian tersebut menjelaskan bagaimana proses penelitian yang mereka lakukan di Kebun Binatan Carolina Utara, yang merupakan tempatnya bekerja sebagai seorang ahli biologi konservasi.
Pada enam kesempatan selama tiga tahun, tim peneliti memberi makan hewan dengan dosis deuterium yang tepat, versi hidrogen yang lebih berat dan tidak berbahaya yang diencerkan dalam air tubuh dan dapat dilacak dalam bentuk cairan hewan. Para ilmuwan secara teratur mengambil sampel darah selama 10 hari setelah dosis deuterium untuk melihat seberapa banyak yang tersisa setiap kali. Hal itu dapat menunjukkan seberapa cepat gajah kehilangan air di dalam tubuhnya.
“Hasilnya mencengangkan,” kata Kendall.
Dalam suhu dingin (antara 6 sampai 14 derajat Celcius), gajah jantan kehilangan rata-rata 325 liter air per hari. Ketika suhu lebih tinggi, sekitar 24 derajat Celcius, mereka kehilangan rata-rata 427 liter, bahkan kadang sampai 516 liter.
ADVERTISEMENT
Jumlah itu setara dengan 10 persen dari total air tubuh mereka, atau setara 7,5 persen dari total massa tubuh mereka. Karena gajah harus mengisi kembali cairan yang hilang melalui proses minum, makan, dan metabolisme, setidaknya mereka harus minum setiap dua hingga tiga hari untuk menghindari tingkat dehidrasi yang berpotensi bahaya.
“Ini mengejutkan ketika Anda menganggap bahwa ini adalah hewan yang telah beradaptasi untuk hidup di sabana Afrika,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, kuda di lingkungan yang panas dapat kehilangan 40 liter air dalam sehari, sekitar 6 persen dari massa tubuhnya. Dan manusia biasanya mengeluarkan tiga sampai lima liter, atau sekitar 5 persen dari massa tubuhnya dengan aktivitas normal.
Ketika suhu global meningkat, gajah liar membutuhkan lebih banyak air. Namun di sisi lain, air akan menjadi langka karena lubang-lubang yang menjadi penampung air mengering dan tanaman kaya air menjadi langka.
ADVERTISEMENT
Situasi ini dapat memperburuk konflik antara gajah liar dengan manusia untuk mendapatkan sumber daya. Ketika gajah menyerang tanaman atau menghancurkan infrastruktur air bawah tanah, konfrontasi dengan kekerasan bisa mematikan bagi keduanya.
“Tapi masalahnya jauh lebih luas dari itu,” kata Mulot.
Afrika bagian selatan yang semakin kering dan panas akan memengaruhi kebutuhan air berbagai macam hewan, bukan hanya gajah.
“Dengan persaingan untuk mendapatkan sumber daya alam saat menghadapi pemanasan global, kita sedang dalam proses untuk menyingkirkan semua spesies hewan dan tumbuhan dari zona itu,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)