Konten Media Partner

Sebab Partisipasi Pemilih DIY Tinggi: Tak Enak Hati Kalau Tak Datang ke TPS

25 Juni 2023 12:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi seorang pemilih sedang memasukkan surat suara ke dalam kotak suara. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang pemilih sedang memasukkan surat suara ke dalam kotak suara. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hamdan Kurniawan, mengatakan bahwa ada yang menarik dari karakteristik pemilih di DIY. Meskipun DIY merupakan daerah istimewa yang berbentuk kerajaan, namun ternyata tingkat partisipasi pemilih DIY di pemilu merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Ini fenomena menarik, DIY yang notabene dipimpin oleh seorang raja, tingkat partisipasi pemilihnya justru sangat tinggi, melebihi rata-rata partisipasi secara nasional,” kata Hamdan Kurniawan saat dihubungi, Jumat (23/6).
Pada Pilpres 2019 misalnya, berdasarkan catatan KPU, tingkat partisipasi pemilih di DIY menempati peringkat ketiga dengan tingkat pemilih mencapai 88,38 persen. DIY hanya kalah dengan Papua di peringkat pertama dengan tingkat partisipasi sebesar 95,70 persen dan Gorontalo di peringkat kedua dengan tingkat partisipasi sebesar 88,71 persen.
Tingkat partisipasi pemilih di DIY pada Pilpres 2019 juga melampaui angka nasional yang berada di angka 81.69 persen.
“Tren pemilih di Yogya memang selalu tinggi, apalagi pada pemilu terakhir kemarin itu termasuk sangat tinggi,” ujarnya.
Ketua KPU DIY, Hamdan Kurniawan. Foto: KPU DIY
Hamdan mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab tingginya partisipasi pemilih di DIY.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian yang dilakukan oleh KPU pada 2014 silam tentang alasan masyarakat di DIY mau datang ke TPS untuk memilih, salah satu temuan menarik menurut Hamdan adalah adanya rasa tidak enak hati jika mereka tidak datang ke TPS.
“Ada ewuh pekewuh kalau tidak hadir, kan sudah dapat undangan untuk hadir misalnya dari dukuh, RT, atau KPPS, kemudian diumumkan juga di masjid, musala, dan sebagainya, sehingga kalau tidak hadir kan mereka jadi tidak enak hati,” jelasnya.
Selain itu, faktor lain yang tidak kalah penting menurut dia adalah tingkat validitas data. Ketika data pemilih itu valid, maka dalam daftar pemilih tidak akan memuat data orang-orang yang sudah tidak memiliki hak pilih, misalnya orang yang sudah meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
“Ketika orang yang sudah meninggal dunia masih tercantum sebagai pemilih, itu kan pasti akan menambah daftar ketidakhadiran. Daftar pemilih itu sangat signifikan mempengaruhi tingkat partisipasi dari masyarakat pemilih,” jelasnya.
Faktor-faktor lain misalnya karena ingin memberikan suara kepada calon yang mereka dukung atau khawatir suaranya akan disalahgunakan jika dia tidak hadir di TPS untuk memilih.
“Faktor-faktornya tentu banyak, dan ini masih harus kita riset lebih dalam lagi untuk mengetahui alasan yang pasti,” kata Hamdan Kurniawan.