news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Serangan Umum 1 Maret Diinisiasi Sultan HB IX, tapi Soeharto yang Bersinar

Konten Media Partner
2 Maret 2022 7:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
Sri Sultan HB IX. Foto: http://dpad.jogjaprov.go.id/
zoom-in-whitePerbesar
Sri Sultan HB IX. Foto: http://dpad.jogjaprov.go.id/
ADVERTISEMENT
Nama Soeharto begitu menonjol dalam sejarah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Sebaliknya, peran tokoh-tokoh lain seperti Soekarno, Hatta, Jenderal Besar Soedirman, serta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX justru seperti terkikis oleh bayang-bayang nama Soeharto. Padahal, inisiator serangan umum itu adalah Sri Sultan HB IX.
ADVERTISEMENT
Dalam pidato Pembacaan Keppres No. 2 tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyampaikan bahwa peran HB IX sebagai inisiator Serangan Umum 1 Maret kerap diragukan karena dia adalah orang sipil sehingga tidak bisa berkomunikasi lebih jauh dengan pihak militer.
“Mungkin itu betul,” kata Sri Sultan dalam pidatonya, Selasa (1/3).
Tapi, lanjut Sultan, orang-orang lupa bahwa selain sebagai Gubernur DIY, pada peristiwa 1 Maret itu HB IX adalah Menteri Pertahanan Republik Indonesia. Selain itu, HB IX juga menyandang pangkat militer Letnan Jenderal Tituler.
Dengan semua posisi itu, menurut Sri Sultan HB X, mestinya HB IX bisa berkomunikasi dengan siapapun baik dengan pihak kepolisian maupun militer.
ADVERTISEMENT
“Sehingga wajar kalau beliau berkirim surat dengan Panglima Besar Sudirman,” lanjutnya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) membacakan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara di Tetenger Serangan Oemoem 1 Maret 1949, Keben Keraton Yogyakarta, Selasa (1/3). Foto: kumparan/Arfiansyah Panji Purnandaru
Dalam Keppres No. 2 tahun 2022 poin c, juga dengan sangat jelas disebutkan bahwa peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 digagas oleh Sri Sultan HB IX, diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman, disetujui oleh Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta, serta didukung oleh TNI, Polri, laskar-laskar perjuangan rakyat, serta segenap komponen bangsa Indonesia lainnya.
Dalam Keppres tersebut, sama sekali tidak menuliskan nama Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Wehrkreise III. Namun sejak peristiwa itu hingga sepanjang masa Orde Baru, peran Soeharto begitu dilebih-lebihkan sehingga saat ini begitu menonjol dalam sejarah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
ADVERTISEMENT
“Di masa lalu, peran Soeharto dilebih-lebihkan melebihi pera tokoh yang lain,” kata sejarawan UGM, Sri Margana, saat dihubungi di Jogja.
Padahal, peristiwa ini melibatkan sangat banyak komponen negara, baik dari militer maupun sipil. Sebagai Letkol, peran Soeharto memang penting dalam peristiwa itu. Namun, kapasitasnya adalah sebagai pelaksana, dia ditunjuk untuk memimpin serangan umum, bukan sebagai pencetus ide serangan ini.
Karena itu, penetapan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara, menurutnya, menjadi momentum penulisan kembali sejarah tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 yang selama ini mengesampingkan peran para tokoh utama bangsa, terutama selama era Orde Baru. Upaya penulisan ulang sejarah secara formal oleh negara ini menurutnya baru kali ini dilakukan pada masa pemerintahan Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
“Kalau oleh negara setahu saya baru sekarang. Kalau dari kesaksian tokoh-tokoh pelaku yang sudah dibukukan banyak, juga tulisan-tulisan para jurnalis seperti Julius Poer,” ujarnya.
Jenderal Soeharto semasa berpangkat letkot turut terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret. Foto: AFP
Ketua Sekber Keistimewaan DIY, Widihasto Wasana Putra, mengatakan Keppres ini memang bisa disebut sebagai upaya pelurusan sejarah yang sudah puluhan tahun diajarkan di bangku-bangku sekolah tentang peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Tenggelamnya nama Sri Sultan HB IX dan tokoh-tokoh lain menurutnya karena selama Orde Baru Soeharto memang membuat versi sejarah yang ditulis sendiri dengan menempatkannya sebagai tokoh paling penting dalam peristiwa itu, tanpa mengungkapkan peran tokoh-tokoh yang lain.
Di samping itu, HB IX adalah sosok yang tidak suka ribut, berkonflik, dan menonjolkan diri sehingga HB IX tidak banyak menanggapi sejarah-sejarah yang ditulis oleh Soeharto.
ADVERTISEMENT
“Diam itu bukan berarti mengamini, beliau begitu memang karakternya, nanti kan masyarakat akan tahu sendiri siapa sebenarnya berperan, dan akhirnya terbukti kan,” kata Widihasto ketika dihubungi melalui sambungan telepon.
Kendati demikian, penetapan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara menurut dia tidak sekadar untuk mencari siapa yang paling berperan dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret. Lebih dari itu, momentum ini adalah untuk mengungkap dampak dari peristiwa itu yang luar biasa untuk eksistensi Indonesia secara nasional.
“Dimana peristiwa itu membuat dunia internasional membela Indonesia dan mendorong Belanda untuk segera angkat kaki dari Indonesia. Jadi soal Soeharto, sudahlah, ngono yo ngono ning ojo ngono, yang sewajarnya saja, yang penting ke depan kita luruskan, dan mengambil pelajaran untuk bangsa ini,” paparnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT