Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Senggama Manusia dengan Binatang, Kisah Nafsu dan Cinta yang Aneh
17 September 2021 12:40 WIB
·
waktu baca 5 menitDiperbarui 15 November 2021 14:21 WIB
ADVERTISEMENT
Aneh tapi ini benar-benar nyata: kasus senggama manusia dengan binatang sudah terjadi sejak lama, bahkan tak hanya karena nafsu tapi juga cinta.
Pada 2003, Pony, seekor orangutan betina didandani layaknya perempuan. Rambut-rambutnya dicukur, diberi lipstik, dipasangi perhiasan, dan kemudian dipaksa jadi pelacur untuk memuaskan nafsu para laki-laki setiap hari oleh seorang mucikari. Seorang ABG di Bali ditangkap gegara menyetubuhi seekor sapi pada 2010. Dan seorang pria remaja di Tasikmalaya, tersangka kasus pemerkosaan seorang gadis, mengaku telah menyetubuhi domba dan ratusan ekor ayam pada 2013.
ADVERTISEMENT
Kasus persenggamaan manusia dengan binatang di atas hanya contoh dari kasus-kasus persenggamaan manusia dengan binatang yang terjadi di Indonesia dan mendapat sorotan media. Mendengarnya mungkin akan membuat seseorang bergidik, tapi kasus itu benar-benar terjadi, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Penulis buku Manusia Adalah Hewan yang Lain: Catatan Etnografis atas Relasi Seksual Manusia-Hewan di Belanda, Salfia Rahmawati, mengatakan bahwa kisah persenggamaan antara manusia dengan binatang sudah terjadi sejak ribuan tahun silam sejak.
Kisah persenggamaan antara manusia dan binatang pertama kali yang tercatat terjadi pada zaman glasial keempat sekitar 25 ribu sampai 40 ribu tahun yang lalu bersamaan dengan awal munculnya praktik domestikasi hewan.
“Ditemukan kerangka tulang yang terukir di sebuah gua di Prancis berupa Singa yang menjilati vulva manusia,” kata Salfia dalam diskusi buku miliknya yang diadakan oleh Penerbit Octopus, Kamis (15/9).
ADVERTISEMENT
Di berbagai belahan dunia dengan berbagai latar belakang budaya, menurutnya selalu memiliki sejarah terkait praktik persenggamaan, manusia dengan binatang. Hal itu karena adanya kedekatan antara manusia dengan spesies hewan serta adanya kesamaan fisiologis yang memungkinkan persenggamaan tersebut. Kemiripan fisiologis antara manusia dengan binatang membuat persenggamaan di antara keduanya menjadi sangat mungkin terjadi.
“Yang menjadi tidak mungkin itu karena manusia memiliki ranah simbolis dengan segala rentetan akal, moral, dan lain sebagainya yang membuat rules bahwa manusia hanya bisa dan beradab melakukan semua itu dengan sesamanya,” lanjutnya.
Maraknya kasus manusia yang menyetubuhi hewan beberapa tahun terakhir melahirkan banyak narasi bahwa kita semakin mendekati akhir zaman. Tapi, persenggamaan antara manusia dengan hewan itu tidak serta merta dikaitkan dengan gaya hidup masyarakat modern, sebab jika melihat sejarah hal ini sudah terjadi sejak ribuan tahun silam.
ADVERTISEMENT
Sangat mungkin kasus-kasus yang terjadi beberapa tahun ini hanyalah persoalan distribusi informasi, dimana kemajuan teknologi membuat berbagai informasi sangat cepat menyebar. Sementara kasus-kasus sebelumnya tak pernah terdengar karena memang medium untuk distribusi informasi tersebut sangat terbatas.
“Jangan-jangan itu sudah ada sejak dulu, cuma karena kita sekrang di masa dimana akses sudah lintas batas, lintas waktu, sehingga membuat semua itu menjadi terekspos,” ujar Salfia.
Persenggamaan Manusia dan Binatang dalam Naskah Jawa
Di dalam Serat Narasawan diceritakan kisah-kisah persenggamaan oleh masyarakat Jawa zaman dulu dengan binatang. Salah satunya kisah persenggamaan antara seorang remaja yang tinggal di padukuhan Sariwahan bernama Jaka Sudikda yang bersenggama dengan seekor kerbau. Kisah persenggamaan itu terjadi setelah dia melihat persetubuhan antara ayahnya dengan ibu tirinya pada suatu malam.
ADVERTISEMENT
Ketika sedang memandikan kerbau betinanya, Jaka teringat persetubuhan antara ayah dan ibu tirinya sehingga muncul gairah untuk menyetubuhi kerbaunya. Berkali-kali dia melampiaskan nafsu kepada kerbaunya, hingga kerbau betina miliknya bunting dan melahirkan anak dengan wujud yang aneh, kaki belakang mirip kaki manusia.
Kisah percintaan vulgar antara Jaka dan kerbau betinanya bukan satu-satunya yang tertulis dalam serat tersebut. Ada 12 bab cerita serupa di dalam Serat Narasawan, di antaranya tentang persetubuhan manusia dengan kuda, rusa, kera betina, orangutan, hingga anjing.
“Alih-alih memaksa perempuan atau melakukan pemaksaan terhadap sesama manusia untuk melampiaskan hasratnya, mereka cenderung memilih untuk melakukannya pada ternaknya,” kata Salfia Rahmawati.
Tak hanya persenggamaan dengan binatang, dalam naskah serat itu juga ada 13 bab yang menceritakan persenggamaan antara manusia dengan makhluk halus, yakni genderuwo, peri, dan kuldi wadon. Naskah Serat Narasawan dikumpulkan oleh seorang insinyur perairan Belanda yang tinggal di Yogya, J.L. Moens. Dia memang gemar mengumpulkan naskah-naskah Jawa selama kurun waktu 1930 sampai 1942 dari dalang-dalang yang tinggal di pinggiran kota Yogya seperti Godean, Gunungkidul, dan Kulon Progo.
ADVERTISEMENT
Dalam Serat Narasawan, terdapat keterangan Tjerma, sehingga diduga naskah itu ditulis oleh Cermapawira, seorang dalang dari Ngabangan, Godean, yang produktif menulis naskah pada 1930-an.
“Dalam Serat Centhini ada juga (persenggamaan manusia dan binatang), tapi itu sebagai opsi penyembuhan penyakit sifilis atau raja singa itu bisa dengan perempuan yang masih perawan atau dengan kuda,” ujarnya.
Menyetubuhi Hewan Karena Cinta dan Nafsu
Salfia Rahmawati membedakan persenggamaan antara manusia dengan hewan menjadi dua, yakni zoofilia dan bestialitas. Zoofilia merupakan persetubuhan manusia dengan binatang yang didasari rasa cinta, sehingga hewan tersebut dianggap sebagai kekasih, istri, atau suami. Sementara itu, bestialitas merupakan persenggamaan manusia dan hewan yang hanya didasari atas nafsu.
Orang-orang zoofili, biasanya memiliki karakter hanya setia pada satu hewan dan hanya dilakukan pada hewan-hewan peliharaan.
ADVERTISEMENT
“Kalau kelompok bestial ini cenderung mendasarkan aktivitasnya pada nafsu, lebih pada eksplorasi pengalaman seksual,” ujarnya.
Karena itu, kaum bestial ini biasanya melakukan aktivitasnya pada berbagai hewan, tidak hanya pada satu hewan saja. Mereka bahkan kerap menyewa hewan tertentu untuk memuaskan nafsunya, layaknya menyewa pelacur.
“Atau biasanya punya komunitas yang memang berdasarkan kegiatan itu untuk party,” kata Salfia.
Perbedaan itu membuat kelompok bestial tidak terlalu suka dengan kelompok zoofili karena menilainya terlalu idealis. Bagi mereka, tidak ada cinta yang murni kepada hewan sehingga aktivitas seksual tersebut pasti didasarkan pada kebutuhan biologis manusia.