Konten Media Partner
Tembang Macapat di Malam 1 Suro: Doa Baik untuk Mengawali Tahun
28 Juni 2025 11:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
Konten Media Partner
Tembang Macapat di Malam 1 Suro: Doa Baik untuk Mengawali Tahun
Malam 1 Suro di Yogyakarta diisi doa lewat tembang macapat, bukan pesta. Tradisi ini menjadi sarana spiritual warga untuk mengawali tahun dengan kebaikan. #publisherstory #pandanganjogja
Pandangan Jogja

ADVERTISEMENT
Malam 1 Suro di Yogyakarta yang jatuh pada Kamis (26/6) malam kemarin bukan dirayakan dengan pesta, konser, atau kembang api, justru diisi dengan doa-doa dalam senyap, lewat tembang-tembang macapat yang dilantunkan dengan khusyuk.
ADVERTISEMENT
Penghageng Kawedanan Kridhamardawa Keraton Yogyakarta, Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Projosuwasono, mengatakan sebagian orang percaya, tembang-tembang itu berasal dari tokoh spiritual legendaris tanah Jawa, salah satu dari Wali Songo: Sunan Kalijaga.
“Kita ketahui bahwa tembang-tembang ono kidung rumekso ing wengi, dan sebagainya, percaya boleh, tidak percaya enggak masalah, itu dikarang oleh Sunan Kalijaga. Orang mengatakan demikian, apakah benar atau tidak, wallahu a'lam, kita tidak tahu. Tapi kalau saya mengatakan itu, dikarang oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, temen-temen ini semua percaya,” kata Projo ditemui Pandangan Jogja, Selasa (24/6).
“Kalau tahun Masehi, tanggal 1 Januari, malam 1 Januari, dengan hura-hura. Tetapi kalau tahun Hijriah, tahun Jawa, biasanya tidak disertai dengan hura-hura. Dengan banyak berdoa,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Tembang macapat ini menjadi pengantar spiritual sebelum prosesi Mubeng Beteng dimulai. Abdi Dalem Keraton Yogyakarta sekaligus pembimbing Paguyuban Macapatan Kridhamardawa, Isdarmoko, mengatakan bahwa tembang yang dilantunkan bukan sekadar seni. Tembang macapat adalah sarana permohonan kepada Tuhan untuk mengawali tahun dengan kebaikan.
Tembang-tembang macapat yang dilantunkan di antaranya Pangkur, Sinom, Mijil, Kinanthi, Dhandhanggula, dan Asmaradana yang berisi kidung-kidung untuk tolak bala hingga doa untuk negara. Ada juga kidung-kidung yang mengadopsi ayat suci Al-Quran.
“Keraton Yogyakarta Hadiningrat adalah Kerajaan Islam, jadi ini dungo-dungo, kidung-kidungan ini juga ada yang mengambil dari kitab suci Al-Quran. Di sini ada Al-Fatihah, di sini sudah dikemas makna ini dikemas dalam tembang atau sekar Dandanggula, mulai dari awal sampai tujuh ayat ini semuanya ada mulai dari awal. Jadi ada di sini menceritakan, memaknai maksud dari Al-Fatihah yang sudah dinarasikan dengan sekar macapat, ini adalah hal yang luar biasa,” kata Isdarmoko.
ADVERTISEMENT
Paguyuban macapat ini rutin berlatih lima kali seminggu. Menjelang malam 1 Suro, mereka menggelar gladi resik khusus untuk menyambut momen sakral ini. Tembang yang disiapkan mengandung doa-doa untuk keselamatan pribadi, masyarakat, hingga negara.
Macapat ini juga tak hanya dilakukan dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, namun dilakukan oleh warga di kampung-kampung, sesuai dengan tradisi dan kebudayaan masing-masing.
“Contohnya juga ada mocopatan yang di kampung-kampung kemudian juga ada karawitan atau hanya sekitar istilahnya ada ya semacam diskusi sarasehan,” kata Isdarmoko.
