Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Ubur-ubur, Penguasa Laut yang Tak Punya Otak
email: [email protected]
20 September 2020 14:46 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebulan lalu, ratusan wisatawan di Pantai Gunungkidul harus menanggung sakitnya sengatan ubur-ubur. Mochamad Ramdhan Firdaus, Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengatakan, dalam beberapa dekade terakhir populasi ubur-ubur memang mengalami peningkatan pesat secara global, termasuk di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dari total 138 jenis ubur-ubur yang dianalisis, 62 persen di antaranya menunjukkan tren peningkatan ledakan populasi. Sayangya, ledakan populasi ubur-ubur ini tidak diimbangi oleh penelitian yang membahas terkait fenomena tersebut.
“Padahal ledakan ini terjadi di Indonesia seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di PLTU Paiton, Probolinggo, kemudian di Gunungkidul, dan kemudian di Pantai Ancol,” ujar Ramdhan dalam seminar daring yang diadakan oleh LIPI awal September ini.
Dampak minimnya informasi ilmiah terkait ledakan populasi ubur-ubur ini mengakibatkan tidak maksimalnya pengelolaan yang dilakukan. Adapun beberapa informasi utama yang mestinya diketahui untuk pemanfaatan ubur-ubur di antaranya jenis, lokasi, faktor penyebab ledakan ubur-ubur, serta dampak ledakan populasi ubur-ubur terhadap lingkungan dan manusia.
“Secara umum faktor-faktor penyebab ledakan populasi ubur-ubur adalah penangkapan ikan yang berlebih, perubahan iklim, eutrofikasi, kemudian dinamika oseanografi,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Penangkapan ikan secara berlebih menyebabkan berkurangnya predator ubur-ubur, sehingga tidak ada yang memangsanya. Ketika sebagian besar makhluk hidup dirugikan dengan adanya perubahan iklim, tidak dengan ubur-ubur, satwa laut ini justru disebut-sebut diuntungkan dengan adanya perubahan iklim.
Ubur-ubur diklaim dapat mengatasi perubahan lingkungan yang disebabkan oleh perubahan iklim, bahkan menyukai perubahan lingkungan tersebut. Perubahan itu meliputi meningkatnya suhu air laut, berkurangnya oksigen yang terlarut, serta meningkatnya keasaman air laut.
“Ketiga kondisi itu mampu diatasi oleh ubur-ubur sehingga menjadi kompetitor yang kuat di ekosistem laut,” ujarnya.
Kemudian, eutrofikasi menyebabkan peningkatan kandungan hara di perairan sehingga memicu pertumbuhan fitoplankton sebagai makanan ubur-ubur. Di satu sisi, ledakan populasi fitoplankton meningkatkan peluang terjadinya kondisi anoksik yang tidak dapat ditolerir kebanyakan organisme. Namun tidak dengan ubur-ubur, dia justru mendapatkan sumber makanan yang melimpah.
ADVERTISEMENT
Ubur-ubur juga termasuk organisme planktonik, yang gerakannya terbatas di dalam kolom air sehingga pergerakannya sangat dipengaruhi oleh arah arus. Ketika terjadi perubahan musim yang membuat perubahan arah angin dan arus, maka sebaran dan distribusi ubur-ubur akan ikut terpengaruh.
“Sehingga sering kali ubur-ubur pada musim-musim tertentu terdapat di suatu lokasi dan akibat hal-hal tersebut seringkali ledakan populasi ubur-ubur ini dikorelasikan dengan sistem monsoon,” ujar Ramdhan.
4 Dampak Ledakan Populasi Ubur-ubur
Secara umum, ada empat dampak utama yang paling terasa dari meledaknya populasi ubur-ubur. Pertama adalah mengurangi produksi perikanan, mengganggu sektor pariwisata, mengganggu ketahanan energi, dan terakhir, sosio-ekonomi.
Karena ubur-ubur merupakan predator larva ikan yang sangat produktif, maka dengan adanya ledakan populasi ubur-ubur membuat pertumbuhan populasi ikan cukup terganggu. Satu ekor ubur-ubur saja bisa memangsa hingga 120 ekor larva ikan dalam sehari.
ADVERTISEMENT
“Padahal stok ikan di suatu perairan salah satunya ditentukan oleh larva dan telur ikan tersebut,” ujar Ramdhan.
Ubur-ubur kerap kali terdampar di pantai-pantai kawasan wisata. Hal ini membuat pantai yang terdapat banyak ubur-ubur menjadi berbahaya bagi wisatawan mengingat dia memiliki tentakel yang bisa menyengat bahkan setelah dia mati.
Ledakan populasi ubur-ubur seringkali juga ditemukan di kawasan pembangkit listrik di daerah pesisir. Hal tersebut terjadi di sejumlah negara seperti di California, Inggris, Swedia, Jepang, Filipina, India, Australia, juga di Indonesia tepatnya di PLTU Paiton. Ubur-ubur kerap kali menyumbat water intake sebagai pendingin mesin.
“Jika tidak diatasi maka mesin pembangkit listrik akan mengalami overheat dan jika tetap dibiarkan akan mengalami anjlok seperti yang terjadi di PLTU Paiton,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tidak Punya Otak, Hidup Sejak 500 Tahun yang Lalu
Pakar Oseanografi Biologi dari LIPI, Oksto Ridho Sianturi, mengatakan bahwa ubur-ubur sebenarnya merupakan hewan laut yang unik. Ubur-ubur merupakan organisme kelompok filum Cnidaria yang memiliki alat penyengat.
“Tubuhnya 97 persen air, tidak memiliki otak, jantung, dan darah,” ujar Ridho.
Artinya, ubur-ubur merupakan organisme yang memiliki sistem saraf yang sederhana. Dimana semua respons akan langsung ditanggapi oleh organ yang mendapat stimulus. Itu kenapa ada beberapa spesies ubur-ubur yang tentakel beracunnya masih tetap aktif meski ubur-ubur tersebut sudah mati.
“Dari penelitian didapati fosil ubur-ubur sudah ada di lautan sejak 500 juta tahun yang lalu,” lanjutnya.
Artinya, ubur-ubur telah melewati masa dinosaurus dan lima kali kepunahan massal. Sehingga tidak berlebihan jika ubur-ubur disebut sebagai master of the ocean (penguasa laut).
ADVERTISEMENT
Spesies ubur-ubur Turritopsis dohrnii bahkan dikenal sebagai ubur-ubur abadi yang tidak bisa mati. Ubur-ubur jenis ini bisa kembali ke fase folip lagi menjadi bakal ubur-ubur ketika sudah berusia tua atau karena tekanan lingkungan.
“Jadi dia matinya itu jika terkena penyakit atau dimangsa,” ujar Ridho.
Bagaimana Sengat Ubur-ubur Bekerja
Alat penyengat beracun pada ubur-ubur disebut sebagai nematosis. Organ ini terdapat di sel khusus yang bernama cnida. Nematosis sebenarnya digunakan oleh ubur-ubur untuk menangkap mangsa dan melindungi diri dari pemangsa. Ada juga beberapa spesies ubur-ubur yang menggunakan nematosisnya untuk bisa menempel di dasar perairan.
Nematosis ini masih bisa aktif beberapa hari setelah ubur-ubur mati. Sehingga, jika menemukan ubur-ubur terdampar di pantai jangan sekali-kali menyentuhnya meski sudah mati.
ADVERTISEMENT
“Dari hasil penelitian Box jellyfish spesies Chironex fleckeri termasuk jenis ubur-ubur yang paling berbahaya karena tingkat racun yang sangat tinggi dan rasa sakit serta fatalitasnya yang sangat tinggi,” ujar Oksto Ridho Sianturi.
Jika mengalami sengatan ubur-ubur, ada beberapa pertolongan pertama yang bisa diberikan. Pertama, korban harus cepat-cepat dibawa ke darat. Berikutnya, lakukan non-aktifasi nematosis dengan cara menyiramnya menggunakan cuka dapur lalu biarkan minimal 30 detik.
“Karena hasil penelitian menunjukkan cuka dapur adalah yang paling efisien untuk menonaktifkan nematosis ini,” lanjutnya.
Jangan sekali-kali menyiram luka sengatan ubur-ubur menggunakan alkohol, urin, air laut, maupun air tawar, karena justru bisa memperparah luka. Langkah selanjutnya adalah segera carikan pertolongan medis supaya korban bisa mendapatkan pertolongan lanjutan secepatnya.
ADVERTISEMENT
Potensi Pemanfaatan Ubur-ubur
Jika mampu dikelola dengan baik, ledakan populasi ubur-ubur sebenarnya bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu yang menguntungkan. Lantas, bagaimana ubur-ubur bisa dimanfaatkan?
Di China, ubur-ubur sudah dikonsumsi sejak 300 Masehi. Ubur-ubur dipercaya bisa menjadi makanan yang mempunyai nilai pengobatan, mulai dari menyembuhkan radang sendi, hipertensi, sakit punggung, dan bisul.
“Ubur-ubur juga dipercaya bisa melembutkan kulit dan memperlancar pencernaan,” ujar Oksto Ridho Sianturi.
Bagaimana dengan kandungan kalorinya? Dari penelitian yang dilakukan oleh Omori & Nakano pada 2001, satu cangkir ubur-ubur kering atau 58gram mengandung 21 kalori, protein 3 gram, lemak 1 gram, selenium 45 persen, cholin 10 persen, dan iron 7 persen.
“Yang menurut penelitian sangat baik untuk tubuh, dan baik untuk mereka yang sedang mengurangi asupan kalori,” ujar Ridho.
ADVERTISEMENT
Di bidang sains, ubur-ubur bisa dimanfaatkan sebagai kolagen untuk studi kanker ovarium, kolagen untuk aplikasi hemostatik, sebagai Green Fluorescent Protein (GFP), serta sebagai Transdifferentiation.
Di bidang kecantikan dan kosmetik, ubur-ubur juga bisa dimanfaatkan sebagai kolagen yang dipercaya baik untuk peremajaan kulit. Di bidang pertanian, ubur-ubur bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak, pupuk, dan insektisida. Di bidang lingkungan bisa dimanfaatkan sebagai pendeteksi polusi, serta untuk bidang bahan material ubur-ubur bisa menjadi bahan tambahan semen dan penyaring nanopartikel.
Bahkan untuk dunia farmasi, ubur-ubur bisa dimanfaatkan sebagai sumber antimicrobiotics, antioksidan, bioactive compounds, serta kolagen. Serta yang paling sering ditemui adalah untuk obyek pariwisata sebagai pengisi akuarium.
“Ubur-ubur memiliki berbagai manfaat dan potensi, tapi di Indonesia masih minim sekali informasi biodiversitasnya jadi kami harap kajian dan penelitian tentang biodiversitas ubur-ubur kita bisa ditingkatkan supaya pemanfaatannya juga bisa dioptimalkan,” ujar Oksto Ridho Sianturi. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT