Konten Media Partner

Saat Toko Buku Gunung Agung Bangkrut, Toko Buku Kecil di Yogya Terus Bermunculan

25 Mei 2023 14:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi salah satu toko buku kecil yang ada di Yogyakarta. Foto: Fanny Dhea Elvara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi salah satu toko buku kecil yang ada di Yogyakarta. Foto: Fanny Dhea Elvara/kumparan
ADVERTISEMENT
Bangkrutnya salah satu toko buku paling legendaris di Indonesia, Toko Buku Gunung Agung, disayangkan oleh banyak pihak. Pasalnya, toko buku yang berdiri sejak 1953 itu memiliki sejarah panjang dalam dunia perbukuan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Wawan Arif Rahmat, mengatakan bahwa saat ini ekosistem industri buku di Indonesia memang sedang mengalami situasi yang sulit. Dan dari para pelaku bisnis di industri buku, hari ini toko buku menurut dia memang sedang menghadapi tantangan yang paling berat.
Perubahan perilaku masyarakat yang kini lebih banyak melakukan belanja secara online, akhirnya membuat toko buku yang tak bisa responsif atas perubahan itu tak mampu bertahan.
“Terutama toko-toko buku besar seperti Gunung Agung yang punya banyak outlet. Situasi mereka justru lebih rentan karena setiap bulan harus menanggung biaya operasional yang sangat besar,” kata Wawan Arif Rahmat, Rabu (24/5).
Namun di saat bersamaan, di Yogya menurutnya justru semakin banyak toko-toko buku kecil yang bermunculan, baik yang berbentuk online maupun toko buku konvensional yang berbentuk fisik. Tumbuhnya toko-toko buku kecil ini menurut dia juga tidak lepas dari banyaknya penerbit-penerbit indie yang kini memiliki lebih banyak cara untuk mendistribusikan bukunya sendiri.
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Wawan Arif Rahmat. Foto: Widi Erha Pradana
Jika pada era sebelumnya penerbit hanya memiliki satu jalur distribusi, yakni toko buku, kini dengan berkembangnya internet mereka lebih leluasa untuk menjual bukunya sendiri. Alternatif ini kini menjadi pilihan banyak penerbit kecil karena mereka tidak harus mencetak terbitannya dengan jumlah oplah yang besar tanpa ada jaminan buku-buku tersebut akan terjual.
ADVERTISEMENT
“Sekarang penerbit bahkan bisa mencetak bukunya mulai dari lima buku saja, yang penting bisa dipajang di etalasenya,” kata dia.
Toko-toko buku kecil ini menurut dia juga lebih fleksibel. Selain melakukan penjualan lewat online, mereka juga bisa memanfaatkan kantor atau gudang yang mereka miliki menjadi usaha lain, seperti kafe yang di dalamnya terdapat toko buku.
“Improvisasi-improvisasi seperti inilah yang hari ini dibutuhkan, dan hal-hal seperti itu kan tidak mudah dilakukan oleh toko buku konvensional yang sudah besar,” ujarnya.