Sendang Tirtomoyo, Mata Air yang Nyaris Tenggelamkan Desa Donoharjo, Sleman, DIY

Konten Media Partner
13 Februari 2021 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sendang Tirtoyomo di Donoharjo, Sleman. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Sendang Tirtoyomo di Donoharjo, Sleman. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di antara pohon-pohon beringin tua, sebuah mata air tiba-tiba menyembur dari dalam tanah. Semburan itu sangat besar dan kuat, hingga perlahan desa di sekitarnya nyaris tenggelam menjadi danau.
ADVERTISEMENT
Orang-orang kebingungan, air terus keluar tanpa henti. Berbagai cara dilakukan untuk menghentikan aliran air, namun hasilnya nihil. Sementara air yang menggenangi desa mereka sudah semakin tinggi.
Seorang tetua desa kemudian meminta petunjuk, entah bagaimana caranya dia memperoleh semacam wangsit. Warga harus melakukan ritual, untuk mengendalikan air yang terus menyembur.
Mereka mengurbankan satu ekor kerbau dan menyembelihnya, lalu kepala kerbau itu disumbatkan ke dalam lubang tempat keluarnya air. Benar saja, debit air mulai mengecil sehingga tak lagi membahayakan warga desa.
Mata air yang tadinya membahayakan keselamatan warga itu bahkan berubah menjadi sumber air yang bermanfaat, dari mulai untuk keperluan konsumsi, mandi, mencuci, sampai untuk keperluan pertanian.
“Mata air itu lalu diberi nama Tirtomoyo, tirto itu air, moyo itu seperti tidak terlihat karena sangat jernih,” kata Sigit Krisnanto, Dukuh Ngepas Kidul, Desa Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Rabu (27/1).
ADVERTISEMENT
Sampai sekarang, mata air itu masih mengalir terus mengalir dan dikenal dengan nama Sendang Tirtomoyo atau Sendang Silerak di Padukuhan Ngepas Kidul, Desa Donoharjo, Ngaglik, Sleman.
Tak banyak sejarah yang tersisa tentang sendang Tirtomoyo. Hanya sepenggal-sepenggal cerita-cerita dari orang-orang tua di sana yang diwariskan kepada generasi sekarang.
“Ada yang bilang itu sudah ada sejak zaman Mataram Kuno, tapi ada prasasti di sendang itu yang nyebutin dibangun tahun 1870,” lanjutnya.
Ada juga versi sejarah lain yang menyebutkan bahwa sendang ini dibangun oleh para pendeta untuk menyucikan diri. Konon, sendang ini menjadi tempat pemandian bidadari kayangan yang menjelma menjadi manusia. Tapi tak ada yang tahu, siapa sebenarnya sosok bidadari itu.
Mata Air yang Berharga Bagi Masyarakat
Pohon beringin di Sendang Tirtomoyo. Foto: Widi Erha
Jernihnya air di Sendang Tirtomoyo membuat ikan-ikan yang berenang di dalamnya dapat terlihat jelas. Beberapa jenis ikan yang paling banyak di antaranya tawes dan nilem. Ketika kaki dimasukkan, ikan-ikan ini akan langsung mengerubunginya dan memakan sel-sel kulit mati sehingga menimbulkan sensasi rasa geli.
ADVERTISEMENT
Siang itu, sendang sedang ramai oleh anak-anak yang sedang bermain air. Meski masih belia, mereka sudah lihai berenang ke sana ke mari, bahkan dari ujung sendang ke ujung lainnya yang jaraknya sekitar 20 meter.
“Anak-anak di sini sudah sejak kecil belajar renang, jadi sudah biasa,” kata Sigit.
Menurut Sigit, memang hampir setiap hari selalu ada anak-anak yang mandi dan bermain air di Sendang Tirtomoyo. Selain untuk bermain, ibu-ibu setempat juga biasa menggunakan sendang untuk tempat mencuci pakaian.
“Airnya juga dipakai buat pertanian warga sini,” ujarnya.
Saat ini, para pemuda yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Padukuhan Ngepas Kidul juga mulai mengembangkan Sendang Tirtomoyo sebagai obyek pariwisata. Sigit mengatakan, mestinya program ini sudah dieksekusi sejak beberapa bulan yang lalu.
ADVERTISEMENT
“Tapi malah ada pandemi ini, jadi semuanya ditunda dulu, fokus sama yang lebih penting,” ujarnya.
