Tak Perlu Takut Konsultasi Dokter Rumah Sakit kala Pandemi

Konten dari Pengguna
13 Juli 2020 8:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: healthleadersmedia.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: healthleadersmedia.com
ADVERTISEMENT
PT Medika Digital Nusantara (Medina), sebuah startup berbasis di Yogyakarta yang bergerak di bidang sistem dan informasi, terutama dalam teknologi kesehatan siap merilis program teranyarnya yakni Morbis Telemedicine. Telemedicine merupakan layanan kesehatan yang dilakukan dari jarak jauh untuk melakukan transfer data medik elektronik dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
ADVERTISEMENT
CEO Medika Digital Nusantara, Azmi Ansyah, mengatakan situasi finansial rumah sakit yang ada saat ini justru tidak luput dari dampak pandemi. Bahkan dari survei sederhana yang dia lakukan, rumah sakit non-rujukan COVID-19 saat ini dalam kondisi sekarat karena pendapatannya menurun hingga 40 persen karena pandemi. Bagaimana dengan situasi rumah sakit rujukan COVID-19?. Situasinya justru lebih memprihatinkan.
“Kalau rumah sakit yang rujukan COVID-19, itu (pendapatannya) turun 80 persen,” ujar Azmi Ansyah, pekan lalu.
Babak-belurnya rumah sakit rujukan COVID-19 diakibatkan karena ketakutan masyarakat akan tertular COVID-19 jika mereka ke rumah sakit tersebut. Akibatnya, pasien-pasien non-COVID-19 yang sebelumnya berobat ke rumah sakit rujukan tersebut memilih untuk mencari rumah sakit lain atau bahkan menunda pengobatan.
ADVERTISEMENT
“Jadi karena stigma masyarakat, ketika dia dengar rumah sakit itu adalah rujukan, mereka akan langsung enggak mau datang. Nah itu yang dialami klien-klien kami yang menjadi rumah sakit rujukan,” lanjutnya.
Karena itu, Morbis Telemedicine ini diharapkan dapat membuat rumah sakit memiliki napas yang lebih panjang dengan cara memberikan pelayanan jarak jauh kepada pasiennya.
Transformasi Data Digital di Rumah Sakit
Sebenarnya, 80 persen pasien yang tidak berani masuk ke rumah sakit untuk berobat tetap butuh konsultasi dengan pihak rumah sakit. Dengan adanya sistem telemedicine, semua layanan rumah sakit selain tindakan medis dapat tetap dilakukan tanpa pasien harus masuk ke rumah sakit.
Sayangnya teknologi yang digunakan oleh kebanyakan rumah sakit belum sampai sana. Bahkan sistem manajemen informasi di rumah sakit yang ada saat ini menurut Azmi sebagian besar baru sekadar entry data saja, tanpa mengolahnya menjadi sesuatu yang lebih berguna.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif fase teknologi, apa yang dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit kita saat ini masih sangat rendah. Azmi menjelaskan, fase teknologi itu menyerupai piramida dengan empat klaster, dan entry data adalah klaster yang paling bawah. “Kalau entry datanya masih pakai Microsoft Excel, itu masih fase paling bawah,” ujar Azmi Ansyah.
Sementara klaster kedua adalah penyimpanan data saja di dalam database, klaster ketiga adalah analisis data. Analisis data ini misalnya digunakan untuk melihat capaian target rumah sakit dalam periode tertentu yang ditampilkan dalam bentuk grafik.
“Kalau puncak pengolahan data tertinggi itu ada data sains. Data sains itu sudah masuk di dalamnya learning machine, artificial intelligent (AI), robotika, itu levelnya sudah sampai sana. Jadi puncak transformasi digital itu di data sains,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ketika rumah sakit bisa mengolah datanya secara optimal, maka dia bisa memanfaatkannya untuk berbagai hal seperti untuk mengetahui sebaran rumah sakit di rumah sakit dan penyebaran tertingginya ada di mana. Dengan begitu, rumah sakit bisa lebih tepat dalam menentukan langkah-langkah strategisnya.
Menggunakan Morbis Telemedicine
Sampai saat ini sudah ada sekitar 25 rumah sakit dari berbagai daerah di Indonesia yang bermitra dengan Medina untuk menerapkan Morbis Telemedicine di dalam layanan mereka. Mereka nantinya akan memiliki aplikasi mobile sendiri-sendiri untuk menerapkan layanan telemedicine.
Ketika sudah menggunakan aplikasi ini, pasien yang tidak memerlukan tindakan medis tetap bisa mendapatkan layanan dari rumah sakit secara optimal. Di sisi lain, pendapatan rumah sakit pun bisa lebih membaik lagi karena tidak hanya mengandalkan pasien yang harus datang ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Untuk penggunaan layanan Morbis Telemedicine, pengguna terlebih dahulu harus mengunduh dan menginstal aplikasi telemedicine milik rumah sakit tujuan yang telah bermitra dengan Medina di Google Play Store. Setelah aplikasi terpasang, yang pertama dilakukan adalah melakukan registrasi dengan mengisi form berupa nama, tanggal lahir, nomor KTP, nomor rekam medis, nomor BPJS, serta nomor telepon.
Pada aplikasi tersebut, pasien dapat mengetahui fasilitas apa saja yang dimiliki rumah sakit, ada berapa kamar kosong, serta jadwal praktik dokter. Untuk melakukan konsultasi secara online, dalam aplikasi tersebut akan ditampilkan daftar dokter yang tersedia untuk melakukan layanan telemedicine.
Setelah melakukan pembayaran, kita bisa langsung mendapatkan akses untuk melakukan panggilan video dengan dokter yang kita inginkan. Di beberapa rumah sakit, memang sudah ada layanan telemedicine menggunakan video call semacam ini, hanya saja belum tersistem dalam satu aplikasi. Selain itu, ketika pasien mau mengambil obat harus datang juga ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Supaya pasien benar-benar tidak perlu datang ke rumah sakit, bahkan ketika mengambil obat, Morbis menggandeng GoJek untuk layanan mengantar obat. Jadi nantinya setelah konsultasi dokter akan mengatakan diagnosisnya berdasarkan gejala dan riwayat sakit si pasien. “Kemudian dokter akan bilang, sepertinya Anda butuh obat ini, apakah mau saya pesankan?” kata Azmi mempraktikkan bagaimana dokter melayani pasien menggunakan telemedicine.
Ketika pasien bersedia untuk dipesankan obat oleh dokter, maka dokter akan segera mengentry data ke sistem. Di aplikasi pasien, nantinya akan muncul tagihan obat. Pasien juga diminta untuk mengisi alamat lengkap untuk mengantarkan obat. Setelah membayar tagihan obat dan biaya pengiriman, maka pasien tinggal menunggu GoJek mengantarkan obatnya ke rumah.
“Jadi bisnisnya kita kunci untuk rumah sakit, tidak ada pihak ketiga. Semua transaksi akan langsung dikirim ke rekening rumah sakit, karena tujuan kita memang bagaimana rumah sakit bisa bergeliat lagi untuk meningkatkan pendapatan,” jelas Azmi.
ADVERTISEMENT
Belum Ada Pesaing
Sejauh ini menurut Azmi, belum ada yang membangun sistem layanan telemedicine seperti yang dia kembangkan. Beberapa rumah sakit memang sudah ada yang menerapkan layanan telemedicine, tapi penerapannya belum sistematis dan di situasi tertentu pasien masih tetap harus datang ke rumah sakit.
Sejumlah platform juga ada yang mengklaim programnya sebagai telemedicine. Tapi sebenarnya secara regulasi mereka belum bisa sepenuhnya disebut sebagai telemedicine. Sebab telemedicine yang diakui dan dilindungi negara hanya telemedicine yang terintegrasi dengan rumah sakit.
“Jadi tidak berdiri sendiri. Kalau produk yang lain mereka tidak ada integrasi langsung ke rumah sakit,” ujar Azmi.
Produk yang sudah ada di pasaran benar-benar berdiri sendiri dan menggaji dokter-dokter yang ada di layanannya. Sehingga secara finansial mereka hanya mendistribusikan pendapatan kepada dokter, bukan kepada rumah sakit.
ADVERTISEMENT
“Ini kan sebenarnya tidak boleh. Karena secara regulasi peraturan di Kemenkes, untuk telemedicine harus bisa dipertanggung jawabkan secara institusi kesehatan, yaitu rumah sakit,” lanjutnya.
Ketika ada institusi kesehatan yang bertanggung jawab, maka jika ada malpraktik atau kesalahan diagnosa, pertanggung jawabannya sudah bukan pada individu, melainkan pada institusi. Selain itu, jika telemedicine telah terintegrasi dengan sistem rumah sakit, maka semua data terkait riwayat medis pasien akan direkam dalam sistem rumah sakit.
Saat ini, Azmi sedang menyiapkan super apps untuk mengembangkan Morbis Telemedicine. Dengan digunakannya super apps, maka semua rumah sakit dapat diakses hanya menggunakan satu aplikasi saja.
“Sebab untuk mewujudkan Indonesia sehat, pertama yang harus kita lakukan adalah mensentralisasi data kesehatan kita. Karena kalau kita tidak bisa melakukan itu, maka amat kecil Indonesia itu mencapai tujuan yang diharapkan,” tegasnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT