Konten Media Partner

Sultan HB X Kritik Proyek di DIY yang Abaikan Kondisi Tanah: Diberi Tahu, Ngeyel

20 Januari 2025 15:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam acara "Tanam Bersama Pohon Langka", Senin (20/1). Foto: Resti Damayanti/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam acara "Tanam Bersama Pohon Langka", Senin (20/1). Foto: Resti Damayanti/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengingatkan bahwa struktur tanah di DIY dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik Merapi yang menciptakan lapisan lava di bawah permukaan. Sehingga setiap pembangunan infrastruktur harus direncanakan dengan matang.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, masih ditemukan pihak yang menurutnya ngeyel mengenai hal tersebut.
“Jangan beranggapan bahwa membangun di Jogja itu tanah padat seperti daratan biasa, tapi penuh dengan lava yang memang proses Merapi itu seperti itu,” kata Sultan HB X, dalam sambutannya pada acara Tanam Bersama Pohon Langka oleh Keraton Yogyakarta dan Pengurus Pusat Organisasi Pemuda Lintas Agama di Sleman, Senin (20/1).
“Sehingga kalau bangun itu hati-hati karena belum tentu yang kita keduk (gali) itu tanahnya, tapi pengalaman yang terjadi kalau kita beri tahu itu sering ngeyel gitu ya mungkin merasa lebih tahu,” tambahnya.
Dua contoh kurangnya pengenalan karakteristik tanah menurutnya adalah pembangunan kabel bawah tanah di kawasan Tugu Jogja dan Underpass Kentungan, Sleman.
ADVERTISEMENT
“Contoh saja pada waktu menanam kabel di bawah, tidak di atas ya. Pada waktu digali itu ya gerowong di dalam. Ada yang gerowong tapi ditutup dulu, belum ada baja yang untuk galian terus di atas jadi jembatan karena ada baja lembaran yang dipasang untuk lewat kendaraan,” jelas Sultan.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam acara "Tanam Bersama Pohon Langka", Senin (20/1). Foto: Resti Damayanti/Pandangan Jogja
Namun, Sultan melanjutkan, baja lembaran yang digunakan sebagai penopang tersebut justru tidak dikembalikan setelah proses pemasangan kabel selesai. Hal ini berdampak pada stabilitas tanah di sekitar lokasi.
“Dulu kan tidak ada, itu yang ada adalah lembaran-lembaran kuningan yang ditata di situ supaya bisa untuk lalu lintas. Tapi pada waktu setelah digali, kabel-kabel dimasukkan, yang kuningannya karena laku, tidak dikembalikan. Sehingga ya setiap di sebelah selatan Tugu itu begitu kendaraan banyak yang lewat, diperbaiki lagi,” ungkap Sultan.
ADVERTISEMENT
Pada kasus pembangunan underpass Kentungan, air selalu merembes di underpass karena mengganggu perputaran air di wilayah tersebut.
“Ya mungkin saya bukan insinyur, akhirnya keluar air betul. Jadi kalau lewat underpass itu kan jadi begitu masuk terowongan itu kan ada air yang tidak akan pernah bisa ditutup,” ungkap Sultan.
Ia berharap setiap perencanaan pembangunan khususnya di wilayah Malioboro dapat berkoordinasi dengan pemerintah. Dengan pemahaman yang lebih baik, Sultan berharap permasalahan yang terjadi di masa lalu tidak terulang kembali, sehingga infrastruktur di Yogyakarta dapat dibangun secara lebih berkelanjutan.
“Harapan saya bagi mereka yang akan membangun di kawasan Malioboro dan sekitarnya itu bisa koordinasi agar tidak menemui hal-hal yang tidak bisa kita ketahui,” kata Sultan.
ADVERTISEMENT
“Hanya untuk menjaga lingkungan saja, bukan mempersulit,” ujarnya.