Konten Media Partner

Semua Kamar di Kampung Homestay Borobudur Penuh saat Waisak, Harga Tetap Stabil

12 Mei 2025 11:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wisatawan di Candi Borobudur jelang Waisak 2025. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Wisatawan di Candi Borobudur jelang Waisak 2025. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Menjelang perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur, Dusun Ngaran II—yang dikenal sebagai Kampung Homestay Borobudur—selalu dipenuhi tamu. Tahun ini, seluruh 152 kamar dari 30 homestay di satu RW tersebut habis dipesan sejak April, dengan reservasi yang sudah masuk sejak Februari.
ADVERTISEMENT
“Waisak itu booking tamu sudah dari Februari. April itu masa-masa paling ramai. Biasanya, langsung penuh,” ujar Muslih, Ketua Paguyuban Kampung Homestay Borobudur, saat ditemui Pandangan Jogja pada Minggu (11/5).
Ketika kamar di Ngaran II telah penuh, para pengelola tidak menutup pintu bagi tamu lain. Sebaliknya, mereka membantu mencarikan penginapan di kampung tetangga seperti Bumisegoro, Karanganyar, dan Ngargogondo. Muslih bahkan mencatat lebih dari 100 orang yang tetap dibantu meski tidak kebagian kamar.
“Kami sebagai pengelola nggak ingin ada tamu yang sudah jauh-jauh datang, lalu nggak dapat kamar. Itu mengecewakan buat kami,” katanya.
Salah satu kamar penginapan di Kampung Homestay Borobudur. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Menurut Muslih, keberhasilan pengelolaan homestay tak lepas dari semangat gotong royong warga. Bagi mereka, homestay bukan sekadar tempat bermalam, melainkan pengalaman tinggal di lingkungan yang ramah dan asri.
ADVERTISEMENT
“Yang kami jual itu keramahan dan suasana kampung. Bangun tidur, buka jendela, langsung disambut hijaunya sawah, tanaman, udara segar. Itu yang nggak bisa dibeli di tempat lain,” ucapnya.
Meski permintaan meningkat drastis saat Waisak, harga kamar tetap stabil. Homestay non-AC dipatok Rp250 ribu per malam, sedangkan kamar ber-AC Rp350 ribu.
“Harga kami flat, mas. Baik musim sepi atau ramai, sama,” tutur Muslih.
Ketua Paguyuban Kampung Homestay Borobudur, Muslih. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Sebagian besar tamu merupakan pelanggan lama yang telah jatuh hati pada keramahan warga. Mereka bahkan memesan kamar sejak jauh hari agar tidak kehabisan.
“Kami orang Jawa, semua pakai perasaan. Sebagian besar tamu itu langganan. Mereka tahu, kalau Waisak ya pasti nginep di sini lagi,” kata Muslih. “Rata-rata nginep dua malam, tapi ada juga yang lima malam, bahkan 15 malam kalau mereka panitia.”
ADVERTISEMENT
Muslih juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam perayaan Waisak. Menurutnya, acara tersebut membawa dampak ekonomi nyata hingga ke masyarakat tingkat bawah.
“Terima kasih untuk semua panitia Waisak, dari manapun. Karena penyelenggaraannya besar, dampak ekonominya juga besar buat masyarakat sekitar Borobudur,” ucapnya.
Ilustrasi Waisak di Candi Borobudur. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Ia menegaskan bahwa warga Borobudur sangat menjunjung tinggi nilai toleransi dan terbuka kepada siapa pun.
“Kami warga Borobudur sangat toleran terhadap semua agama. Kami tidak pernah memandang ras atau apapun. Yang datang ke Borobudur, ya saudara kami.”
Sambil tertawa, Muslih menambahkan, “Kalau bisa Waisak itu sebulan sekali. Wah, itu orang Borobudur pasti makmur semua.”