Beberapa tahun silam, sempat juga ada perusahaan air minum yang ingin menggunakan air dari mata air Sendang Tirtomoyo. Tapi dengan sigap, masyarakat menolak sebab banyak dari mereka yang menggantungkan kebutuhan air pada sendang tersebut.
Apalagi bagi masyarakat, Sendang Tirtomoyo sudah seperti bagian dari diri mereka. Sendang Tirtomoyo sudah ada sejak lama, jauh sebelum mereka lahir, dan masyarakat tidak mau kehilangan bagian dari peradaban yang melahirkan mereka.
“Kalau dipakai sama perusahaan air minum, belum tentu masyarakat dapat manfaat lebih besar kan, apalagi sendang ini sangat bersejarah buat warga sini,” ujar Sigit.
Arca Kuno Dewa Siwa dan Dewi Parwati
Anak-anak siap melompak ke sendang dari arca utama. Foto: Widi Erha Pradana.
Ada beberapa arca yang sudah tampak kuno di Sendang Tirtomoyo. Arca utama terdapat di sebelah utara, berupa arca jonggrang di dalam punden berundak yang diapit oleh dua arca wajah raksasa, yakni 2 Nandi dan 2 Kala. Di dalam punden berundak itu juga terdapat arca Dewa Siwa.
ADVERTISEMENT
Ada juga arca Dewi Parwati di sudut Barat Laut sendang, dan arca Ganesha di sudut Timur Laut. Tak banyak yang diketahui dari arca-arca tersebut, tapi dari wujudnya bisa diperkirakan bahwa arca itu merupakan peninggalan Hindu Siwa.
“Setahu saya belum ada yang bener-bener neliti ya, jadi enggak tahu juga pastinya itu gimana,” ujar Sigit.
Dengan semua yang tertinggal, dia yakin bahwa Sendang Tirtomoyo menyimpan nilai sejarah yang tinggi. Sayangnya hal itu belum benar-benar terungkap sampai sekarang, sehingga hanya ada cerita-cerita yang kerap hanya dianggap sebagai dongeng belaka.
“Kalau bisa sih diteliti ya biar valid. Kalau jelas sejarahnya bagaimana kan nanti masyarakat jadi lebih sadar kalau sendang ini penting, beda kalau enggak tahu sejarahnya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kehilangan Aura Mistis
Arca lain di sisi sendang. Foto: Widi Erha Pradana.
Beberapa kali, Sendang Tirtomoyo mengalami pemugaran. Pemugaran terakhir dilakukan sekitar tahun 2007. Sebelum dipugar, kata Sigit ada beberapa beringin tua di sekitar sendang. Namun karena daun-daunnya yang jatuh dianggap mengotori sendang, pohon-pohon itu akhirnya ditebang.
“Sekarang tinggal satu, tapi masih baru itu,” ujar Sigit.
Sebelum pemugaran, menurutnya Sendang Tirtomoyo masih sangat alami dan jauh lebih sejuk. Aura mistis saat itu juga masih sangat kuat. Setiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, Sendang Tirtomoyo dulu selalu ramai didatangi orang-orang dari berbagai tempat untuk berendam dan ritual.
Sekitar 10 tahun silam, bahkan ada orang yang meninggal di sendang ketika sedang melakukan ritual untuk mengobati sakitnya.
“Jadi kepalanya itu dimasukkan ke air, terus keluar lagi, begitu terus. Malah akhirnya meninggal di sendang,” kata Sigit.
ADVERTISEMENT
Namun beberapa tahun terakhir, terutama pascapemugaran, aura mistis di Sendang Tirtomoyo sudah jauh berkurang. Selain karena semakin padat penduduk dan pohon-pohon tua ditebangi, banyak juga orang-orang dari luar yang menyedot energi yang ada di sendang.
“Jadi penghuninya sudah ditarik, dimasukkan ke pusaka mereka, makanya auranya jadi hilang,” ujarnya.
Terakhir, menurutnya ada paranormal yang mengatakan bahwa hanya tinggal satu sosok supranatural penunggu sendang.
“Tinggal di beringin yang baru itu, katanya sosok perempuan semacam kuntilanak lah. Makanya masyarakat kemarin mau memangkas ranting-rantingnya jadi enggak berani,” kata Sigit sembari terkekeh. (Widi Erha Pradana / YK-1)