Konten Media Partner

Sheila dan Tama: Belajar Ekosistem Musik Hingga ke Australia Selama 4 Minggu

18 November 2024 13:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 11 Desember 2024 12:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sheila Sanjaya dan Raden Dwityatama Darmasakti dalam sharing session Internship Program Melbourne Symphony Orchestra (MSO) yang diadakan Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY pada Jumat (15/11). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Sheila Sanjaya dan Raden Dwityatama Darmasakti dalam sharing session Internship Program Melbourne Symphony Orchestra (MSO) yang diadakan Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY pada Jumat (15/11). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Sheila Sanjaya dan Raden Dwityatama Darmasakti baru saja menyelesaikan program magang selama satu bulan di Melbourne Symphony Orchestra (MSO), Australia. Program yang berlangsung dari 3 Oktober hingga 6 November 2024 ini merupakan kerja sama antara Dinas Kebudayaan DIY dan Melbourne Symphony Orchestra.
ADVERTISEMENT
Dalam sharing session yang digelar pada Jumat (15/11), keduanya mengungkapkan bahwa program ini memberi mereka kesempatan untuk belajar langsung tentang ekosistem musik internasional serta menghadapi tantangan budaya yang sangat berbeda.
Program ini adalah bagian dari kerja sama antara negara bagian Victoria yang dalam hal ini adalah Melbourne Symphony Orchestra (MSO) dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi program ini, Vishnu Satyagraha, menjelaskan bahwa kerja sama ini berangkat dari inisiatif bapak Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang melihat bahwa Yogyakarta memiliki potensi musik yang besar dan Negara Bagian Victoria dapat membantu perkembangan musik Yogyakarta melalui kerja sama dengan Melbourne Symphony Orchestra. Sejak tahun 2016, Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan DIY memulai kerja sama dengan MSO melalui berbagai program.
ADVERTISEMENT
Vishnu pun juga menegaskan pentingnya program ini untuk pengembangan ekosistem musik lokal.
“Dari tahun-tahun itu, Melbourne Symphony Orchestra dengan Dinas Kebudayaan (Daerah Istimewa Yogyakarta) bekerja sama untuk bikin program-program yang keren,” jelasnya.
Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi Internship Program Melbourne Symphony Orchestra (MSO), Vishnu Satyagraha. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Vishnu kemudian menjelaskan bahwa Sheila terpilih untuk berangkat setelah kelompoknya berhasil mengajukan proposal terbaik dalam workshop yang diadakan MSO.
“Kelompoknya Mbak Sheila ini punya proposal terbaik. Terobosannya diambil dipilih sebagai proposal terbaik oleh MSO,” ujar Vishnu.
Tama, yang awalnya tidak menduga akan terpilih, akhirnya berangkat setelah menggantikan kandidat yang tidak bisa ikut.
“Tiba-tiba kita hubungi, ‘Mas, kamu ditunjuk sama member untuk berangkat ke internship,’” tambah Vishnu.
Bagi Sheila, pengalaman ini menjadi pembelajaran yang sangat berarti. Ia melihat langsung bagaimana ekosistem musik yang terorganisasi di Australia mampu mendukung perkembangan musisi. Ia juga mengaku sangat terkesan dengan prinsip MSO dalam membangun ekosistem musik berkualitas.
ADVERTISEMENT
“Prinsip mereka adalah ‘to attract the best artists, be the great management.’ Jadi, kalau kita ingin bekerja dengan artis terbaik, kita juga harus menciptakan ekosistem yang mendukung mereka untuk berkembang,” ungkap Sheila.
Hal lain yang mengejutkan bagi Sheila adalah suasana formal dan besarnya kantor MSO.
“Aku nggak mbayangin kalau kantor orkestra tuh se-‘kantor’ ini,” ucapnya kagum.
Selain itu, ia juga terkesan dengan sistem kontrak kerja di MSO yang seumur hidup, hingga musisi atau staf tersebut memutuskan untuk mengundurkan diri.
“Yang paling keren lagi adalah mereka kontrak kerja untuk semua staff dan musisi adalah seumur hidup sampai mereka mengajukan resign. Itu juga sangat mengagumkan karena yang kerja di situ tadi tuh nggak ada batasan umur ya, musisinya juga sampai kakek nenek tuh masih main,” tambah Sheila.
ADVERTISEMENT
Selain masalah perbedaan kebiasaan dan budaya, Sheila juga mencatat bahwa separuh pekerjaan manajemen MSO sudah dibantu dengan AI, hal ini membuat MSO telah memiliki perencanaan program hingga dua tahun ke depan.
Acara sharing session Internship Program Melbourne Symphony Orchestra (MSO) yang diadakan Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY di Hotel Manohara pada Jumat (15/11). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Tama juga menceritakan pengalamannya dalam program ini yang juga penuh pembelajaran.
“Seminggu awal saya hanya menonton mereka berlatih. Tapi saya merasa beruntung, jadi bisa beradaptasi dulu,” katanya.
Pada minggu kedua, Tama mulai tampil bersama MSO, memainkan karya dari John Williams seperti Jurassic Park, Star Wars, hingga Indiana Jones.
“Dalam tiga hari konser, mereka ada empat kali pertunjukan, tapi latihan hanya sekali,” ungkap Tama, terkesan dengan profesionalisme MSO.
Minggu ketiga, ia mengikuti tur regional yang menantang.
“Kita dituntut menjaga kesehatan dan menyiapkan materi sekaligus. Setiap kota punya jadwal yang padat,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Baik Sheila maupun Tama juga terkejut bahwa 85% penonton konser MSO adalah lansia.
“Semua melebihi ekspektasi saya, keren banget sih. Dari sekian pertunjukan yang saya tonton ya, itu 85% penontonnya adalah lansia. Tapi memang itu adalah market yang sangat matang ya, mereka waktunya luang. Karena kan program-program MSO itu biasanya di weekdays, mereka punya keleluasaan dalam menikmatinya, juga secara financial,” kata Sheila.
Tak hanya lansia, Tama membagikan kesannya saat tampil di depan anak-anak.
“Kita juga ada program tampil konser di depan anak-anak kecil, seumuran TK gitu, tujuannya ya untuk memperkenalkan mereka ke orkes. Dan itu (hal) yang belum ada di sini gitu, belum terlalu memperkenalkan musik orkestra ke khalayak luas,” jelas Tama
ADVERTISEMENT
Sheila dan Tama berharap dapat menerapkan ilmu yang mereka peroleh untuk memperkuat ekosistem musik di Indonesia. Bagi mereka, pengalaman ini adalah langkah awal untuk membawa musik Indonesia ke standar global.