Konten Media Partner

SHW Center Minta Sekolah Serius Tangani Cyberbullying Lewat Satgas di Bawah KPAI

14 November 2023 20:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Cyberbulling. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Cyberbulling. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Perkembangan kasus Cyberbullying di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya, menandakan perlunya perlindungan hukum yang lebih efektif bagi para korban untuk mencegah dampak yang lebih luas. Salah satu usulan untuk mengatasi hal ini adalah dengan meningkatkan peran Satgas Anti Cyberbullying di Sekolah.
ADVERTISEMENT
Shri Hardjuno Wiwoho, pendiri dan Ketua Yayasan Syariah Hardjuno Wiwoho Center (SHW Center), mengungkapkan bahwa menurut data UNICEF tahun 2020, 45 persen anak berusia 14-24 tahun di seluruh dunia mengalami perundungan berbasis cyber.
Temuan ini sejalan dengan hasil riset Center for Digital Society (CfDS) per Agustus 2021 yang mencakup siswa SMP dan SMA di 34 provinsi di Indonesia, menemukan bahwa 45,35% dari mereka pernah menjadi korban Cyberbullying, sementara 38,41% menjadi pelaku. WhatsApp, Instagram, dan Facebook menjadi platform yang paling umum digunakan dalam kasus Cyberbullying.
“Fenomena Cyberbullying menimbulkan kekhawatiran lebih dibanding dengan bullying konvensional. Seramnya Cyberbullying terletak pada kemampuannya untuk terjadi 24 jam sehari, di mana pun dan kapan pun melalui media sosial, sehingga benar-benar merusak kesehatan mental generasi muda,” paparnya dalam rilis pers yang diterima redaksi Selasa (14/10).
Shri Hardjuno Wiwoho, pendiri dan Ketua Yayasan Syariah Hardjuno Wiwoho Center (SHW Center). Foto: Dok. Pribadi
Dengan Indonesia menuju masa puncak bonus demografi pada 2030, di mana 68 persen penduduknya merupakan penduduk usia produktif, dampak Cyberbullying dapat mengubah bonus demografi menjadi bencana demografi. Oleh karena itu, menurut Hardjuno, penting untuk memitigasi dampak negatif ini sejak dini.
ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mendorong pembentukan Satgas Anti Bullying di sekolah, termasuk dalamnya penanganan kasus Cyberbullying. Namun, Hardjuno menekankan perlunya formula yang lebih tegas dan jelas untuk tugas, peran, dan peraturan mekanisme Satgas ini guna memberikan kepastian hukum bagi korban, terutama dalam mengatasi perundungan siber.
“Mesti ada semacam divisi khusus Cyberbullying agar perhatiannya sama dengan bullying konvensional,” jelas Hardjuno yang juga seorang staf Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini.
Shri Hardjuno Wiwoho, pendiri dan Ketua Yayasan Syariah Hardjuno Wiwoho Center (SHW Center). Foto: Dok. Istimewa
Hardjuno menyoroti urgensi kebijakan non-penal (kebijakan diluar hukum pidana yang kuncinya adalah pencegahan dan pembaharuan pandangan masyarakat) sebagai solusi untuk menanggulangi Cyberbullying. Menurutnya, perundungan siber sebagai kejahatan di dunia maya memerlukan pendekatan yang melibatkan bidang hukum, pendidikan, dan psikologi perkembangan.
ADVERTISEMENT
Melalui riset yuridis-normatif, Hardjuno menyampaikan bahwa Satgas Anti Cyberbullying perlu diperkuat sebagai kebijakan non-penal di bawah KPAI, dengan keterlibatan integral sarana penal.
“Pendekatan ini memberikan penekanan pada pencegahan dan pembaharuan pandangan masyarakat, sambil tetap mempertimbangkan aspek hukuman sebagai langkah terakhir,” tandas Hardjuno.