Konten Media Partner

Sudah Frustrasi, Warga Gunungkidul Dukung BKSDA Ekspor Monyet untuk Biomedis

26 Januari 2022 16:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi monyet ekor panjang. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi monyet ekor panjang. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Konflik antara monyet ekor panjang (MEP) dengan penduduk di Gunungkidul dan juga perbukitan Sriharjo, Imogiri, Bantul, makin intens setiap tahun. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah setempat belum membuahkan hasil yang signifikan sehingga membuat frustrasi warga. Setiap tahun, terutama pada puncak kemarau, kasus kawanan monyet ekor panjang yang masuk ke permukiman penduduk masih terus terjadi.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul, Rismiyadi, mengatakan bahwa Pemerintah Gunungkidul sangat membutuhkan bantuan pihak lain, terutama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY yang tentu punya sumber daya lebih mumpuni dalam mengatasi konflik monyet dan manusia tersebut. Kendati demikian, DPP Gunungkidul menurutnya siap untuk mengambil peran penting dalam penyelesaian masalah tersebut.
“Kami siap duduk bersama dan berbagi peran, yang kami harapkan adalah sinergi,” kata Rismiyadi saat dihubungi, Selasa (25/1).
Selama ini, beberapa upaya menurutnya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi konflik tersebut. Misalnya penggunaan jaring untuk mencegah mereka masuk ke kawasan tertentu, atau melakukan ronda keliling di lokasi-lokasi yang biasa terjadi konflik. Namun upaya itu tak berdampak signifikan, apalagi saat ini wilayah konflik sudah semakin luas.
ADVERTISEMENT
DPP Gunungkidul, saat ini juga sedang menyiapkan program penanaman tanaman buah di sekitar habitat monyet yang bisa jadi sumber pangan mereka sehingga tak perlu lagi masuk ke perkebunan warga.
“Karena konflik itu kan terjadi karena stok pangan monyet di habitatnya habis,” lanjutnya.
Petugas dari BKSDA (kanan) bertemu dengan Kepala Desa dan warga Sriharjo, Imogiri, Bantul. Foto: Istimewa
Menanggapi rencana BKSDA DIY yang akan mengusulkan penambahan kuota ekspor monyet panjang dari DIY sebanyak 1.500 untuk keperluan biomedis, Rismiyadi menyambutnya positif. Dia yakin BKSDA telah memperhitungkan masak-masak rencana itu. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, laporan warga tentang adanya kawanan monyet yang menyerang lahan pertanian bahkan permukiman semakin banyak.
“Pastinya BKSDA sudah punya perhitungan yang matang sebelum melakukan upaya itu, jadi kami akan ikut,” ujar Rismiyadi.
Diberitakan sebelumnya, BKSDA memang berencana akan mengusulkan penambahan kuota ekspor monyet ekor panjang dari DIY untuk pengurangan populasi. Tahun lalu langkah ini sebenarnya sudah pernah dilaksanakan, dengan mengekspor sekitar 300 ekor monyet ekor panjang. Tapi karena dinilai masih terlalu kecil, BKSDA berencana mengusulkan penambahan kuota ekspor jadi 1.500 ekor.
ADVERTISEMENT
Upaya-upaya lain sebenarnya sudah pernah dilakukan, seperti pembagian bibit tanaman buah untuk pakan monyet. Namun ternyata upaya itu ternyata juga belum berdampak secara signifikan. Sempat juga ada usulan untuk melakukan kastrasi atau kebiri kepada individu monyet jantan untuk mengurangi tingkat kebuntingan pada individu betina, namun belum dapat direalisasikan karena akan memakan biaya besar dan waktu yang lama. Karena itu, metode pengurangan populasi yang dipilih akhirnya dengan menangkapnya untuk dijadikan model dalam penelitian biomedis.
Adapun usulan penambahan kuota ekspor monyet ekor panjang ini masih akan dibahas pada 26 dan 27 Januari bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Kami mengusulkan kuota monyet ekor panjang tahun ini sebanyak 1.500 ekor untuk dimanfaatkan sebagai biomedis,” kata Kepala BKSDA DIY, Muhammad Wahyudi. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT