Viral, Curhat Wisatawan Bawa DSLR Kena Tarif 250 Ribu untuk Foto di Taman Sari

Konten Media Partner
14 Maret 2022 20:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tangkapan layar curhatan di grup Facebook
zoom-in-whitePerbesar
Tangkapan layar curhatan di grup Facebook
ADVERTISEMENT
Curhatan seorang wisatawan yang berlibur ke Taman Sari, Yogyakarta, ramai di grup media sosial Facebok 'Pecinta Wisata Yogyakarta,' Senin (14/3). Seorang pengguna Facebook dengan nama Destanta mengunggah sebuah curhatan temannya, yang intinya harus membayar Rp 250 ribu jika mau masuk ke Taman Sari karena membawa kamera DSLR.
ADVERTISEMENT
Sampai berita ini diturunkan pada Senin (14/3) malam sudah ada 1000 lebih komentar dan 114 kali dibagikan di curhatan tersebut.
Diketahui, wisatawan tersebut bernama Eko Setyawan, wisatawan lokal dari Yogya yang datang bersama keluarganya. Dia diajak oleh keluarganya untuk mendokumentasikan perjalanan mereka, sehingga dia membawa peralatan berupa kamera DSLR dan lensa.
Tapi ketika mau masuk ke wisata Taman Sari, Eko Setyawan mengaku diberhentikan oleh petugas atau penjaga wisata karena melihatnya membawa kamera. Petugas mengira, Eko adalah fotografer yang akan melakukan photo session di dalam kawasan wisata.
“Mereka nanya, masnya sebagai fotografer pasti tahu kan perbedaan photo session sama perjalanan domestik?” tulis Eko Setyawan dalam unggahan tersebut.
Eko kemudian mengaku telah menjelaskan panjang lebar ke petugas yang berjaga, bahwa dia tidak sedang melakukan photo session tapi hanya untuk mendokumentasikan perjalanan wisata keluarganya.
ADVERTISEMENT
“Tapi (mereka) tetap nyuruh saya keluar, nek mau lanjut silakan bayar tarif photo session,” lanjutnya.
Eko mempertanyakan lagi, kenapa dia harus membayar lebih karena ingin foto dengan kamera DSLR, padahal foto tersebut tidak untuk dikomersilkan. Hanya sekadar foto keluarga, bukan seperti foto produk, pre wedding, atau untuk tujuan komersil lainnya.
“Mereka enggak bisa jawab, bersikukuh nyuruh saya keluar,” lanjutnya.
Bahkan Eko mengaku sudah menitipkan kameranya ke petugas supaya dia tetap bisa masuk dan berfoto menggunakan ponsel. Namun dia tetap tidak diizinkan masuk, kecuali mau membayar tarif photo session lebih dulu dengan alasan mereka menganggap Eko adalah seorang fotografer, bukan wisatawan biasa.
Di saat bersamaan, Eko juga mengatakan bahwa banyak wisatawan yang juga membawa kamera DSLR, namun mereka dibiarkan masuk begitu saja.
ADVERTISEMENT
“Dan dia juga mempermasalahkan kostum yang dipakai keluarga saya, mereka bilang itu kategori konseptual, padahal ya cuman sewajarnya orang berlibur aja menurut saya, enggak ada yang berlebihan,” tulis Eko Setyawan.
Memang Bayar Rp 250 Ribu
GKR Bendara menggelar konferensi pers melalui zoom Senin (14/3) petang. Foto: Widi Erha Pradana
Penghageng Nityabudaya Keraton Yogyakarta, GKR Bendara, mengatakan bahwa sejak awal memang ada biaya khusus yang dikenakan pada wisatawan yang membawa kamera profesional untuk melakukan foto sesi. Informasi itu sudah terpasang di pintu masuk wisata dan telah dijelaskan oleh petugas yang saat itu berjaga.
“Mungkin ada miskomunikasi atau dari awal pengunjung tidak melihat seperti itu,” kata GKR Bendara ketika melakukan konferensi pers secara daring terkait masalah ini, Senin (14/3).
GKR Bendara juga mengatakan bahwa kemungkinan besar pengunjung yang bersangkutan adalah fotografer profesional yang memang diminta untuk melakukan foto sesi keluarga tersebut.
ADVERTISEMENT
Karena itu, pengelola memberlakukan tarif khusus kepada pengunjung tersebut, yakni sebesar Rp 250 ribu sesuai dengan ketentuan keraton.
Dia juga menjelaskan bahwa salah satu indikator seseorang disebut fotografer profesional adalah ketika dia membawa peralatan kamera dan lensa profesional yang hasilnya lebih bagus ketimbang handphone, meskipun saat ini ada juga fotografer profesional yang hanya menggunakan handphone.
Karena itu, pengunjung Taman Sari yang membawa kamera DSLR akan dikenai tarif tertentu, meskipun tidak digunakan untuk kepentingan komersil. Misalnya dia mencontohkan ada rombongan ibu-ibu arisan yang membawa fotografer profesional untuk melakukan foto sesi.
“Walaupun itu nanti fotonya sendiri tidak diperjualbelikan, tetapi itu masuk ke dalam foto sesi,” ujarnya.
Apalagi sekarang menurutnya banyak rombongan wisatawan atau pengunjung yang mengatakan bahwa fotografer tersebut adalah bagian dari keluarga mereka untuk bebas dari tarif tambahan. Tapi ternyata, dia diminta secara profesional untuk melakukan pemotretan keluarga tersebut.
ADVERTISEMENT
“Nah ini untuk jujur atau tidaknya kan sulit untuk diukur, sehingga kejadian itu cukup banyak,” ujarnya.
Ketidakjujuran pengunjung ini menurutnya memaksa pengelola untuk menerapkan standarisasi bahwa jika mereka membawa kamera DSLR maka sudah masuk ke dalam kategori kamera profesional.
“Dan itu termasuk ke dalam foto sesi, sehingga harus membayar tambahan sebesar Rp 250 ribu,” lanjutnya.
Meski begitu, GKR Bendara mengatakan pihaknya akan meninjau ulang peraturan tersebut, terutama untuk membuat lebih detail sehingga tidak lagi terjadi kesalahpahaman serupa.
Dia juga mengatakan, pihaknya maupun pengelola Taman Sari belum bertemu dengan pengunjung yang bersangkutan, meski begitu permasalahan yang ada menurutnya sudah beres.
“Tapi saya rasa semuanya sudah clear, kecuali ada pihak yang merasa sakit hati monggo nanti kita bisa ketemukan,” kata GKR Bendara.
ADVERTISEMENT