Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Uang Rp 1 Triliun di Rumah Mantan Pejabat MA Disebut sebagai Krisis Hukum Serius
28 Oktober 2024 14:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Indonesia dikejutkan dengan temuan uang hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, menilai kasus ini mencerminkan krisis serius dalam sistem hukum Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Ketika mantan pejabat peradilan ditemukan menyimpan uang dalam jumlah fantastis, ini adalah ancaman bagi kredibilitas sistem hukum kita. Ada krisis serius dalam pengawasan dan akuntabilitas di level tertinggi peradilan,” kata Hardjuno dalam rilis pers yang diterima redaksi, Senin (28/10.
Penggeledahan di rumah Zarof di Jakarta Selatan dan penginapannya di Bali terkait dugaan suap dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur. Kejagung menemukan uang dalam berbagai mata uang asing, termasuk dolar Hong Kong, euro, dan dolar Singapura, yang jika dikonversikan mencapai Rp 920,9 miliar.
Hardjuno menekankan bahwa kasus ini mengungkap kelemahan dalam mekanisme kontrol internal peradilan. “Ini bukan hanya masalah perorangan, tetapi masalah sistemik,” tegasnya. Ia juga menyerukan perlunya reformasi hukum untuk memperketat pengawasan aset pejabat peradilan dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan kasus.
ADVERTISEMENT
“Kita butuh reformasi yang tidak hanya memperketat aturan, tetapi juga mekanisme pengawasan untuk mendeteksi praktik korupsi lebih dini. Transparansi adalah kebutuhan utama,” tambahnya.
Hardjuno mengingatkan bahwa kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi pejabat tinggi peradilan. “Tidak ada yang kebal hukum, termasuk mereka yang seharusnya menegakkan hukum. Jika tidak bertindak tegas, kepercayaan publik terhadap peradilan akan semakin runtuh,” ujarnya.
Kasus ini semakin ironis mengingat posisi Zarof sebagai produser film "Sang Pengadil" yang mengangkat tema keadilan. “Ketika seorang pejabat peradilan yang memproduksi film tentang keadilan justru terjerat suap, ini paradoks yang memalukan,” pungkas Hardjuno.