Konten Media Partner

Terungkap, Ini Alasan Jokowi Dulu Tunjuk Budi Jadi Menkes Gantikan Terawan

17 Maret 2022 13:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkes Budi Gunadi Sadikin, saat menjadi pembicara utama dalam Seminar Pembuka ‘Recover Together, Recover Stronger: G20 dan Agenda Strategis Indonesia’ di Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (17/3). Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Menkes Budi Gunadi Sadikin, saat menjadi pembicara utama dalam Seminar Pembuka ‘Recover Together, Recover Stronger: G20 dan Agenda Strategis Indonesia’ di Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (17/3). Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin membocorkan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuknya jadi menkes menggantikan Terawan di tengah krisis pandemi COVID-19. Hal itu dia sampaikan dalam acara Seminar Pembuka ‘Recover Together, Recover Stronger: G20 dan Agenda Strategis Indonesia’ di Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (17/3).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ada tiga tugas utama yang diberikan oleh Jokowi saat mengangkatnya sebagai Menkes. Pertama, vaksinasi harus berjalan dengan cepat, sedangkan kedua pandemi harus bisa diatasi.
“Lumayan, kecuali Jogja agak telat gitu ya,” kata Budi Gunadi Sadikin.
Tugas ketiga yang menurut dia paling berbeda adalah mereformasi sistem kesehatan nasional secara komprehensif dan masif. Dia juga mengaku pernah mempertanyakan tugas tersebut kepada Jokowi.
“Iya, kan Pak Budi udah dua kali itu ikut krisis ekonomi, 98 sama 2008. Itu kan disebabkan perbankan, bapak kan dulu kerja di perbankan, jadi udah tahu tuh krisis itu soal do's and don'ts” ujarnya menirukan jawaban Jokowi.
Menkes Budi membenarkan pengamatan Jokowi. Sebab, selama ini setiap ada krisis, pasti Indonesia berhasil melakukan reformasi besar. Contohnya pada 1998, dimana reformasi politik paling besar terjadi akibat adanya krisis. Secara ekonomi, reformasi terbesar sepanjang sejarah Indonesia juga terjadi pada 1998.
ADVERTISEMENT
“Bank ditutup, di-merger. Bapindo, Exim hilang jadi Bank Mandiri, itu terjadinya tahun 1998,” lanjutnya.
Karena krisis kali ini diakibatkan oleh sektor kesehatan, maka strategi yang masuk akal untuk mereformasi sekalian sektor tersebut.
Di kesempatan ini, Menkes Budi Gunawan juga membocorkan kenapa Jokowi justru memilihnya yang tidak berlatar belakang kesehatan untuk menjalankan tugas itu.
“Karena kalau orang kesehatan katanya berat nanti reform-nya, karena terlalu banyak perasaannya nanti, jadi ditaruh aja yang enggak ada perasaan,” kata dia.
Tugas Berat Seorang Menkes
Budi Gunadi Sadikin Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menkes menyampaikan tugas untuk mereformasi sistem kesehatan nasional bukanlah tugas gampang. Dalam SDG’s tujuan ketiga, sektor kesehatan mesti menjamin kehidupan yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua orang di segala usia.
ADVERTISEMENT
Dari situ menurutnya sektor kesehatan bukan hanya bertugas untuk menjamin kesehatan masyarakat saja, tapi penting juga untuk menjamin kesejahteraannya (well-being). Namun ketika dia pertama bertugas jadi menteri, hampir semua anggarannya justru dipakai untuk mengobati orang sakit.
“Ngurusin rumah sakit, obat-obatan, dokter. Padahal well-being itu kan lebih ke menciptakan orang sehat, lebih banyak sifatnya promotif-preventif, bukan kuratif,” lanjutnya.
Upaya promotif-preventif menurutnya jauh lebih efisien dan jauh lebih menyenangkan untuk manusianya. Karena itu, Menkes kini sudah mulai banyak menggeser anggaran di kementerian yang semula dialokasikan untuk rumah sakit dipindah ke puskesmas. Sebab, upaya preventif dan promotif memang lebih banyak dilakukan di puskesmas yang juga bisa lebih menjangkau masyarakat.
“Sekarang (sudah) 50:50, siapa tahu tahun depan bisa 60:40, lebih banyak di promotif dan preventif,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Yang paling berat menurutnya adalah bagaimana supaya jaminan kesehatan dan kesejahteraan tersebut bisa menjangkau seluruh rakyat di segala usia, tanpa terkecuali. Mengingat luasnya wilayah Indonesia dengan ribuan pulau dan tentunya dengan fasilitas layanan kesehatan yang berbeda-beda. Tidak semua fasilitas dan tenaga kesehatannya tersedia secara merata, kualitas fasilitas dan tenaga kesehatan berbeda-beda, pendapatan tiap daerah berbeda-beda, serta realitas politik yang ada sekarang sudah sangat terdesentralisasi, dimana tiap program sangat tergantung pada kepala daerah masing-masing.
Faktor-faktor itulah yang menurut Budi membuat jaminan kesehatan dan kesejahteraan sulit untuk menjangkau seluruh rakyat Indonesia.
“Tapi sebagai bankir saya tahu, ujung-ujungnya duit. Jadi don't underestimate the power of money, money can control politic, money can control everything,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, pemerintah pusat menurutnya sedang merancang strategi bagaimana supaya melalui APBN dan APBD mereka dapat mengontrol kepala daerah untuk menjalankan program kesehatan yang standar dan merata bagi rakyat.
Pemerintah, menurutnya juga sedang merencanakan insentif supaya dokter-dokter mau ditempatkan di daerah-daerah pelosok. Selain itu, juga ada insentif untuk para fakultas kedokteran di perguruan tinggi supaya mau mengirimkan dokternya jauh ke daerah-daerah yang membutuhkan. Dengan begitu, fasilitas pendidikan dan kesehatan bisa terdistribusi secara merata.
“Kalau kita atur uangnya harusnya bisa, karena it’s a very very powerful motivator,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.