Sudah Mulai Usaha Budidaya Porang, ke Mana Menjual Hasil Panennya?

Konten dari Pengguna
6 Januari 2021 14:37 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Umbi porang. Foto: Dokumen Kementan
zoom-in-whitePerbesar
Umbi porang. Foto: Dokumen Kementan
ADVERTISEMENT
Banyak petani yang sudah mulai budidaya porang bingung ke mana menjual hasil panennya. Ya, porang, komoditas pertanian sejenis umbi-umbian ini menjadi pembicaraan banyak orang dalam beberapa tahun terakhir setelah viral karena kisah Paidi. Paidi adalah mantan pemulung asal Madiun, Jawa Timur, yang kini jadi miliarder setelah usaha budidaya porang yang dia tekuni sukses keras.
ADVERTISEMENT
Usaha Paidi kemudian diikuti banyak orang, tentu dengan harapan bisa bernasib manis sepertinya. Tapi tak ada usaha yang isntan. Banyak orang yang mencoba mengikuti jejak Paidi mentok karena tak tahu ke mana harus menjual porang yang dia hasilkan.
Dody Kastono, dosen Pertanian UGM yang beberapa tahun lalu sempat ikut mengembangkan porang di Gunungkidul dan Kulon Progo mengatakan sampai sekarang pasar ekspor porang, khususnya Jepang, memang masih terbuka lebar.
“Karena diversifikasi produknya cukup banyak, baik untuk kesehatan, kecantikan, pangan, dan lain-lain,” kata Dody ketika dihubungi, Selasa (5/1).
Menurutnya, harga porang saat ini ada di kisaran Rp 10 ribu sampai Rp 12 ribu per kilogram. Tapi tak semua pabrik yang membeli porang menetapkan harga standar. Ini yang kerap menjadi kendala petani menjual hasi budidayanya dengan harga yang bagus.
ADVERTISEMENT
“Mending sebelumnya ada kesepakatan kemitraan (dengan perusahaan) agar tidak terkesan dipermainkan,” ujarnya.
Syarat Diterima Pabrik
Berlian Rezki Wijayanti, seorang pengusaha budidaya porang di daerah Bantul, Yogyakarta, mengatakan pasar porang sebenarnya jelas. Sudah sekitar lima tahun terakhir dia mendalami komoditas ini, dan menekankan bisnis porang tidaklah seperti bisnis tanaman hias yang didalamnya terdapat banyak permainan. Ya, bisnis tanaman hias yang harganya tiba-tiba bisa melejit tinggi seperti yang terjadi pada aglonema yang harganya sampai ratusan juta rupiah tiba-tiba bisa tidak ada harganya lagi. Ini adalah skema bisnis yang sering disebut sebagai monkey business.
“Ini enggak seperti tanaman hias mas, karena kebutuhannya terus berjalan. Yang butuh enggak cuman dalam negeri, tapi juga luar negeri,” kata pembudidaya muda porang itu.
ADVERTISEMENT
Dia mengakui, bahwa pemasaran porang gampang-gampang susah. Biasanya, para pembudidaya seperti Berlian menjual hasil panen porang ke sesama pembudidaya maupun ke pabrik pengolahan produk turunan porang. Bisa juga langsung ke pasar ekspor, tapi itu membutuhkan usaha yang lebih besar karena harus memenuhi regulasi negara tujuan ekspor juga.
“Kalau dari kami masih di sekitaran sesama pembudidaya dan pabrikan sekitar Jawa,” ujarnya.
Menurut dia, tiap pabrik memiliki ketentuannya masing-masing untuk kualitas hasil panen yang mau dibeli. Misalnya mereka mau menerima umbi dengan minimal berat 400 gram.
“Karena standarnya 500 gram, disesuaikan dengan alat yang mereka punya,” ujarnya.
Kebanyakan pabrik juga tidak mau menerima umbi yang dihasilkan dengan bantuan pupuk kimia maupun zat-zat kimia lainnya. Pasalnya, zat-zat kimia yang digunakan dalam proses budidaya akan sangat mempengaruhi kualitas hasil panen.
ADVERTISEMENT
Selain merusak kualitas, penggunaan bahan-bahan kimia selama proses budidaya juga akan merusak citra petani. Nantinya, pabrik akan memblokir petani yang menggunakan bahan kimia dan akibatnya petani akan semakin sulit untuk mencari pasar.
“Jadi proses pengolahan itu sangat penting pengaruhnya,” lanjutnya.
Daftar Pabrik Tujuan Pasar Porang
Untuk saat ini, mayoritas pabrik yang menerima komoditas porang berada di Jawa Timur. Hal itu tidak lepas dari sejarah Jawa Timur yang menjadi tempat awal mula komoditas ini dikembangkan di Indonesia.
Selain di Jawa Timur, di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, dan Jakarta juga ada beberapa pabrik yang bisa menjadi tujuan pasar petani porang. Berikut adalah daftar pabrik yang bisa dijadikan tujuan pasar petani porang.
ADVERTISEMENT
1. PT Asia Prima Konjac di Madiun, Jawa Timur
2. CV Agro Alam Raya di Jombang, Jawa Timur
3. PT Algalindo di Pasuruan, Jawa Timur
4. PT Ambiko di Pasuruan, Jawa Timur
5. PT Rajawali Penta Nusantara di Gresik, Jawa Timur
6. Prima Agung Sejahtera di Kota Surabaya, Jawa Timur
7. CV Jia Li di Surabaya, Jawa Timur
8. Pabrik Penepungan Porang di Kediri, Jawa Timur
9. PT Anugera Porangkaraya Indonesia di Banyuwangi, Jawa Timur
10. Serayu Agro Processing (SAP) di Purbalingga, Jawa Timur
11. Star Konjac Nusantara di Semarang, Jawa Tengah
12. CV Porang Center Indo di Rembang, Jawa Tengah
13. CV Sanindo Putra di Bandung, Jawa Barat
14. PT Siligati di Buleleng, Bali
ADVERTISEMENT
15. PT Tridanawa Perkasa Indonesia (TPI) di Makassar, Sulawesi Selatan
16. PT Jagat Raya Indonesia di Menteng, Kota Jakarta Pusat
Perusahaan-perusahaan itu menurut Berlian bisa dijadikan sebagai opsi jika pembudiaya porang ingin menjual hasil panennya.
“Tentunya produk yang dimiliki harus sesuai dengan standar yang ditetapkan pabrik,” ujar Berlian.
Waktu Terbaik Memanen Porang
Hasil panen bisa dijual langsung dalam kondisi segar, maupun dalam bentuk chips atau umbi produksi yang sudah dikeringkan. Selain perawatan, waktu pemanenan menurutnya juga akan mempengaruhi kualitas, dan tentunya harga.
Pada musim panen awal antara Maret sampai April, merupakan waktu ketika harga porang paling rendah.
“Karena kadar airnya masih tinggi sebab di bulan-bulan tersebut kadang masih ada hujan. Sedangkan harga tertinggi antara bulan Juli sampai Agustus,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Misalnya awal panen tahun kemarin, pabrik menerima porang dengan harga Rp 9 ribu sampai Rp 11 ribu per kilogram pada bulan Juli. Sedangkan pada Agustus, harganya bisa mencapai Rp 13 ribu bahkan lebih. Itu untuk umbi produksi dengan berat minimal 500 gram.
“Pabrik paling suka yang panen akhir. Bahkan kabarnya kemarin sampai Rp 15 ribu per kilogram,” ujarnya.
Selain itu, harga umbi mini juga cukup menjanjikan. Umbi mini dengan isi 2 sampai 60 biji per kilogram menurutnya harganya bisa mencapai Rp 100 ribu per kilogram. Sedangkan untuk harga katak dengan isi 200 sampai 250 per kilogram, harganya di kisaran Rp 300 ribu sampai Rp 350 ribu.
“Untuk hasil panennya, minimal dapat 75 persen dari yang ditanam,” ujar Berlian. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT