Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Tak Ingin Ketinggalan Zaman, Seniman Senior Pak Ong Akan Luncurkan NFT
12 April 2022 17:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Seniman ternama Ong Harry Wahyu mengaku sangat terkesan dengan perkembangan dunia seni ketika menghadiri pembukaan Indo NFT Festiverse, sebuah festival Non-Fungible Token (NFT) terbesar di Indonesia, yang digelar di Galeri R.J. Katamsi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Sabtu (9/4). Pak Ong, sapaan akrabnya, bahkan mengatakan akan segera meluncurkan NFT pertamanya setelah menyaksikan ratusan karya seni NFT yang dipamerkan dalam festival tersebut.
ADVERTISEMENT
“Saya sudah nyiapin art work-nya, tinggal nanti dibikin NFT-nya, biar ndak ketinggalan zaman,” kata pengarah seni film Daun di Atas Bantal itu.
Menurut dia, perkembangan teknologi digital seperti NFT ini akan sangat mempengaruhi nilai estetika suatu karya seni. Sebagai medium baru, terutama untuk mendistribusikan karyanya, para seniman bahkan yang sudah nyaman dengan dunia seni klasik, perlu mulai belajar mengadopsi teknologi NFT ini.
“Dengan media baru ini kan eksplorasinya lebih gila. Apalagi saat ini kan ada pergeseran estetika, pergeseran selera,” lanjutnya.
Meski begitu, karena bukan termasuk genre atau jenis baru dalam dunia kesenian, teknologi NFT menurutnya bukan hadir untuk mengganti atau mengalahkan seni klasik yang sudah ada sejak lama. Sebaliknya, NFT justru akan memberikan opsi yang lebih beragam kepada seniman untuk mengeksplorasi karya seninya.
ADVERTISEMENT
“Bukan untuk menggantikan satu sama lain, bukan tentang menang dan kalah. NFT bukan untuk menggantikan pemikiran atau gagasan di dalam seni,” kata Pak Ong.
Jika seniman bisa memanfaatkan teknologi NFT ini, maka mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar, terutama secara ekonomi. Hal ini karena ketika karya NFT tersebut dijual kembali oleh kolektornya, seniman akan tetap mendapatkan royalti dari penjualan tersebut.
Terakhir, Ong Hari Wahyu mengatakan dengan medium digital, seseorang yang tak punya basis seni konvensional bisa lebih mudah terlibat dalam aktivitas mencipta karya seni. Maka yang terpenting yang perlu digeber adalah isi dari sebuah karya.
“Value, ceritanya, kisahnya, itu yang harus diperkuat. Eksekusi bikin karya dengan medium digital bisa lebih banyak melibatkan banyak seniman baru tapi kisahnya, isinya, itu tidak bisa instan, musti terus diperkuat agar karya bisa bicara dengan kuat,” kata Ong.
Rektor ISI Yogyakarta, Agus Burhan, mengatakan bahwa teknologi digitalisasi ini memang sudah tidak mungkin dielakkan dalam kehidupan manusia, termasuk dalam dunia seni. Karena itu, semua sumber daya yang ada di ISI Yogyakarta mulai dari mahasiswa sampai dosen, menurut Burhan saat ini juga sudah mulai diarahkan untuk menggunakan dan memanfaatkan teknologi digital.
ADVERTISEMENT
“Kita tentu harus open minded, semua resources kita harus dibekali itu (teknologi) dan mempraktikkannya,” kata Burhan.
ISI Yogyakarta bahkan sudah mulai memasukkan bagaimana pemanfaatan teknologi digital untuk dunia seni dalam instrumen pembelajarannya. Misalnya pemahaman terhadap platform digital dan marketplace yang menurut Burhan sudah mulai diajarkan dalam proses pembelajaran.
Digitalisasi di dunia seni ini menurut Burhan bukan sesuatu yang baru untuk ISI Yogyakarta. Sebab, mereka sudah memiliki program-program studi yang sudah mengadopsi teknologi digital seperti Desain Komunikasi Visual (DKV), Televisi dan Film, serta Animasi. Sehingga untuk pemanfaatan teknologi NFT menurutnya tidak akan terlalu sulit untuk diadopsi di dalam pembelajaran.
“Ada mata kuliah yang bisa memberikan pemahaman terhadap dunia seni digital, dengan ekosistemnya, dengan berbagai macam platform dan marketplace-nya,” kata Agus Burhan.
ADVERTISEMENT