Uni Eropa Berambisi Kurangi 55% Emisi pada 2030, Ini Dampak untuk Indonesia

Konten Media Partner
22 Juli 2021 21:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ekpsor kayu illegal dari Indonesia diminta dihentikan
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket (kiri) dan Konselor Pertama urusan Lingkungan, Aksi Iklim, Digital dari Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Henriette Faergemann, pada acara virtual Kesepakatan Hijau Eropa dan Paket Kebijakan Iklim Fit for 55, Rabu (21/7). Foto: Widi Erha
Negara-negara Uni Eropa berambisi untuk menjadikan Eropa sebagai benua netral iklim pertama di dunia pada 2050 dan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 55% pada 2030. Untuk mencapai ambisi itu, Uni Eropa mengeluarkan program Fit for 55. Program ini berfungsi untuk menguatkan produk hukum yang sudah ada sebelumnya serta untuk memungkinkan upaya lintas sektoral dalam mencapai ambisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa hal utama yang terdapat dalam Fit for 55, pertama adalah soal politik kebijakan dalam penetapan harga energi, bagaimana supaya energi yang kotor menjadi lebih mahal dan yang bersih jadi lebih murah. Sistem perdagangan emisi yang lebih kuat dinilai perlu diperkuat ke sektor-sektor tertentu seperti sektor maritim, transportasi jalan, hingga bangunan,
“Kemudian memastikan juga kerangka kebijakan energi itu bisa diperbaharui. Kita terus mengembangkan pengembangan dari bahan bakar yang lebih bersih,” kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket, pada acara virtual Kesepakatan Hijau Eropa dan Paket Kebijakan Iklim Fit for 55, Rabu (21/7).
Ada beberapa target dari dikeluarkannya program ini, seperti diperbaruinya peraturan tentang upaya bersama dimana anggota negara yang lebih maju akan mendapatkan beban yang lebih tinggi ketimbang negara-negara yang kurang maju dalam pengurangan emisi. Selain itu mereka juga menargetkan adanya perubahan regulasi tata guna lahan dan peraturan kehutanan, perubahan kerangka kebijakan energi terbarukan dan kebijakan efisiensi energi.
ADVERTISEMENT
Salah satu imbas dari perubahan aturan-aturan ini diprediksi akan memperketat, atau bahkan melarang masuknya produk yang tidak ramah lingkungan ke Eropa. Karena itu, Piket berharap Indonesia memproduksi komoditas-komoditas yang diekspor ke Eropa dengan lebih berkelanjutan.
Ilustrasi deforestasi hutan. Foto: Pixabay
Misalnya, Piket menyinggung soal ekspor produk kayu oleh Indonesia ke Eropa. Dia tidak ingin ada kayu-kayu ilegal yang menyebabkan deforestasi masuk ke Uni Eropa. Meskipun dia mengatakan bahwa selama ini perdagangan produk kayu antara Indonesia dan Eropa sudah berjalan dengan baik, bahkan nilai ekspornya sudah mencapai 1 miliar Euro per tahun.
Dia berharap, Indonesia bisa menjaga sistem yang sudah baik ini, bahkan terus meningkatkannya mengingat Indonesia merupakan lokasi yang sangat penting sebagai tempat tinggal jutaan keanekaragaman hayati di dunia. Karena itu, Uni Eropa juga berharap dapat terus bekerja sama dengan Indonesia, supaya bisa terus mengawal penjagaan keanekaragaman hayati tersebut. Dan ke depan, mereka akan melakukan sejumlah program untuk memastikan tak ada kayu dari Indonesia yang berasal dari penebangan hutan illegal.
ADVERTISEMENT
“Kami akan menghadirkan sesuatu tahun ini dan mengambil langkah lebih maju untuk mengukur, memastikan, bahwa setiap kayu, furnitur, yang dijual ke pasar Uni Eropa bukan yang menyebabkan atau berkontribusi terhadap deforestasi,” kata dia.
Piket juga menyinggung persoalan sawit di Indonesia yang selama ini disebut-sebut sebagai salah satu penyebab deforestasi utama di Indonesia. Kendati demikian, menurutnya selama ini tidak ada larangan impor minyak kelapa sawit dari Indonesia, dan tidak akan pernah ada. Sampai saat ini, pasar minyak sawit Indonesia menurutnya juga masih sangat melimpah.
Pihaknya saat ini sedang melakukan studi untuk mengumpulkan data-data tentang dampak dari perkebunan terhadap lingkungan. Hasil studi tersebut menurutnya penting untuk dijadikan acuan oleh otoritas Indonesia dalam merumuskan kebijakan supaya bisa mengeluarkan kebijakan pertanian yang benar-benar berkelanjutan. Namun studi itu saat ini belum selesai dan baru akan diluncurkan hasilnya sekitar dua bulan lagi.
ADVERTISEMENT
Piket melihat sudah ada hasil positif dari upaya pengurangan deforestasi yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini. Namun belakangan ini, kasus-kasus penggundulan hutan mulai terjadi lagi sehingga pemerintah Indonesia diminta untuk terus meningkatkan upaya pencegahan deforestasi tersebut..
“Pemerintah masih memiliki PR untuk menyelesaikan masalah deforestasi,” kata Vincent Piket.