Sukses Bisnis dengan Modal di Bawah Rp 10 Juta (1): Beternak Ayam Pheasant

Konten Media Partner
21 April 2021 19:40 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Dengan modal awal hanya Rp 3,5 juta, Anggit Mas Arifuddin kini bisa meraup keuntungan bersih mencapai Rp 250 juta dalam satu musim panen atau satu tahun.
Ayam pheasant budidaya Anggit Mas Arifuddin. Foto: Widi Erha Pradana
Salah satu hal yang paling disyukuri oleh Anggit Mas Arifuddin adalah perkenalannya dengan ayam hias pheasant. Dari perkenalannya lewat internet itu, kini ayam pheasant menjadi sumber penghasilan utama pemuda berusia 27 tahun itu dengan keuntungan bersih mencapai Rp 250 juta dalam satu musim panen atau satu tahun.
ADVERTISEMENT
Sejak kecil, Anggit memang sudah sangat menyukai dunia perunggasan, teurtama burung dan ayam. Sebelumnya, pada 2010-an, Anggit yang kala itu masih remaja dan baru kelas 2 SMA sudah mencoba untuk usaha budidaya ayam pelung, ayam unggulan Cianjur, Jawa Barat.
Bosan dengan ayam pelung, beberapa tahun berselang Anggit mulai merambah ke dunia burung kicau yang sampai sekarang juga masih dia tekuni. Baru pada 2015, ketika sedang berselancar di internet, tanpa sengaja dia menemukan foto ayam pheasant yang langsung membuatnya jatuh hati dengan motif dan warna-warni bulunya.
“Kok bagus banget, langsung jatuh cinta lah sama ayam pheasant itu,” kata Anggit ketika ditemui di JSP Farm Jogja, nama peternakan ayam pheasant miliknya di daerah Margorejo, Kecamatan Tempel, Sleman, DIY, Jumat (16/4).
ADVERTISEMENT
Tak puas hanya belajar dari internet, Anggit lalu mencari informasi apakah sudah ada yang membudidayakan ayam pheasant di Jogja. Akhirnya dia menemukan satu usaha penangkaran ayam pheasant di Sleman bernama VJ Pheasantry, tepatnya di Sardonoharjo, Ngaglik.
Di tempat itulah Anggit berguru bagaimana berbisnis ayam pheasant, seluk beluk perawatan, kandang, jenis pakan, dan bagaimana cara breeding-nya. Anggit juga belajar dari sejumlah penangkar ayam pheasant lain yang ada di Jogja maupun di Indonesia, baik secara langsung maupun lewat internet.
Baru setelah yakin dengan bekal ilmu yang dimiliki, Anggit membeli sepasang ayam pheasant jenis ringnecked pheasant remaja seharga Rp 3,5 juta dari tempatnya berguru untuk dijadikan indukan. Sepasang ringnecked pheasant itulah yang kemudian membuka rezekinya sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
“Habis itu beranak-beranak jadi banyak, terus saya pakai buat beli golden pheasant yang harga Rp 6 juta, jual-jual lagi buat beli yang lain, jadi gitu terus, bertahap,” ujarnya.
Satu Pasang Bisa Belasan Juta
Dari yang awalnya hanya punya sepasang ringnecked pheasant, kini Anggit sudah punya tujuh jenis ayam pheasant dengan 12 pasang indukan dan ratusan individu anakan dan remaja. Yang semula hanya satu punya kandang 2x2 meter, kini dia punya lahan peternakan pheasant seluas sekitar 1.700 meter.
Ayam pheasant yang ada di penangkaran Anggit didominasi dari jenis impor asal China seperti ringnacked pheasant, yellow pheasant, golden pheasant, silver pheasant, siamase fireback pheasant, reeves’s pheasant, serta lady amherst pheasant.
Di JSP Farm, Anggit juga punya beberapa jenis ayam pheasant lokal, yakni ayam hutan hijau dan merak jawa yang dilindungi. Anggit juga menjadi satu-satunya penangkar merak jawa di Jogja yang saat ini berizin.
ADVERTISEMENT
“Kalau merak sebenarnya sudah banyak yang inden, tapi baru tahun depan bisa jual, karena yang boleh dijual itu yang generasi ketiga. Jadi yang pertama dan kedua itu milik negara,” lanjutnya.
Satu kali panen, sekarang Anggit bisa menjual ratusan pheasant remaja ke seluruh Indonesia, mulai dari jalur darat, laut, dan udara. Untuk harga jualnya, untuk sepasang ringnecked pheasant remaja, jenis yang paling murah, harganya mulai Rp 1,3 juta.
Untuk jenis di atasnya seperti silver pheasant dan golden pheasant harganya Rp 6 juta, yellow pheasant Rp 7 juta, lady amherst pheasant Rp 13 juta, siamase fireback pheasant dan reeves’s pheasant Rp 15 juta. Semakin langka dan bagus jenisnya, maka harganya akan semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
“Kalau yang paling banyak dicari sekarang jenis golden pheasant, karena warnanya sudah sangat menarik tapi harganya tidak terlalu tinggi,” ujar pemuda lulusan teknik sipil yang sejak kecil menggemari dunia binatang itu.
Harus Memulai dengan Hati
Anggit Mas Arifuddin. Foto: Widi Erha Pradana
Jalan yang ditempuh Anggit bisa dibilang cukup mulus. Dia nyaris tak pernah menemui kendala serius sejak pertama menekuni bisnis ayam pheasant ini. Sebab, perawatan ayam pheasant menurut dia sebenarnya lebih gampang ketimbang jenis ayam lain. Pakannya juga lebih irit, ayam pheasant hanya perlu diberi pakan sehari sekali saja, yang penting kandangnya bersih.
“Satu-satunya kendala itu karena ayam pheasant hanya bertelur sekali setahun, jadi memang harus sabar,” kata dia.
Biasanya, musim kawin ayam pheasant jatuh pada September sampai November. Setelah bertelur, telur-telur yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam inkubator untuk melalui proses penetasan. Ketika usianya sudah 6 bulan, ayam pheasant sudah siap dijual. Tapi biasanya, sebelum stok terpenuhi, pemesan sudah mengantre, sehingga untuk memesannya harus inden dulu.
ADVERTISEMENT
“Ini sekarang sudah inden lagi mas,” ujarnya.
Masa pandemi sekarang, ketika banyak usaha yang kolaps karena terdampak pandemi, usaha ayam pheasant-nya justru semakin untung. Banyaknya orang yang jenuh karena terlalu lama di rumah, menjadikan ayam pheasant sebagai hobi baru. Tingkat penjualannya selama pandemi juga naik hampir 50 persen, sampai dia harus mengambil stok dari pembudidaya lain.
“Kalau dihitung setahun Rp 250 juta-an lah, bersih sudah dipotong semua operasional,” kata dia.
Untuk pemasarannya, Anggit melakukannya secara online maupun offline. Secara offline, Anggit mengandalkan jaringannya yang sudah terbangun dari mulut ke mulut. Sedangkan secara online, Anggit memasarkan lewat berbagai marketplace maupun media sosial. Jalur online inilah yang belakangan paling banyak mendatangkan pelanggan dari berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, bahkan dari luar Jawa seperti Kalimantan, Bali, serta Palembang.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, kunci utama yang membuat usahanya lancar sampai sekarang adalah merawat ayam-ayamnya dengan hati. Harus benar-benar suka dulu, tidak cukup hanya punya uang banyak. Jika memang didasari rasa suka, maka masalah-masalah yang datang tidak akan terlalu jadi masalah. Namun jika sejak awal orientasinya hanya untung, untung, dan untung, biasanya akan langsung tumbang ketika baru mendapat masalah-masalah sepele.
“Kalau pemula jangan langsung ingin untung banyak, harus memang suka dulu. Kalau cuma punya uang tapi sebenarnya enggak suka, bakal sulit. Jadi harus dijalani pakai hati yang tulus,” kata Anggit Mas Arifuddin.