Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Taman Laut Segarayasa, Mahakarya Raja Mataram yang Lenyap Dimakan Zaman
16 Oktober 2021 19:59 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ketika naik tahta menjadi raja kelima Mataram, Amangkurat I melanjutkan mega proyek yang dicanangkan oleh ayahnya, Sultan Agung, yakni membangun segarayasa. Segarayasa merupakan danau buatan atau bangunan air yang dalam pembuatannya, Amangkurat I mesti mengerahkan lebih dari 300 ribu pekerja. Danau ini dibuat mengelilingi keraton Mataram yang saat itu berada di Pleret.
ADVERTISEMENT
Namun, selama bertahun-tahun danau buatan ini lenyap, hingga pada 1978 ditemukan lagi jejak-jejaknya setelah dilakukan penelitian di Pleret Bantul. Diperkirakan, desa bernama Segoroyoso yang ada di Pleret, Bantul adalah bekas dari danau buatan yang dibangun oleh Amangkurat I. Dugaan ini diperkuat oleh beberapa hal, selain kemiripan nama, lingkup geografis Desa Segoroyoso yang menjorok atau mencekung seperti lembah sehingga lebih rendah dibandingkan daerah di sekitarnya terutama di sepanjang bantaran sungai.
Sejarawan dari Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) DIY, Wening Pamujiasih, mengatakan bahwa meski telah didapatkan beberapa petunjuk, namun peninggalan Segarayasa sulit untuk ditelusuri bukti fisiknya. Hal ini karena danau yang dulu ada kini sudah beralih fungsi jadi pemukiman penduduk.
“Beruntungnya, pembangunan Segarayasa telah tercatat dalam babad dan laporan Belanda, serta beberapa sisa tanggul dan bendungan masih ada di sekitar Kali Opak,” kata Wening Pamujiasih dalam webinar yang diadakan Dinas Kebudayaan DIY, Kamis (7/10).
ADVERTISEMENT
Amangkurat I membangun Segarayasa di kawasan keraton Pleret, setelah dia memboyong istana dari Kerta yang dipimpin oleh Sultan Agung. Ada beberapa alasan Amangkurat I memboyong istana Mataram ke Pleret, di antaranya karena seringnya terjadi kebakaran di Istana Kerta karena saat itu konstruksi utama bangunan keraton terbuat dari kayu.
Pemindahan ini juga dipengaruhi oleh kegagalan penyerangan Mataram ke Batavia ketika dipimpin Sultan Agung, selain itu di Keraton Kerta juga sering terjadi bencana alam. Karena rentannya pertahanan istana dan adanya anggapan bahwa istana tidak mampu mewadahi besarnya kekuasaan raja, maka Amangkurat I memutuskan untuk membangun istana baru di Pleret yang lebih kokoh.
“Hal ini untuk mempertahankan legitimasi supremasi kekuasaan dari Mataram,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Catatan-catatan Segarayasa
Babad Momana mencatat bahwa pada 1637 Sultan Agung telah memberi perintah untuk membangun bendungan di Kali Opak. Dalam Babad Sangkala juga disebutkan bahwa pada 1643 pembangunan danau ini tidak hanya menggunakan masyarakat sekitar kraton, tapi juga menggunakan tenaga prajurit.
Sepeninggal Sultan Agung dan setelah berpindahnya ibukota Mataram dari Kerta ke Plered, dibangunlah kawasan Keraton Plered. Karena bangunan air di luar benteng kraton dirasa masih memiliki fungsi penting untuk kerajaan, maka pada 1658 pembangunan bendungan dan perluasan danau di wilayah plered dilakukan.
“Dalam proyek perluasan ini tidak hanya melibatkan tenaga masyarakat dari sekitar kraton saja, tapi juga menggunakan tenaga dari wilayah mancanegara seperti Cirebon dan Karawang,” kata Wening.
Danau Segarayasa juga tercatat dalam laporan Belanda pada Daghregister pada 7 Juli 1659, dimana dalam laporan tersebut dituliskan bahwa ketika perluasan danau tersebut selesai, Amangkurat I sering mengunjunginya bersama sang permaisuri, dan setelah kunjungan itu danau tersebut dinamakan Segarayasa.
ADVERTISEMENT
Pada 1661, Amangkurat I kembali memerintahkan pembuatan kolam yang mengelilingi istananya, ia ingin menjadikan istana sebagai pulau di tengah danau. Dalam pekerjaan ini, Daghregister pada 12 September 1661 menyebutkan bahwa pekerja yang terlibat mencapai 300 ribu orang yang kebanyakan berasal dari daerah pesisir dan mancanegara.
Catatan terakhir tentang danau Segarayasa terdapat pada Babad Sengkala yang menyatakan bahwa Kali Winongo telah dibendung pada 1666 untuk kepentingan bangunan-bangunan air tersebut. Danau Segarayasa bukan hanya untuk estetika semata, danau buatan ini juga digunakan untuk sarana latihan perang angkatan laut Kerajaan Mataram.
“Karena ilmu pelayaran dan kelautan perang di lautan juga penting bagi kekuatan militer Mataram, terlebih pada masa Sultan Agung Mataram pernah beberapa kali melakukan ekspedisi laut untuk menggempur Batavia,” kata Wening Pamujiasih.
ADVERTISEMENT
Jejak-jejak yang Tersisa
Arkeolog Wastu H Prasetya juga mengatakan cukup sulit untuk menelusuri bukti fisik dari danau Segoroyoso karena minimnya data arkeologis yang tersisa. Hanya ada beberapa temuan arkeologis yang bisa jadi petunjuk seperti apa bangunan Segarayasa zaman dulu.
L. Adam, pada 1930 melaporkan bahwa dia menemukan tanggul Segarayasa di Desa Segoroyoso yang membentang dari utara ke selatan menuju Gunung Selatan serta tanggul di Desa Pungkuran. Dengan temuan itu, diperkirakan jalur tanggul Desa Segoroyoso dimulai dari Gunung Selatan atau sekarang Bukit Saladan – Desa Tambak – Desa Segoroyoso – Desa Kloron – Pegunungan Seribu – Gunung Selatan. Sedangkan jalur tanggul Desa Pungkuran melalui timur tembok keraton – selatan tembok keraton – Desa Pungkuran – gunung Rasawuni.
Inajati dalam disertasinya pada 1997 juga menyebut bahwa masih terdapat sisa tanggul di Desa Karet tepi Kali Opak.
ADVERTISEMENT
“Sisa tanggulnya berukuran lebar kurang lebih 22 meter dan tinggi kurang lebih 4 meter,” kata Wastu H Prasetya.
Selain itu, diperkirakan pada sudut timur laut tembok keraton juga terdapat tanggul yang bercabang, dimana ke arah utara menuju Desa Gerjen dan ke timur menuju Gunung Kelir.
“Namun itu adalah rekonstruksi dari temuan-temuan yang pernah ada. Ke depan penginderaan jauh atau geofisik mungkin bisa ditelusuri lebih lanjut,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)