Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Video Presiden Jokowi Menghadap Megawati Tunjukkan Sistem Presidensial Tak Ideal
24 Juni 2022 16:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Beredarnya video Presiden Joko Widodo menghadap Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menunjukkan realita sistem politik Indonesia. Sistem presidensial yang kita anut tidak seideal sistem presidensial pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim dalam webinar ‘Manuver Menteri Jelang Pemilu dan Kabinet Presidensial yang Efektif, Kamis (23/6) dan diakses Pandangan Jogja @Kumparan Jumat (24/6).
“Posisi Presiden RI sebagai simbol negara duduk di hadapan mantan presiden, yang juga ketua partai tapi juga seorang rakyat biasa, dengan cara seperti itu. Itu tidak bagus didisplay untuk publik, tapi itulah realitanya,” kata Gaffar.
Video itu menunjukkan gambaran realita sistem presidensial Indonesia yang tidak ideal. Indonesia mengkustom atau memodifikasi sistem presidensial,” ujarnya.
Idealnya, kata Gaffar, presiden sebagai pemimpin eksekutif akan dipilih oleh lembaga legislatif. Presiden akan dibantu oleh kabinet dengan kewenganannya yang utuh.
“Di Indonesia, enggak bisa berlangsung seperti itu. Kalau disebut ada hak prerogatif presiden, itu jangan terlalu dipercaya. Itu artinya sebaliknya,” kata pengajar Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM itu.
Gaffar bahkan mengilustrasikan, hal itu dengan pasangan yang kerap menggungah foto mesra di media sosial. “Kalau kata psikolog, itu artinya yang sebaliknya di dunia nyata, harus ditanya ada masalah apa. Kalau dibilang solid itu artinya ada konflik,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, jika dikatakan bahwa perombakan kabinet adalah hak prerogatif presiden, Gaffar yakin kenyataanny atak demikian. “Presiden tidak pernah punya power penuh dan tunduk pada tekanan parpol,” ujarnya.
Dalam sistem presidensial ideal, presiden membentuk kabinet yang secara independen bertanggung jawab ke presiden, bukan ke parlemen. “Jadi tidak ada menteri debat dengan parlemen. Menteri hanya tanggung jawab ke pimpinan eksekutif. Presiden yang akan menyuarakan kebijakan ke parlemen. Presiden yang bicara, bukan menteri,” katanya.
Hal itu terjadi karena sistem presidensial Indonesia dibayangi multipartai yang oleh ilmuwan politik dianggap berisiko. Mulitpartai turut mewarnai cara presiden dipilih.
“Jadi tidak ada presiden yang berdiri di atas kekuatan tunggal. Semua presiden harus didukung lebih dari satu parpol karena tidak ada parpol dengan kekuatan sangat besar. Calon presiden pun tidak akan berani maju dengan power kecil, makin banyak teman di legislatif makin ringan tugasnya,” paparnya.
Akibatnya, saat terpilih presiden juga tak punya hak tunggal atau prerogatif sepenuhnya. Kekuatan parpol menentukan seorang presiden dalam sistem presidensiil Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal itulah yang terlihat dalam video pertemuan Megawati dan Jokowi di sela persiapan Rakernas PDIP seperti diabadikan oleh putri Megawati, Puan Maharani. Di video yang viral itu, Jokowi duduk di kursi kecil dengan gaya kaku menghadap Megawati.
“Presiden pun dianggap petugas partai karena parpol menjadi basis kekuatannya,” kata Gaffar. “Ini format presidensial di Indonesia yang tidak bisa ditakar dengan sistem presidensial ideal.” (akh)