Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Usaha Perajin Perak & SiBakul Jogja Selamatkan Industri Logam DIY yang Terpuruk
16 Juli 2024 14:03 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Industri logam di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sedang dalam situasi yang sulit. Di antara tiga sektor kerajinan (batik, kulit, dan logam), kerajinan logamlah yang kondisinya paling terpuruk di Jogja.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh seorang perajin perak asal Jogja, Selly Sagita, yang juga pemilik Borobudur Silver. Kini, Selly sedang berusaha membangkitkan lagi industri logam di Jogja melalui program SiBakul yang disediakan Dinas Koperasi dan UKM DIY.
“Dari tiga industri (batik, kulit, dan logam) yang paling terseok-seok adalah logam yang sebetulnya dulu itu sebagai ikon Jogja. Alasannya, ketersediaan tenaga ahli untuk proses pembuatan itu semakin langka dan berkurang, kebanyakan mereka alih profesi,” kata Selly, Rabu (3/7).
Menurut dia, program SiBakul Jogja sebenarnya telah banyak membantu untuk membangkitkan industri logam di Jogja, khususnya perak.
“Bukan hanya membantu perusahaannya, namun juga menyelamatkan industri logam yang tentunya untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Misalnya, tiap ada event marathon yang diadakan Diskop UKM DIY, medali yang disediakan selalu berbahan dasar logam yang dibuat secara handmade dari para perajin di Jogja.
Dari sisi penjualan, SiBakul Jogja juga menyediakan fasilitas berupa promosi dan gratis ongkos kirim (ongkir).
“Inilah yang kami harapkan, pemerintah itu hadir. Fasilitas yang diberikan sangat menarik karena sekarang UKM di Jogja itu belum kuat untuk 100 persen mandiri,” ujarnya.
Perajin Makin Langka, Pakai Tenaga Alam Jadi Perajin
Untuk menyiasati jumlah pekerja yang makin sulit, Selly mencoba inovasi baru, yakni dengan menggunakan tenaga dari alam untuk mencetak logam. Misalnya, ia melakukan pencetakan logam dengan motif dari dedaunan.
“Karena tenaga kerja semakin langka, kami mencoba tenaga kerjanya digantikan oleh alam, apa adanya, yaitu dengan daun. Jadi, kami ubah daun menjadi logam, tidak perlu ribet mengarang (pola) dan menatah-natah lagi. Tapi, tentunya ini ada proses dari laboratorium,” kata Selly.
Selly juga mengklaim bahwa ide ini adalah penemuan pertama di Indonesia. Dirinya siap untuk mempopulerkan metode baru ini ke kancah internasional bila diperlukan agar kembali membangkitkan semangat industri logam di Jogja.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, Borobudur Silver telah berdiri sejak 1989 dan bergerak di bidang pembuatan perhiasan serta suvenir berbasis logam, seperti tembaga dan perak. Selain keluaran baru dengan proses pelogaman daun itu, Selly menyebutkan bahwa semua produk di sini 100 persen handmade.
Selama 35 tahun perjalan Borobudur Silver, Selly menyebutkan bahwa dirinya sudah memasarkan produk kerajinan logamnya hampir ke seluruh dunia. Mulai dari negara tetangga Australia, hingga yang terjauh ke Afrika Selatan.
“Bisa dibilang 5 benua. Negara Asia, seperti Hongkong, Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok. Di Eropa saya sudah ke Jerman dan Italia. Kemudian, paling jauh itu di Johannesburg dan Cape Town, Afrika Selatan,” ungkap Selly.
Produk kerajinan logam yang dibuat olehnya mulai dari perhiasan seperti anting, gelang, kalung, dan produk fesyen seperti tas. Borobudur Silver juga menyajikan beragam suvenir seperti pajangan dan hiasan. Harga produk di Borobudur Silver berkisar mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 5 juta.
ADVERTISEMENT
“Perhiasan perak paling mahal Rp 4-5 juta dan paling murah dari Rp 150 ribu. Kalau yang tembaga jauh lebih murah, dari harga Rp 50 ribu sampai Rp 2 juta,” kata Selly.