Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
UMKM Kunci Pertumbuhan Ekonomi, Bagaimana Pemerintah Bisa Bantu Bikin Sukses?
5 September 2022 15:23 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Indonesia adalah negara yang ekonominya ditopang oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Berdasar data BPS 2020, UMKM memiliki kontribusi besar terhadap PDB yaitu 61,97% dari total PDB nasional atau setara dengan Rp. 8.500 triliun pada tahun 2020. Untuk masalah penyerapan tenaga kerja, UMKM malah pegang peranan utama yakni hingga 97 persen yang artinya perusahaan-perusahaan besar hanya menyerap tenaga kerja 3 persen saja.
ADVERTISEMENT
Namun, besarnya jumlah UMKM belum berbanding lurus dengan kapasitas pemerintah dalam membantu UMKM tumbuh, berkembang, dan sukses yang artinya terus membesar menjadi perusahaan skala besar yang berdaya saing.
Sekretaris Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (P2SDM) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB, Warcito, mengatakan, titik masalahnya adalah pada gab atau jurang perbedaan antara dana dan kapasitas pemerintah untuk melakukan pendampingan tak sebanding dengan banyaknya jumlah UMKM.
“Di Kabupaten Bogor saja ada 32 ribu UMKM yang sudah terdaftar. Tapi yang sudah pernah ikut program pengembangan dari pemerintah baru 1090 UMKM. Kalau pun setahun bisa bikin 1000 program perlu 30 tahun dong? Nah, ini perlu terobosan agar pendampingan UMKM bisa dipercepat,” kata Warcito di diskusi “How to Disrupt UMKM Ecosistem” di kantor PT Cleva Citra Prima di Yogyakarta, Senin (5/9).
Menurut Warcito, dengan konfigurasi ekonomi yang didominasi oleh UMKM sudah semestinya pemerintah dan stakeholder ekonomi yang ada seperti perbankan menjadikan UMKM sebagai subjek utama dari semua kerja mereka. Sebaliknya, selama ini UMKM malah masih menjadi sekadar objek.
ADVERTISEMENT
Di program pemerintah dana pengembangan UMKM seperti halnya pengeluaran rutin pemerintah lain, yang penting dana habis terserah sementara ukuran keberhasilan masih jauh dari ideal. Di perbankan pun mirip, UMKM bisa dapat saluran dana murah dan mudah hanya kalau disubsidi oleh pemerintah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Padahal kalau pemerintah dan stakeholder lain memiliki grow mindset atas UMKM sebagaimana yang dikerjakan inkubator di UMKM teknologi atau startup itu, tentu negara kita akan maju cepat. Penguasa ekonomi kan faktanya UMKM, bukan bisnis-bisnis besar itu,” papar Warcito.
Kolaborasi dan Teknologi sebagai Model
Solusi untuk minimnya kapasitas pemerintah dalam mendampingi UMKM, Warcito, dalam disertasi doktoralnya yang lulus memuaskan dari MM IPB, menemukan sebuah model yang menggabungkan kolaborasi dan teknologi untuk menscale up jumlah program pendampingan.
ADVERTISEMENT
Dalam risetnya, Warcito menemukan, program pengembangan UMKM sebenarnya tak hanya dikerjakan oleh pemerintah tapi juga oleh perusahaan-perusahaan swasta besar, LSM, dan kampus. Namun, mereka bekerja sendiri-sendiri karena tak ada database tunggal UMKM yang bisa menghubungkan semua stakeholder tersebut.
“Kasus di Kabupaten Bogor ada Semen Indonesia yang punya 150 UMKM binaan. Tapi ini tak terhubung dengan data program pemerintah. Kalau terhubung, berarti akan terpantau semua mana saja UMKM yang sudah didampingi, kuotanya setiap tahun terdata semua. Dan yang terpenting, kurikulum pengembangannya juga standar sehingga bisa dievaluasi bersama,” papar Warcito.
Semen Indonesia hanyalah contoh kecil perusahaan yang membina UMKM karena pasti banyak banyak yang melakukan pengembangan UMKM serupa baik oleh perusahaan komersil swasta berupa kerjasama bisnis dan CSR maupun kampus dan LSM.
ADVERTISEMENT
“Bahkan media, ada kan media yang punya kelas pengembangan UMKM. Seperti Kumparan saya catat memilki Festival UMKM rutin tiap tahun. Itu semua kalau berkolaborasi dengan pemerintah maka pasti bisa scale up. Pemerintah berlaku sebagai incubator beneran,” jelas Warcito.
Artinya, semua itu memerlukan teknologi database UMKM yang andal yang bisa diakses oleh semua stakeholder. Warcito mengatakan memang sudah ada data base milik pemerintah namun belum dikelola dengan baik. Di Kabupaten Bogor misalnya, ada 535 desa dengan sekitar 50-an Kecamatan sehingga jika ada data base per kecamatan maka program bisa disusun berdasar area sehingga pendataan mudah dan evaluasi juga mudah.
“Teknologi database ini vital sekali ya,” tandas Warcito.
Levelling dan Kapasitas SDM Pengelola Program
Dalam riset doktoral yang dikerjakan selama 2 tahun lebih, Warcito menemukan pendampingan UMKM yang selama ini dilakukan oleh pemerintah maupun swasta belum memiliki kurikulum yang bisa diandalkan bersama. Bahkan bisa dikatakan, program yang berjalan cenderung acak.
ADVERTISEMENT
“Sering nih tiba-tiba pelatihan marketing, pemasaran, digital marketing, padahal yang paling fundamental yakni mental enterpreurship atau pelatihan Wirausaha Baru, WUB, belum pernah dapat. Apa sih bedanya wirausaha dan karyawan, mentalnya, etos, spirit, ini akan jadi pijakan semua wirausaha, sehingga tidak nabrak-nabrak di jalan baru belajar soal etos, kasihan,” papar Warcito.
Baru setelah itu lulus seorang wirausaha bisa mendapat pelatihan kompetensi teknis seperti keterampilan dan scale up produksi, pemasaran, manajamen, keuangan, dan korporatasisasi mau jadi koperasi, perusahaan, atau kerjasama antar UMKM yang lain sehingga bisa jadi besar dan kuat.
“Nah levelling penting untuk diagnose, UMKM ini musti masuk program apa, dan musti ada dokter UMKM yang hebat juga di setiap daerah di Indonesia,” kata Warcito.
ADVERTISEMENT
Ya, levelling yang jelas juga musti disusul dengan kompetensi mumpuni dari sumber daya manusia (SDM) pengelola program. Masalah SDM pengelola program ini jadi temuan penting riset Warcito di Kabupaten Bogor sebab ternyata banyak pelatihan pemerintah ternyata diampu oleh SDM yang tidak mengerti masalah-masalah nyata UMKM.
Sebagai sekretaris Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (P2SDM) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat IPB, Warcito setiap tahun mendampingi pengembangan kapasitas hingga 12 ribu alumni IPB. Pengalaman dan hasil riset disertasinya membuat Warcito menemukan bahwa kunci dari pengembangan ekonomi tanah air adalah pengembangan kapasitas para founder atau pendiri UMKM.
“Di P2SDM kami telah bertemu ribuan alumni maupun ribuan UMKM dampingan, nah memang kapasitas SDM kita terkait kewirausahaan perlu kita push dengan sungguh-sungguh dengan teknologi dan kurikulum yang kuat dan tentu saja kolaboratif. Harus kerjasama antar stakeholder dengan basis data yang kuat,” papar Warcito. (Adv / YIA-1)
ADVERTISEMENT
*Konten ini merupakan wujud kerjasama Pandangan Jogja @Kumparan dengan PT Cleva Citra Prima