Soal Sekolah di DIY Jual Seragam, Wakil Ketua DPRD DIY: Ini Tak Berdasar Fakta

Konten Media Partner
28 September 2022 16:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Huda Tri Yudiana. Foto: DPRD DIY
zoom-in-whitePerbesar
Huda Tri Yudiana. Foto: DPRD DIY
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Huda Tri Yudiana, turut merespons temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY terkait maraknya dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan jual-beli seragam yang dilakukan oleh sekolah dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022.
ADVERTISEMENT
Huda menyesalkan pernyataan ORI DIY yang menurut dia seperti mengeneralisir semua sekolah di DIY menjual seragam dengan total keuntungan yang fantastis.
“Ini merupakan statement bombastis dan tidak berdasarkan fakta yang bisa dipertanggung jawabkan menurut saya,” kata Huda Tri Yudiana, Selasa (27/9).
Penyampaian informasi dengan cara seperti itu menurut Huda akan merugikan dunia pendidikan di DIY. Menurut dia, jika memang ORI mendapatkan pelaporan dugaan pelanggaran di sekolah, mestinya mereka melakukan klarifikasi lebih dulu.
“Bukan kemudian dipublikasikan tanpa fakta yang jelas dan generalisasi seolah sekolah-sekolah melakukan pelanggaran jual-beli seragam dan ambil untung dari hal itu,” lanjutnya.
Anggota DPRD dari Fraksi PKS itu mengatakan bahwa cara kerja seperti itu tidaklah profesional dan tidak berorientasi pada penyelesaian masalah. Sebaliknya, hal itu justru merugikan dunia pendidikan. Sebab, sekolah-sekolah di DIY akan terpojok secara opini publik dan mendapatkan stigma negatif.
ADVERTISEMENT
“Padahal kita semua tahu bagaimana beratnya bapak ibu guru saat ini bertahan dan mengejar ketertinggalan murid muridnya akibat 2 tahun pandemic,” ujarnya.
Ilustrasi seragam sekolah. Foto: Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI
ORI DIY menurut dia mestinya ikut menciptakan atmosfer positif untuk mendukung bangkitnya dunia pendidikan di DIY, bukan malah bermain opini tanpa fakta yang bisa dipertanggung jawabkan. Jika memang ada satu atau dua sekolah yang melakukan kesalahan, maka jangan menggeneralisir semua sekolah juga melakukan kesalahan yang sama.
“Tapi dibina dan diselesaikan,” kata dia.
Saat ini, sekolah menurut dia memiliki masalah yang kompleks dan tak mudah untuk diselesaikan, butuh kerja sama yang baik dari semua stakeholder sekolah baik guru, orang tua, pemerintah, dan sebagainya. Dia berharap, masalah-masalah itu tidak disimplifikasi pada permasalahan uang saja yang kemudian dibesar-besarkan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pembiayaan pendidikan juga sudah ada aturan yang jelas, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Kepala sekolah dan guru menurut dia tidak akan sembarangan bertindak, apalagi dinas pendidikan juga selalu mengawasi dan membina mereka dengan ketat.
“Jika kita temukan kesalahan atau kekurangan kita perbaiki dan ingatkan dengan cara yang baik dan tepat,” kata Huda Tri Yudiana.
Ketua ORI Perwakilan DIY, Budhi Masthuri, saat menggelar jumpa pers Senin (26/9). Foto: Widi Erha Pradana
Sebelumnya, ORI Perwakilan DIY merilis hasil pemantauan mereka terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di DIY. Salah satu hasil yang ditemukan di antaranya masih maraknya terjadi praktik jual-beli seragam sekolah dengan total keuntungan mencapai Rp 10 miliar lebih.
Berdasarkan temuan ORI, jumlah sekolah di DIY yang masih melakukan praktik jual-beli seragam mencapai 350 sekolah, dengan keuntungan rata-rata tiap paket seragam yang dijual mencapai Rp 300 ribu.
ADVERTISEMENT
“Kami coba hitung, seandainya ada 100 siswa saja yang membeli di sekolah pada tahun pertama, dengan selisih Rp 300 ribu saja, satu DIY bisa Rp 10 miliar (keuntungannya),” kata Ketua Perwakilan ORI DIY, Budhi Masthuri.
Memang, saat ini banyak sekolah yang tidak mewajibkan orang tua siswa untuk membeli seragam di sekolah. Namun beberapa kondisi secara tidak langsung menyebabkan orang tua siswa tidak punya pilihan lain selain membeli seragam dari sekolah, misalnya dengan adanya seragam khas atau seragam identitas sekolah yang tidak dijual secara bebas di tempat lain.
“Akhirnya walaupun tidak diwajibkan sebagian besar tetap membeli di sekolah,” ujarnya.