Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Walhi: DIY Punya Kontribusi Besar Kurangi Emisi, Karst Penyerap Karbon Terbaik
3 Maret 2023 20:13 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Indonesia telah menerima kompensasi dari dunia internasional karena dinilai berhasil mengurangi deforestasi dan emisi karbon cukup signifikan. Catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2020 Indonesia berhasil mengurangi deforestasi hingga 116 ribu hektare, terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dengan pengurangan deforestasi sebesar itu, Indonesia telah mendapat kompensasi dari dunia internasional dengan total lebih dari RP 5 triliun.
Kepala Divisi Program Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Vicky Arthindo, menyambut baik kabar tersebut. Sebab, pajak karbon yang diberikan oleh dunia internasional bisa mendorong negara-negara yang memiliki hutan seperti Indonesia, lebih berkomitmen untuk menjaga hutannya.
Vicky mengatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebenarnya juga bisa memberikan kontribusi yang besar dalam upaya pengurangan emisi ini. Pasalnya, DIY memiliki kawasan karst cukup luas yang berada di Kabupaten Gunungkidul.
Luas kawasan karst di Gunungkidul mencapai 807 kilometer persegi, atau sekitar 57 persen dari total luas Gunungkidul. Dengan kawasan karst seluas itu, DIY menurut dia dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya pengurangan emisi. Pasalnya, kawasan karst merupakan salah satu penyerap karbon terbaik.
ADVERTISEMENT
“Banyak penelitian menyebutkan Kawasan karst ini penyerap emisi karbon terbaik, apalagi kalau kawasan karst ini di atasnya tumbuh hutan, tanpa hutan juga sudah menyerap karbon tapi memang lebih lama dibanding yang diatasnya ada pohon,” kata Vicky saat dihubungi, Jumat (3/3).
Karst menurut dia berperan sebagai reservoir karbon di atmosfer. Di Bumi, reservoir karbon terbesar menurutnya tersimpan dalam bentuk batuan karbonat (Ca-Mg-CO3). Di lautan, batuan karbonat ini menjadi terumbu karang, sedangkan di daratan membentuk ekosistem karst.
“Jadi kalau ingin berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon, Pemda DIY harus benar-benar menjaga kawasan karst yang ada,” kata dia.
Dengan karakter seperti itu, kawasan hutan karst di Gunungkidul menurut dia bahkan punya kemampuan menyerap emisi lebih baik ketimbang hutan di kawasan Menoreh di Kulon Progo dan Merapi di Sleman.
ADVERTISEMENT
“Langkah konkret Pemda DIY kalau ingin ikut menerima pajak karbon itu maka harus menjaga kawasan karst di Gunungkidul itu,” ujarnya.
Selain itu, DIY juga perlu memenuhi ruang-ruang terbuka hijau di tiap kabupaten dan kota. Pasalnya, ruang-ruang itu sampai sekarang masih banyak yang belum dipenuhi.
“Itu dipenuhi saja dulu dan yang penting lainnya mengerem alih fungsi lahan karena itu juga jadi faktor emisi karbon meningkat tiap tahunnya juga,” kata Vicky Arthindo.
Sebelumnya, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK RI, Agus Justianto, mengatakan bahwa Indonesia telah menerima kompensasi dari pengurangan emisi hingga lebih dari Rp 5 triliun dari dunia internasional.
Beberapa pihak yang telah memberi kompensasi kepada Indonesia misalnya World Bank yang telah memberikan kompensasi sebesar 110 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,68 triliun (kurs 2 Maret 2023), sedangkan dari Norwegia sebesar 65 juta dolar AS atau sekitar Rp 993 miliar. Sementara dari Global Climate Fund, kompensasi yang diterima Indonesia mencapai 103 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,57 triliun.
ADVERTISEMENT
“Kemudian ada Biocarbon Fund di Jambi sekitar itu juga (100 juta dolar), dan itu akan terus bertambah,” kata Agus Justianto, setelah membuka acara 13th Indonesia Green Forestry & Environment Expo 2023 di Jogja Expo Center, Kamis (2/3).