Sultan HB X: Kemiskinan Bukan Sesuatu yang Harus Dibenci, tapi Harus Dilawan

Konten Media Partner
21 Oktober 2022 16:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X saat memberikan keynote speech di UGM, Jumat (21/10). Foto: MenPAN RB
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X saat memberikan keynote speech di UGM, Jumat (21/10). Foto: MenPAN RB
ADVERTISEMENT
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengungkapkan bahwa kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah utama yang dihadapi banyak daerah di Indonesia, tak terkecuali DIY.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, persentase penduduk miskin di DIY sampai saat ini masih sebesar 11,34 persen, lebih tinggi ketimbang persentase penduduk miskin secara nasional, yakni sebesar 9,54 persen per Maret 2022.
Hal itu disampaikan oleh Sri Sultan saat memberikan keynote speech di acara ‘Grand Launching Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Tematik Penanggulangan Kemiskinan pada Pemerintah Daerah’ di UGM, Jumat (21/10).
Meski perlahan angka kemiskinan di DIY perlahan mulai menurun seiring dengan membaiknya perekonomian masyarakat pascapandemi, namun beberapa hal menurut Sultan mesti diwaspadai secara serius.
“Seperti kecenderungan adanya inflasi dan ancaman resesi pada beberapa negara yang imbasnya juga dapat menghambat upaya pengurangan angka kemiskinan,” kata Sri Sultan, Jumat (21/10).
Dalam kesempatan itu, Sultan juga mengutip pernyataan Aristoteles, yakni ‘Kemiskinan adalah ibu kandung revolusi dan kejahatan’. Karena itulah pengentasan kemiskinan menurut dia mesti menjadi program prioritas pemerintah.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut dia kemiskinan bukanlah sesuatu yang harus dibenci. Kemiskinan menurut Sultan adalah sesuatu yang harus dilawan bersama-sama.
“Sungguhpun demikian, kemiskinan bukan sesuatu yang harus dibenci, tetapi memang harus dilawan dengan usaha keras untuk hidup yang lebih baik,” ujarnya.
Kendati demikian, sebaik apapun program dan upaya dalam memerangi kemiskinan, menurut dia jika mentalitas masyarakat tidak dikelola secara serius, maka sampai kapanpun kemiskinan itu tak akan bisa diatasi. Dia menekankan, supaya mental krido lumahing asta (mengemis atau meminta-minta) tidak menjadi karakter yang melekat dalam diri masyarakat.
“Kenyataannya banyak orang miskin yang melawan kemiskinannya dan menjadi orang-orang yang sangat sukses. Ini masalah mental dan perjuangan,” tegasnya.
Pemda DIY, menurut dia, juga menggunakan pendekatan budaya sebagai salah satu alternatif untuk menanggulangi kemiskinan. Kemiskinan menurutnya perlu dilihat tidak hanya dari sudut pandang ekonomi semata, tapi juga harus dimoderasi melalui pendidikan karakter, dengan memperbarui nilai-nilai gemi, nastiti, ngati-ngati (hemat, cermat, dan berhati-hati) yang selaras dengan konteks kekinian, melalui intervensi literasi keuangan.
ADVERTISEMENT
“Inilah yang dimaksud dengan konsep transformasi dari nilai filosofis ke nilai praksis, yang seharusnya disuntikkan dalam setiap sendi pelaksanaan keistimewaan, untuk mengakselerasi perwujudan manusia Jogja menjadi jalma kang utama, dengan kualitas hidup-kehidupan-penghidupan yang semakin baik,” ujar Sri Sultan HB X.