Tak Cuma Bikin Telantar, Buang Kucing di Pasar Bisa Picu Wabah Penyakit

Konten Media Partner
9 Juni 2022 18:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kucing telantar. Foto: Dok. Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kucing telantar. Foto: Dok. Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Siska kewalahan mengurus kucingnya yang terus beranak-pinak dan makin banyak. Oleh saudaranya, dia diberi saran untuk membuang kucing-kucingnya ke pasar tradisional dekat rumahnya. Katanya, di sana banyak makanan sehingga Siska tak perlu khawatir kucing-kucingnya bakal kelaparan.
ADVERTISEMENT
Malam harinya, Siska merenungkan saran dari saudaranya. Benar juga ya, begitu ucapnya. Pagi hari buta selepas subuh, Siska memasukkan empat kucingnya yang masih bayi bersama induknya ke dalam kardus. Dia bawa mereka ke pasar terdekat, lalu dibuangnya kucing-kucing itu di dekat tempat pembuangan sampah di pasar.
Tiga bulan berselang, induk kucing ternyata sudah bunting lagi, entah dengan pejantan yang mana. Setelah dua bulan, induk kucing kembali melahirkan 5 ekor anak. Bersamaan dengan kelahiran itu, tiga anak kucing yang dibuang bersama induknya di dalam kardus juga mulai bunting. Dua bulan kemudian, masing-masing dari mereka melahirkan 4 bayi dalam waktu yang hampir bersamaan.
Hanya dalam kurun waktu 7 bulan, total ada 22 kucing hanya dari 1 kucing yang dibuang oleh Siska. Percayalah, masih ada sangat banyak orang-orang seperti Siska yang membuang kucing-kucingnya ke pasar setelah bosan atau kewalahan memeliharanya.
ADVERTISEMENT
Hal itu mengakibatkan populasi kucing di pasar itu semakin besar. Persaingan mendapatkan makanan semakin ketat, sehingga banyak di antara mereka yang telantar.
Tapi masalah tak selesai sampai di situ. Kucing-kucing itu kemudian buang air besar maupun kecil di sudut-sudut pasar. Kotoran itu dihinggapi lalat, lalu lalat-lalat itu berpindah ke sayur, ikan, daging, buah, dan berbagai bahan makanan manusia lainnya. Saat itu, lalat-lalat itu membawa berbagai jenis bakteri dan sumber penyakit, yang kemudian dia tinggalkan di bahan-bahan pangan yang kemudian kita beli untuk dimasak dari rumah.
Celakanya, kita tak mengolahnya dengan benar. Kita tidak mencuci sayur atau daging dengan bersih, dan tidak memasaknya sampai benar-benar matang. Akibatnya, besok paginya semua anggota keluarga kita mengalami sakit perut, diare, hingga mual sampai muntah.
ADVERTISEMENT
“Itu salah satu simulasi sederhana, bagaimana banyaknya kucing di pasar bisa menyebabkan berbagai penyakit kepada manusia,” kata Andre Lisnawan, dokter hewan yang juga salah seorang pendiri Peduli Kucing Pasar (PKP) Yogyakarta, Rabu (8/6).
Ini adalah logika paling sederhana, bagaimana besarnya populasi kucing di pasar tradisional dapat menyebabkan penyakit untuk manusia. Sebagaimana semua jenis kotoran, pasti di dalamnya terdapat bakteri, kuman, parasit, dan berbagai jenis sumber penyakit lainya. Apalagi banyak pasar-pasar tradisional yang belum memiliki sistem sanitasi baik, hal ini membuat potensi penyebaran penyakit menjadi semakin besar.
“Terutama untuk bahan makanan mentah yang berasal dari hewan seperti daging atau ikan,” ujarnya.
Parasit Sebabkan Kista dan Cacat pada Bayi
Ilustrasi kucing telantar di Pasar Beringharjo, Jogja. Foto: Widi Erha Pradana
Kotoran kucing juga dapat mengandung parasit penyebab infeksi yang disebut toksoplasma. Jika parasite ini masuk ke dalam makanan dan dimakan oleh manusia, menurut Andre dapat menyebabkan kista di berbagai organ tubuh seperti otak, otot, dan jantung.
ADVERTISEMENT
Jika parasit ini menyerang ibu hamil, dampaknya bisa menyerang bayinya. Parasit ini dapat menyebabkan cacat fisik yang serius seperti kerusakan mata dan otak pada janin.
Bahkan berdasarkan penelitian, sebagian bayi yang terserang toksoplasma lahir dengan cara prematur. Bayi yang lahir dengan sehat pun masih bisa mengalami kerusakan organ tubuh karena parasite ini bahkan beberapa tahun setelah lahir, seperti kerusakan pada hati dan limpa, ketulian atau gangguan pendengaran, penyakit kuning, kerusakan mata, diare, muntah, dan ruam pada kulit.
“Kalau daya tahan tubuh seseorang sedang bagus mungkin tidak akan sampai bergejala berat, tapi kalau pas dia down itu yang bahaya,” kata Andre.
Dokter Andre sedang mensteril kucing di PKP Jogja. Foto: Widi Erha Pradana
Tak cuma dari kotoran, potensi penularan penyakit juga bisa terjadi melalui sentuhan fisik secara langsung. Karena tidak terurus dan tinggal di lingkungan kotor, membuat banyak kucing-kucing pasar menderita berbagai jenis penyakit yang di antaranya bisa menular ke manusia. Salah satu penyakit yang paling mudah menular yakni scabies, penyakit kulit akibat tungau kecil yang hidup di dalam kulit kucing.
ADVERTISEMENT
“Rasanya itu gatal luar biasa, namanya ringworm,” lanjutnya.
Meski belum pernah terjadi sebelumnya, meledaknya populasi kucing liar di pasar tetap memiliki potensi wabah zoonosis atau penyakit hewan yang menular ke manusia. Bukan tidak mungkin, nantinya akan muncul wabah penyakit seperti COVID-19, dimana penular virusnya adalah kucing-kucing liar telantar karena dibuang oleh pemiliknya.
“Tapi harus dipahami, kalau masalahnya itu bukan pada kucingnya, tapi pada orang-orang tidak bertanggung jawab yang membuang kucing sembarangan di pasar,” tegas Andre Lisnawan.
Selalu Ada Kucing Dibuang ke Pasar Setiap Hari
Rejeki Marsudiyani, pendiri Peduli Kucing Pasar (PKP) Jogja. Foto: Widi Erha Pradana
Salah seorang pendiri PKP Jogja, Rejeki Marsudiyani, mengatakan bahwa saat ini populasi kucing liar di pasar-pasar di Yogyakarta memang sudah semakin mengkhawatirkan. Di beberapa pasar besar bahkan ada yang populasinya mencapai angka 80 sampai 90 ekor.
ADVERTISEMENT
“Di Pasar Niten itu rekornya 80an lebih, hampir 90 ekor,” kata Yani, sapaan akrabnya.
Jumlah itu menurut dia terus bertambah. Sebab, di pasar tersebut hampir setiap hari selalu ada orang yang membuang kucing karena tempatnya yang strategis. Sering sekali ada laporan temuan anak kucing dan induknya di dalam kardus yang dibuang di halaman pasar atau di tong sampah.
“Hampir setiap hari pasti ada yang buang di sana,” tegasnya.
Upaya pengendalian populasi sebenarnya sudah dilakukan sejak 2010 melalui sterilisasi oleh komunitas Animal Friends Jogja (AFJ) yang kemudian melahirkan PKP Jogja melalui sterilisasi. Tapi, karena terbatasnya sumber daya, baik biaya maupun tenaga-tenaga profesional seperti dokter hewan, sampai saat ini masih banyak kucing di pasar yang belum disteril.
ADVERTISEMENT
Padahal, dalam sebulan kuota steril PKP Jogja sudah mencapai 120 ekor meskipun menurun sejak pandemi.
“Tapi karena pertumbuhannya lebih besar, ada yang buangan, ada yang beranak, makanya sampai sekarang masih banyak kucing pasar yang belum bisa kami steril,” ujar Yani.